Saturday, October 10, 2020

Mitos berkaitan dengan nyeri di dalam Kesehatan

 

Mitos berkaitan dengan nyeri di dalam Kesehatan

 

(Andarmoyo, Sulistyo.2013.Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.Sleman: Ar-Ruzz Media.)

 

Nyeri adalah peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual maupun potensial. Nyeri merupakan pengalaman yang bersifat subyektif dan sangat individual yang mengandung arti bahwa persepsi nyeri sangat tergantung dari masing-masing individu dalam mempersepsikannya. Disebabkan nyeri bersifat subjektif dan tidakbisadiukur secara objektifsemisal melalui tes laboratorium maupun dengan diagnosis, sering kali nyeri disalahartikan atau disalahpahami.

 

A.      Persepsi Salah tentang nyeri

1.       Perawat adalah orang yang paling mengerti tentang nyeri yang dirasakan klien

2.       Apabila nyeri diabaikan, nyeri itu pun akan hilang

3.       Klien tidak perlu mengambil suatu tindakan untuk membebaskan nyerinya sampai nyeri yang ia rasakan tidak tertahankan lagi.

4.       Klien yangmendapatkan pengobatan nyeri akan mengalami ketergantungan obat

5.       Klien yang mengalami kerusakan jaringan yang parah akan mengalami nyeri yang berat, sebaliknya klien yang mengalami keruskan jaringan yang minimal akan merasakan nyeri yang ringan pula

6.       Klien meminta pengobatan nyeri hanya ketika membutuhkan saja

 

B.      Fakta

1.       Nyeri adalah subjektif, hanya klienlah yangpaling tahu tentang kualitas dan tingkat nyeri yang dirasakan

2.       Nyeri adalah suatu pengalaman yang nyata memerlukan perawatan dan tindakan medis yang sesuai.

3.       Mengontrol nyeri adalah hal yang sangat perlu bagi klien untuk mengembalikan fungsi dan meningkatkan kenyamanan

4.       Ketergantungan tidakakanterjadi apabila penggunaan analgetik sesuai dengan aturan dan monitor yang tepat

5.       Persepsi nyeri pada masing-masing individu adalah subjektif. Luas kerusakan jaringan bukan merupakansuatu hal yang proporsional yangmenentukan tingkat keparahan nyeri yang dirasakan klien

6.       Beberapa klien enggan untuk meminta pengobatan terhadap nyer yang mereka rasakan karena takut efek samping pengobatan tidak mau mengganggu atau merepotkan perawat atau mempunyai norma budaya tertentu berkaitan dengan pengobatan

(Prasetyo.2010)

Thursday, October 1, 2020

Pengalaman Nyeri di dalam Ilmu Kesehatan

 

Pengalaman Nyeri di dalam Ilmu Kesehatan

 

Sumber: Andarmoyo, Sulistiyo.2013.Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.Jogjakarta: AR Ruzz Media.)

 

Meinhart and Mc Caffery (1983) dalam Potter and Perry (2006) mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri. Fase tersebut antara lain fase antisipasi, fase sensasi, dan fase akibat/ aftermath

1.       Fase antisipasi

Fase antisipasi terjadi sebelum nyeri di terima. Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang paling penting karena fase ini bisa memengarui dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi yang adekuat kepada klien.

2.       Fase sensasi

Fase sensasi terjadi pada saat nyeri terasa. Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri, karena nyeri itu bersifat subjektif maka tiap orang dalam menyingkapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil. Sebaliknya, orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan. Sebaliknya, orang yang tolereansi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu. Individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai cara, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukkan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyeri karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengomunikasikan nyeri secara efektif.

3.       Fase akibat atau Aftermath

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pascanyeri. Apakah klien mengalami episode nyeri berulang, respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemugkinan nyeri berulang.