Friday, September 18, 2020

Mengenal Unit Kesehatan Sekola (UKS)

 

Mengenal Unit Kesehatan Sekola (UKS)

 

(_.2012.Mengenal UKS.Bnadung:Penerbit Erlangga.)

 

A.      Pengertian UKS

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) merupakan bagian bagian dari program kesehatan anak usia sekolah. Anak usia sekolah yang dimaksud adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Sesuai dengan proses tumbuh kembangnya, anak usia sekolah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu praremaja (6-9 tahun) dan remaja (10-19 tahun.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/Menkes/ sk/ix/2008, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya terpadu lintas program dan lintas sektor dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah. Sekolah yang dimaksud meliputi berbagai jenjang dan jenis pendidikan, yaitu TK/ TK/RA, SD/MI/Paket A, SMP/SLTP/ MTs/ Paket B, SMA/SMK/ SMA/ MA/ MAK/ Paket C, termasuk jalur pendidikan keagamaan seperti Pondok Pesantren.

Dalam pelaksanaannya, UKS berada di bawah naungan empat kementrian, yaitu Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kementrian Kesehatan, Kementrian Dalam Negeri, dan Kementrian Agama.

 

B.      Latar Belakang UKS

Sehat merupakan syarat mutlak bagi setiap orang untuk bisa menjalani kehidupan yang produktif. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan jiwa dan raga yang sehat adalah dengan melaksanakan pendidikan kesehatan.

Sementara itu, sekolah merupakan lembaga tempat terjadinya proses transfer ilmu, termasuk ilmu yang berkaitan dengan kesehatan. Maka dari itu, sekolah adalah lembaga yang vital dan ideal untuk memulai pendidikan kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari faktor-faktor berikut:

a.       Sekolah identik dengan pendidikan. Segala sesuatu yang berbau pendidikan bisa lebih mudah dilakukan di sekolah, misalnya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan seks.

b.      Jumlah penduduk yang  berada dalam usia sekolah memiliki presentase yang tinggi. Dengan memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, kuantitas orang yang sudah punya bekal tentang dasar hidup sehat akan besar jumlahnya.

c.       Sekolah bisa menjadi mitra Puskesmas yang bisa memberikan pendidikan kesehatan sampai ke tingkat pelosok.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, Bab V Pasal 45 yang menyebutkan bahwa kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat serta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.

Oleh karena itu, UKS didirikan sebagai upaya menjalankan pendidikan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu, sadar berencana, terarah dan bertanggung jawab oleh sekolah. Pada gilirannya, UKS diharapkan dapat menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan dan membimbing siswa, guru dan masyarakat untuk menghayati, menyenangi dan melaksanakan prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.

 

C.      Sejarah UKS

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Menurut buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikn, dan Departemen Dalam Negeri merintis kerjasama Proyek UKS Perkotaan di Jakarta dan UKS Pedesaan di Bekasi pada tahun 1956.

Pada tahun 1970 dibentuk Panitia Bersama Usaha Kesehatan Sekolah antara Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 1980, Panitia bersama tersebut ditingkatkan menjadi Keputusan BeRSAMA Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta Menteri Kesehatan tentang pembentukan Kelompok Kerja Usaha Kesehatan Sekolah.

Pada tahun 1982 ditandatangani Piagam Kerja Sama antara Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Direktur Jenderal Pembinaan Keseimbangan Agama Islam Departemen Agama tentang Pembinaan Kesehatan Anak dan Perguruan Agama Islam.

Pada tahun 1984 diterbitkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB 4 menteri) antara Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Hal ini dilakukan untuk lebih memantapkan pembinaan UKS secara lebih terpadu.

Secara dengan perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan berkembangnya dunia pendidikan dan kesehatan, SKB 4 menteri pun disempurnakan pada tahun 2003.

 

D.      Tujuan UKS

Usaha Kesehatan Sekolah dibentuk untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar para siswa dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, unit ini juga berfungsi untuk meningkatkan derajat kesehatan para siswa maupun warga sekolah lain (guru, karyawan dan lain-lain) serta menciptakan lingkungan yang sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

Dalam praktiknya, UKS diharapkan bisa memupuk kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan cara memberikan pengetahuan, contoh sikap, dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip hidup bersih dan sehat tersebut. Di samping itu, UKS pun dapat berpartisipasi aktif di dalam uasaha peningkatan kesehatan di sekolah, rumah tangga, maupun di lingkungan masyarakat, baik itu kesehatan fisik, mental dan sosial.

Jika tujuan di atas sudah tercapai, diharapkan pertumbuhan anak-anak (para siswa) bisa sesuai dengan tingkat usianya. Risiko terjangkit penyakit pun akan lebih karena kebiasaan hidup sehat sudah diterapkan dengan baik.

 

E.       Fungsi UKS

Dalam pelaksanaan, UKS memiliki dua fungsi dasar yang bisa dijelaskan sebagai berikut:

1.       Fungsi Pendidikan

UKS berperan dalam memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan masalah kesehatan para siswa/anak sehingga ke depannya mereka bisa terus mempraktikan gaya hidup sehat di manapun mereka berada.

2.       Fungsi Pemeliharaan dan Pelayanan

Dalam fungsi pemeliharaan dan pelayanan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh UKS, seperti:

a.       Pemeriksaan kesehatan umum kepada para murid dan warga sekolah lainnya (tanpa perlu menunggu adanya gejala penyakit),

b.      Pencegahan penyakit menular. Sebagai contoh, jika di suatu kelas dijumpai satu atau lebih anak yang terjangkit flu burung, UKS dapat berperan untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Hal yang bisa dilakukan misalnya memberikan penyuluhan tentang gejala penyakit tersebut dan pemberian masker.

c.       Pertolongan pertama pada kecelakaan (p3k). UKS bisa menjadi tempat pertolongan/ pengobatan sementara untuk melakukan tindakan medis kepada pasien/ korban sebelum bantuan medis dari rumah sakit/ puskesmas (misalnya ambulan) tiba.

d.      Pengawas kebersihan sekolah. Lingkungan sekolah yang bersih adalah syarat untuk menciptakan lingkungan yang sehat, dan UKS bisa menjadi pengawal untuk mewujudkan kondisi tersebut.

e.      Peningkatan kesehatan para siswa dan warga sekolah. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan pemberian vitamin dan makanan bergizi lainnya secara Cuma-Cuma.

Contoh Surat Pengunduran diri dari Kerja

 Contoh Surat Pengunduran diri dari Kerja:


 

Ponorogo,

 

Kepada

Yth Pimpinan Klinik Tongfang

Di

Tempat

 

Assalamualaikum Wr. Wb

Yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama                    : DIMAS ERDA WIDYAMARTA

Alamat                  : DESA BANGSALAN KECAMATAN SAMBIT PONOROGO

Jabatan                                : Koordinator Perawat dan Bidan Klinik Tongfang

 

Dengan adanya surat ini, saya bertujuan untuk mengajukan permohonan mengundurkan diri dari Klinik Tongfang karena ........................

Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih banyak karena Pimpinan Klinik Tongfang sudah memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar dan bekerja secara profesional. Saya juga berterimakash atas bimbingan yang selama ini telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Serta tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada rekan rekan Klinik Tongfang yang telah berjuang untuk mencapai target klinik Tongfang.

Saya memohon maaf karena tidak lagi menjadi bagian dari Klinik Tongfang. Saya juga memohon maaf bila saya melakukan hal yang sengaja maupun tidak sengaja. Semoga Klinik Tongfang dapat berkembang lebih baik lagi.

Demikian surat pengunduran diri kerja ini saya buat dengan penuh kesadaran atas keinginan sendiri tanpa paksaan dari siapapun.

                                                                                                                                                Hormat saya,

 

 

 

                                                                                                                                DIMAS ERDA WIDYAMARTA

 

 

                                                                               

Thursday, September 17, 2020

Klasifikasi Nyeri di dalam Ilmu Kesehatan

 

Klasifikasi  Nyeri di dalam Ilmu Kesehatan

 

Sumber: Andarmoyo, Sulistiyo.2013.Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.Jogjakarta: AR Ruzz Media.

 

Nyeri adalah bentuk suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang bersifat subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan (International Association For The Study of Pain, IASP, 1979). Dalam mempelajari aspek nyeri, penting untuk mengetahui  bagaimana klasifikasi dan pengalaman nyeri itu sendiri. Pengetahuan mendasar ini diperlukan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya  dalam pengkajian sehingga diharapkan mendapat data yang konkret dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

 

Klasifikasi Nyeri

Wolf (1989) secara kualitatif membagi nyeri menjadi dua jenis, yakni nyeri fisiologis dan nyeri patologis. Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri ini adalah nyeri fisiologis sensor normal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh. Sementara nyeri patologis merupakan sensor abnormal yang dirasakan oleh seseorang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adanya trauma dan infeksi bakteri ataupun virus. Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya kerusakan jaringan atau akibat adanya kerusakan saraf. Jika proses inflamasi mengalami proses penyembuhan normal sehingga menghilang sesuai dengan proses penyembuhan disebut sebagai adaptif pain yang lazim dikenal sebagai nyeri akut. Di lain pihak, kerusakan saraf justru berkembang menjadi intractable pain setelah penyembuhan selesai, disebut sebagai maladaftive pain atau neuropathy pain lanjutnya kronik.

1.       Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi

Nyeri dapat diklasifikasi berdasarkan durasinya dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik

a.       Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intervensi yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsu ng untuk waktu singkat (Meinhart dan McCaffery, 1983: NIH, 1986 dalam Smeltzer, 2002). Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan suatu cedera atau penyakit yang akan datang.

Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (self limiting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki omset yang tiba-tiba, dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Kebanyak orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat sakit kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pascapembedahan,dan lain sebagaimana.

Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala seperti penginkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil. Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakannya. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya juga akan memperlihatkan respons emosi dan perlikau seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyeringai.

 

b.      Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konsisten atau intermiten yang mentap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Mc Caffery, 1986 dalam Potter and Perry 2005). Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awaitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.

Nyeri kronis dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik non malignan dan malignan (Potter and Perry 2005). Nyeri kronis nonmalignan merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif yang menyembuh (Shcman, 2009 dalam Potter and Perry 2005), bisa timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pinggang bawah dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya osteoarthritis (Tanra, 2005, dalam Potter and Perry, 2005). Sementara nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu terjadi akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena penekanan pada saraf akibat metastasis sel sel kanker maupun pengaruh zat zat kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Portenoy, 2007 dalam Potter  and Perry, 2005).

Kebanyakan penderita nyeri kanker tidak berasal dari pengalaman nyeri. Beberapa penderita mengalami nyeri psikologi yang berasal dari proses keganasan. Bagaimanapun juga, banyak pengalaman nyeri pada stadium akhir dari penyakitnya, dan umumnya berhubungan dengan metasis. Sekitar 60 sampai 80 persen pasien kanker yang dirawat di  rumah sakit menderita nyeri yang sangat  hebat (Lewis,1983).

Manifestasi klinis yang tampak pada nyeri kronis yang berbeda dengan yang diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam pemeriksan tanda vital, sering kali didapatkan masih dalam batas normal dan tidak disertai dilatasi pupil. Manifestasi yang biasanya muncul berhubungan dengan respon psikososial seperti rasa keputusan, kelesuan, penurunan libido (gairah seksual), penurunan berat badan, perilaku menarik diri, iritabelm, mudah tersinggungm, marah dan tidak tertarik pada aktivitas fisik. Secara verbal klien mungkin akan melaporkan adanya ketidaknyamanan, kelemahan, dan kelelahan.

Klien mengalami nyeri kronik sering kali mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik, yang tidak dapat diprediksi ini, membuat klien frustasi dan sering kali mengarah pada depresi psikologis.

Tindakan perawatan yang direncanakan pada klien yang mengalami nyeri kronis berbeda dengan tindakan perawatan yang diberikan pada nyeri akut. Tindakan keperawatan yang diberikan harus sesuai dengan pernyataan klien sebagai expert terhadap nyeri yang ia rasakan, tidak semata-mata berdasarkan tanda-gejala yang tampak (Bonoca, 1990 dalam Prasetyo, 2010). Manajemen yang direncanakan termasuk mengidentifikasi penyebab nyeri, mengenali respon emosional klien serta faktor lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap  nyeri klien dan tindakan rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam beraktivitas.

 

2.       Klasifikasi nyeri berdasarkan asal

Nyeri diklasifikasikan berdasarkan asal dibedakan menjadi nyeri noiseptif dan nyeri neuropatik.

a.       Nyeri nosiseptif

Nyeri noisiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas atau sensitisaasi nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus yang mengaantarkan stimulus noxious. Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker/

Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri noiseeptif merupakan nyeri akut. Nyeri akut merupakan nyeri nosiseptif yang mengenai daerah perifer dan letaknya lebih terlokalisasi.

b.      Nyeri neuorpatik

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Berbeda dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh sistem saraf perifer. Nyeri ini lebih sulit diobati. Pasien akan mengalami nyeri rasa terbakar, tingling, shooting, shock like, hipergesia, atau allodynia. Nyeri neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri kronis.

 

3.       Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi

Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut Potter and Perry (2006) dibedakan sebagai berikut,

a.       Superficial atau kutaneus

Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau laserasi.

b.      Viseral dalam

Nyeri adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri superficial. Pada nyeri ini juga menimbulkan tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan mual dan gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh sensasi pukul (crushing) seperti angina pectoris dan sesasi terbakar seperti  pada ulkus lambung.

c.       Nyeri alih (referred pain)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan.

Dcabang serabut viseral diperlihatkan bersinaps di dalam medula spinalis dengan beberapa neuron urutan kedua serupa yang mernima serabut nyeri dari kulit. Bila serabut nyeri viseral tersebut dirangsang kuat, sensasi nyeri dari viseral menyebarkan ke dalam beberapa neuron yang biasanya menghantarkan sensasi nyeri hanya dari kulit, dan orang tersebut mempunyai perasaan bahwa sensasi itu benar-benar berasal dari dalam kulit itu sendiri (Guyton, 1995)

d.      Radiasi

Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi sarsaf skiatik.