2.1.1 Pengertian Air Susu Ibu
ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan alamiah yang ideal untuk bayi, terutama pada bulan-bulan pertama. ASI adalah makanan yang tidak bisa dibandingkan dengan susu formula atau makanan buatan apapun. ASI mengandung zat kekebalan (kolostrum) yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit (Ransum, 2011)
ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai yang paling inggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia aaupun susu hean seperti sapi, susu kerbau dan lain–lainnya. Air susu ibu sangat menguntungkan ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan maupun ekonomi. Hal ini banyak terlihat dari berbagai negara atau wilayah dimana hygiene lingkungan belum memadai disamping makanan bayi pengganti air susu ibu tidak tersedia ataupun harganya sangat mahal dan tidak terjangkau oleh daya beli penduduk pada umumnya (Suhardjo, 1992). Air susu ibu merupakan makanan terbaik ciptaan Tuhan yang diperuntukkan bagi bayi yang baru dilahirkan. Makanan–makanan tiruan bagi bayi yang diramu menggunakan teknologi masa kini, ternyata tidak mampu menandingi keunggulan ASI. Sebab ASI mempunyai nilai gizi paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, kerbau atau kambing (Khasanah, 2011).
2.1.2 Fisiologi ASI
Menurut Arisman (2010), jaringan yang menyusun kelenjar susu ada 2 macam yaitu jaringan kelenjar dan jaringan penopang. Jaringan kelenjar berisi banyak kantong alveolus yang dikelilingi oleh jaringan epitel otot yang bersifat kontraktil. Bagian dalam alveolus yang dikelilingi oleh selapis epitel. Susu dibentuk pada epitel kelenjar ini. Persiapan untuk bereproduksi berlangsung selama kehamilan sehingga kelenjar susu membesar sampai 2-3 kali ukuran normal.
Air susu terbentuk melalui 2 fase, yaitu fase sekresi dan pengaliran. Laktasi diawali oleh dua macam reflek, yaitu the milk production reflex dan the let down reflex. Pada saat bayi menghisap putting susu, serangkaian impuls akan menuju medulla spinalis lalu ke otak dan menyusup ke dalam kelenjar hipofisis sehingga memicu sekresi oksitosin pada bagian posterior hipofisis. Adanya oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel epitel otot polos yang membungkus alveolus sehingga air susu yang terkandung di dalamnya tersembur ke duktus dan sinus.
2.1.3 Volume Air Susu Ibu
Selama beberapa bulan terakhir masa kehamilan terdapat produksi susu ibu. Setelah lahir bayi mulai menghisap maka suplai air susu meningkat dengan cepat. Pada keadaan normal, sekitar 100 ml tersedia pada hari kedua dan ini meningkat menjadi 500 ml pada minggu kedua. Produksi ASI yang paling efektif biasanya dicapai pada 10–14 hari setelah melahirkan. Selama beberapa bulan selanjutnya, bayi yang sehat mengkonsumsi sekitar 700–800 ml pe 24 jam. Namun demikian konsumsi bayi bervariasi antara satu dengan yang lainnya, ada yang mengkonsumsi 600 ml atau kurang dan ada pula yang lebih bahkan sampai satu liter selama 24 jam meskipun keduanya mempunyai laju pertumbuhan yang sama. Faktor emosi seperti stress atau sangat sedih sangat berpengaruh terhadap produksi air susu selama minggu–minggu pertama periode menyusui.
Pada ibu–ibu yang kurang kurang asupan nutrisi, volume air susu dijumpai kira–kira 500–700 ml per hari selama enam bulan pertama, 400–600 ml dalam enam bulan kedua dan 300–500 ml dalam tahun kedua. Produksi air susu pada ibu–ibu yang terkena gizi kurang dapat sangat kecil sekali bahkan tidak keluar sama sekali, sehingga keadaan demikian akan berpengaruh fatal pada bayinya. Di wilayah dimana ibu–ibunya kekurangan pangan biasa dijumpai bayi–bayi yang mengalami marasmus dini pada masa enam bulan pertama kehidupannya, khususnya mereka yang hanya memperoleh ASI. Pada keadaan normal, ASI mampu memberikan zat gizi yang cukup bagi pertumbuhan bayi sampai umur enam bulan. Namun demikian sebagaimana diuraikan sebelumnya, terdapat variasi dalam hal kebutuhan bayi dan kemampuan produksi ASI. Oleh karena itu untuk mengetahui cukup tidaknya ASI tidak dapat hanya menggunakan ukuran volume atau banyaknya ASI. Tanda–tanda lapar atau kepuasan anak khususnya laju pertumbuhan berat badan merupakan indicator yang lebih baik untuk mengetahui cukup tidaknya ASI (Khasanah, 2011)
2.1.4 Jenis ASI Berdasarkan Waktu Produksi
Berdasarkan waktu produksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 jenis. Diantaranya adalah sebagai berikut (Khasanah, 2011) :
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan pertama ASI yang keluar berwarna kekuning–kuningan (lebih kuning dibandingkan susu mature), agak kental dan kasar yang muncul segera setelah melahirkan. Kolostrum terasa agak kasar karena mengandung butir–butir lemak, bekas–bekas epitel, leukosit dan limfosit. Atau dengan kata lain kolostrum adalah cairan pelancar dan pembersih saluaran–saluran ASI. Kolostrum keluar pada hari 1-4 dengan komposisi yang selalu berubah dari hari ke hari. Jumlah kolostrum yang dikeluarkan sangat bervariasi berkisar 10-100 ml/hari dengan rata–rata sekitar 30 ml atau sekitar 3 sendok makan. Kandungan dan manfaat kolostrum dapat dilihat pada table 2.1
Tabel 2.1 Kandungan dan Manfaat kolostrum
Kandungan kolostrum |
Manfaat kolostrum |
· Antibody |
Melindungi bayi terhadap infeksi dan alergi |
· Sel darah putih |
Melindungi bayi terhadap infeksi |
· Pencahar |
Membersihkan air ketuban dan membantu mencegah bayi kuning |
· Faktor–faktor pertumbuhan |
Membantu usus bayi berkembang lebih matang, mencegah alergi dan keadaan intoleransi |
· Vitamin A |
Mengurangi keparahan infeksi, mencegah penyakit mata pada bayi |
Sumber : Khasanah 2011
b. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
ASI masa transisi merupakan peralihan dari ASI kolostrum sampai menjadi ASI mature. ASI transisi diproduksi pada hari ke 4-14. Pada masa ini kadar protein berkurang, sedangkan karbohidrat dan lemak serta volumenya semakin meningkat.
c. ASI Matur
ASI matur adalah ASI yang diproduksi sejak hari keempat belas dan seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia 6 bulan. Setelah 6 bulan ASI tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sehingga mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI.
2.1.5 Komposisi Air Susu Ibu
ASI mengandung zat–zat gizi yang dibutuhkan dalam 6 bulan pertama kehidupan. ASI juga mengandung bioaktif faktor yang dapat mencegah infeksi dan membantu pencernaan dan penyerapan zat gizi (WHO, 2010).
1. Air
Keberadaan air dalam tubuh adalah sangat sangat vital dan tanpa adanya air akan terjadi dehidrasi, 88% dari ASI terdiri dari air yang kegunaannya melarutkan zat-zat yang terdapat dalam ASI. Perbandingan air dan unsur-unsur nutrisi dalam ASI sangat seimbang. Oleh karena itu, ASI adalah makanan yang paling sempurna untuk bayi. Dan air sangat relative tinggi pada ASI akan meredakan rangsangan haus pada bayi.
2. Lemak
Lemak ASI merupakan lemak yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mengandung jumlah lemak yang sehat dan tepat secara proposional. Enzim lipase menyebabkan lemak pada ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi. Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang yang mengandung omega-3, omega-6, DHA, ARA. Lemak berikatan panjang tersebut penting untuk pertumbuhan syaraf dan pertumbuhan otak.
Lemak pada ASI juga mengandung kolesterol yang berguna untuk meningkatkan pertumbuhan otak bayi. Pada saat pertumbuhan otak yang cepat, diperlukan kadar kolesterol yang tinggi. Kolesterol dalam ASI juga berfungsi dalam pembentukan enzim untuk metabolism kolesterol yang berfungsi untuk membantu enzim metabolism kolesterol sehingga dapat mencegah arteriosclerosis pada usia muda (Roesli,2000).
3. Karbohidrat
Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI. 100 ml ASI mengandung 7 gr laktosa atau 20-30 % lebih banyak dari pada susu sapi. Laktosa dipelukan untuk pertumbuhan otak, makin tinggi kadar laktosa pada susu mamalia, maka makin besar juga ukuran otaknya. ASI mengandung kadar laktosa yang paling tinggi dibandingkan susu mamalia lain.
Karbohidrat dalam ASI juga dapat mencegah infeksi lewat peningkatan pertumbuhan bakteri baik usus, lactobacillus bifidus dan menghambat bakteri berbahaya dengan cara fermentasi laktosa menjadi asam laktat sehingga menyebabkan suasana lambung menjadi asam dan menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya.
4. Protein
ASI memiliki kandungan protein yang berbeda dari susu mamalia lainnya, baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI mengandung asam amini seimbang yang cocok untuk bayi. Dalam 100 ml ASI terdapat 0,9 gr protein, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan protein pada mamalia lainnya. Kelebihan protein dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal bayi. ASI mengandung protein khusus yang dirancang untuk tumbuh kembang bayi manusia.
ASI mengandung protein whey dan casein. Whey adalah protein yang halus, lembut dan mudah dicerna sedangkan casein adalah protein yang bentuknya kasar, menggumpal dan sudah dicerna. Perbandingan antara whey dan casein dalam ASI adalah 60:40. Sedangkan pada susu sapi 20:80. ASI mengandung alfa lactalbumin sedangkan susu sapi mengandung beta lactoglobulin yang sering menyebabkan alergi.
Selain alfa lactalbumin, protein unik yang dimiliki ASI dan tidak terdapat dalam susu formula adalah taurin, lactoferin dan lysosom. Taurin diperlukan untuk perkembangan otak, sususan saraf dan pertumbuhan retina. Selain taurin, protein unik yang ada dalam ASI adalah lactoferin. Lactoferin membiarkan bakteri usus baik yang menghasilkan vitamin untuk tumbuh dan menghancurkan bakteri yang jahat. Lisosom merupakan antibiotik alami dalam ASI yang dapat menghancurkan bakteri berbahaya (Roesli, 2000).
5. Vitamin dan Mineral
ASI mengandung vitamin yang cukup untuk bayi. Walaupun ibunya mengalami defisiensi vitamin. Mineral berupa besi (Fe) dan zinc terdapat di ASI dalam jumlah sedikit, tetapi dengan bioavailibilitas dan penyerapan tinggi.
6. Kolostrum
Segera setelah melahirkan ASI yang keluar berwarna kekuning–kuningan, kental dan agak lengket. Air susu ini disebu kolostrum dan ini diproduksi dalam masa kira – kira seminggu pertama. Kemudian setelah itu air susu yang diproduksi berwarna putih dalam hal :
a. Lebih banyak protein
b. Lebih banyak immunoglobulin A dan laktoferin dan juga sel – sel darah putih yang berperan penting dalam mencegah timbulnya infeksi penyakit.
c. Kurang dalam hal lemak dan lactose
d. Lebih banyak vitamin A
e. Lebih banyak natrium dan seng
2.1.6 Manfaat Air Susu Ibu
2.1.6.1 Manfaat ASI Bagi Anak
a. Gizi terbaik untuk anak
ASI secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan bayinya. Komposisi ASI dari seorang ibu yang melahirkan bayi premature berbeda dengan komposisi ASI pada ibu yang melahirkan secara normal. Komposisi ASI juga disesuaikan dengan tubuh kembang bayi. ASI memiliki komposisi yang berbeda ditiap tahap perkembangan. Hal ini merupakan bentuk adaptasi zat – zat gizi yang dibutuhkan di awal kehidupan.
ASI yang keluar saat pertama kelahiran sampai hari ke 4-7 berbeda komposisinya dengan ASI transisi yang keluar di hari ke 4 atau 7 sampai hari ke 14. Bahkan ASI rmengalami perubahan komposisi dari menit ke menit. ASI yang keluar pada menit pertama disebut foremilk sedangkan ASI yang keluar saat aktif menyusui disebut hindmilk.
ASI memiliki zat gizi ideal yang komposisinya disesuaikan dengan kebutuhan bayi. ASI merupakan makanan yang sempurna baik secara kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan bayi selama 6 bulan sudah tercukupi dengan hanya mengkonsumsi ASI. Setelah 6 bulan bayi harus mulai diberi makanan padat , namun pemberian ASI dapat diteruskan sampai umur 2 tahun.
b. Meningkatkan Daya tahan tubuh
Kemampuan bayi untuk membentuk zat antibodi yang banyak ada umur 9-12 bulan. Saat baru lahir kekebalan bayi belum mencukupi. Untuk itu bayi perlu diberikan ASI untuk mengatasi kesenjangan antibodi. ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur.
Pada awal kelahiran, kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih tinggi dari susu matang. Zat ini melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk dan alergi. Hal inilah yang menyebabkan bayi yang diberikan ASI eksklusif lebih sehat dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.
c. Meningkatkan kecerdasan
Pada awal masa perkembangan, bayi membutuhkan zat gizi yang dibutuhkan untuk optimalisasi fungsi jaringan otak. Bila bayi menderita kurang gizi kronis pada masa pertumbuhan otak di awal kelahiran, maka akan terjadi pengurangan jumlah sel otak sebanyak 15-20%.
ASI dilengkapi dengan zat–zat gizi yang berguna untuk pertumbuhan otak dan tidak didapatkan pada susu formula yaitu taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang. Selain itu ASI juga mengandung 400 zat gizi yang tidak ada dalam susu formula. ASI merupakan susu terbaik untuk pertumbuhan otak anak. Sebuah studi pada bayi premature di Inggris menunjukkan bahwa bayi premature yang diberikan ASI memiliki Intelectual Question (IQ) lebih tinggi 8,3 poin dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI. ASI juga dapat meningkatkan kecerdasan emosional. Pada saat menyusui terjadi transfer emosi dan kasih saying dari ibu ke bayi. Hal ini akan menyebabkan bayi merasa aman dan nyaman karena merasa dilindungi. Hal ini akan menstimulasi anak untuk menjadi pribadi yang mandiri dan memiliki stabilitas emosi. ASI juga melatih bayi untuk berhubungan dengan manusia lainnya lewat peristiwa menyusui. Hal ini akan membuat bayi terbiasa berhubungan dengan manusia lain dan mendorong bayi adaptif terhadap lingkungan keika dewasa (Roesli, 2000).
d. Mencegah Penyakit Degeneratif
Penelitian yang dilakukan di United State pada remaja berusia 9-14 tahun menunjukkan bahwa remaja yang kecilnya diberikan ASI eksklusif memiliki risiko obesitas 22% lebih rendah dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Obesitas akan meningkatkan risiko terkena penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes dan stroke.
2.1.6.2 Manfaat ASI bagi Ibu
a. Mengurangi Perdarahan Setelah Melahirkan
Pada ibu yang menyusui terjadi peningkatan hormone oksitosin yang berguna untuk menutup pembuluh darah sehingga perdarahan akan cepat berhenti. Sebagian besar kematian post natal pada ibu terjadi karena perdarahan. Oleh karena itu, menyusui dapat menurunkan angka kematian ibu yang melahirkan.
b. Mengurangi Risiko Terjadinya Anemia
Aktivitas menyusui menyebabkan kontraksi pada otot polos yang menyebabkan uterus mengecil dan kembali ke bentuk normal. Gerakan mengecilnya uterus akan mengurangi risiko perdarahan. Perdarahan secara terus menerus dapat menyebabkan anemia.
c. Menjarangkan Kehamilan
Menyusui secara intensif dan benar dapat menjadi alternatif kontrasepsi alami bagi ibu karena masa subur ibu dapat tertunda. Selama ibu member ASI dan belum haid, 98 % tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96 % tidak hamil sampai bayi berusia 12 bulan (Roesli, 2000).
d. Mengecilkan Rahim
Proses menyusui membuat hormon oksitosin meningkat sehingga dapat mempercepat proses pengecilan uterus.
e. Lebih Cepat Ramping
Tubuh mengubah lemak yang tertimbun selama hamil menjadi energi. Saat menyusui dibutuhkan energi yang cukup. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil (Roesli, 2000).
f. Mengurangi Risiko Kanker
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara. Angka kejadian kanker akan berkurang 25% jika memberikan ASI eksklusif dan menjalankannya sampai umur 2 tahun. Menyusui juga dapat melindungi ibu dari risiko kanker indung telur sebesar 20-25% (Roesli, 2000). Menyusui juga mengurangi risiko kanker indung payudara. Penelitian di 6 negara berkembang menunjukkan bahwa minimal 20% ibu yang menyusui terhindar dari kanker payudara. Menyusui dapat mengurangi isiko kanker payudara dan ovarium pada wanita pra-menopause.
g. Lebih Ekonomis
Memberikan ASI berarti menghemat pengeluaran untuk susu formula.
2.1.6.3 Manfaat ASI Bagi Negara
Kemajuan suatu Negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM). Gizi merupakan faktor yang menentukan kualitas SDM. Zat gizi yang cukup pada masa bayi dan perkembangan anak sangat dibutuhkan untuk memastikan tumbuh kembang anak sehingga potensi anak dapat berkembang dan dapat menjadi sumber daya manusia strategis bagi pembangunan bangsa. Zat gizi pada awal kehidupan menyebabkan efek jangka panjang pada status kesehatan bayi. Malnutrisi pada 2 tahun kehidupan bayi menyebabkan stunting, penurunan IQ dan kapasitas kerja. Oleh karena itu, untuk membentuk SDM yang sehat, pada masa awal pertumbuhan bayi sangat membutuhkan ASI eksklusif sebagai asupan gizi yang paling baik.
2.1.7 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
a. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang menyusui secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila sewaktu – waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus – menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar – kelenjar pembuat ASI tidak akan dapat bekerja dengan sempurna sehingga berpengaruh terhadap produksi ASI (Siregar, 2004). Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan energi yang sama dengan jumlah energi yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar ibu menghasilkan 1 liter ASI berkualitas diperlukan makanan tambahan di samping untuk keperluan diri ibu sendiri, yaitu sama dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur. Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tambahan makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam produksi ASI. Terlebih jika pada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Oleh karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui mutlak diperlukan. Disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.
Untuk mendapatkan asupan gizi seimbang ibu dapat mengkonsumsi kelompok makanan berikut :
1. Kelompok nasi, roti gandum dan sereal enam porsi sehari
2. Kelompok sayuran 3-5 porsi sehari
3. Kelompok buah 2-4 porsi perhari
4. Kelompok ikan daging, unggas, kacang 2-3 porsi sehari
5. Kelompok susu, yoghurt dan keju 2-3 porsi sehari
b. Kondisi Psikologis Ibu
Faktor kejiwaan sangat berpengaruh dalam produksi ASI. Perasaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional dapat menyebabkan kegagalan dalam menyusui beyinya. Keadaan ini mempengaruhi pengeluaran hormon prolaktin dan oksitosin (Roesli, 2000).
c. Jenis Persalinan
Pada persalinan normal proses menyusui dapat segera dilakukan setelah bayi lahir. Biasanya ASI sudah keluar pada hari 1-3 setelah persalinan. Sedangkan pada persalinan dengan tindaka sectio caesaria seringkali ibu kesulitan dalam menyusui bayinya segera setelah lahir.
d. Frekuensi Menyusui
Frekuensi menyusui dapat mempengaruhi produksi ASI. Semakin sering menyusui akan semakin meningkatkan produksi ASI. Oleh karena itu berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan bayi (Khasanah,2011). Berdasarkan hasil penelitian produksi ASI akan optimal ketika ibu menyusui bayinya 8 kali atau lebih per hari selama 1 bulan awal menyusui.
f. Umur Kehamilan
Bayi yang lahir prematur atau bayi yang lahir belum cukup bulan kadang belum dapat menyusu secara efektif. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ tubuh bayi. Akibatnya ketika rangsangan menyusu berkurang produksi ASI otomatis juga berkurang.
g. Berat Lahir
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang berat lahir normal (bayi yang lahir lebih dari 2500 gram). Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah memiliki kemampuan menghisap ASI, frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibandingkan bayi berat lahir normal yang pada akhirnya akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Khasanah,2011).
h. Perawatan Payudara
Perawatan payudara dimulai sejak kehamilan 7-8 bulan. Perawatan payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan mengurut. Pengurutan diharapkan apabila terdapat penyumbatan dapat dihindarkan sehingga pada saatnya ASI akan keluar dengan lancar.
i. Dukungan suami dan keluarga sangat membantu berhasilnya seorang ibu untuk menyusui. Perasaan ibu yang bahagia akan mempengaruhi ketenangan dan ketentraman sehingga akan meningkatkan pengeluaran ASI.
2.1.8 Penyebab ASI Sulit Keluar Setelah Melahirkan
1. Terdapat bagian plasenta yang tertinggal setelah melahirkan sehingga bagian plasenta menyebabkan pendarahan. Bagian plasenta yang tertinggal dapat diketahui melalui pemeriksaan USG sehingga dokter dapat melakukan tindakan agar produksi ASI tidak terhambat lagi
2. Ibu yang melahirkan dengan operasi akan tetapi tidak terencana akan menyebabkan kesulitan dalam mengeluarkan ASI. Sehingga keluar ASI membutuhkan waktu lebih lama. Tetapi ada kolostrum yang keluar sebelum produk ASI lancer.
3. Payudara ibu mengalami bengkak sehingga mengganggu produksi ASI
Apabila sudah 3 hari setelah persalinan ASI tetap tidak keluar lakukan konsultasi dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2.1.9 Tanda Bayi Cukup ASI
Menurut Mulyani (2013), tanda-tanda bayi dikatakan cukup ASI antara lain :
1. Bayi minum ASI 2-3 jam setiap hari dan mendapatkan ASI 8-10 kali
2. Buang air besar berwarna kuning dengan frekuensi sering
3. Bayi buang air kecil minimal 6-8 kali sehari
4. Ibu dapat mendengarkan saat bayi menelan ASI
5. Payudara terasa lembek yang menandakan ASI telah habis
6. Pertumbuhan berat badan dan tinggi badan sesuai dengan grafik pertumbuhan
7. Bayi menyusu dengan kuat, kemudian melemah dan bayi tertidur pulas
2.1.9 Cara Perawatan Payudara
Perawatan payudara dimulai pada masa kehamilan dan saat menyusui. Ibu yang mempunyai masalah kelainan puting susu misal puting susu datar / masuk ke dalam perawatan payudara dilakukan pada usia kehamilan 3 bulan, apabila tidak ada masalah perawatan payudara dilakukan mulai usia kehamilan 6 bulan sampai menyusui. Tujuan perawatan payudara untuk memelihara kebersihan payudara, memperbanyak dan memperlancar ASI (Rukiyah,2011).
Menurut Rukiyah (2011), tenaga kesehatan khususnya bidan dapat mengajarkan ibu cara perawatan payudara dan perawatan tersebut dapat dilakukan ibu sendiri. Cara perawatan payudara dapat dilakukan selama masa menyusui dengan cara :
a. Ibu mengatur posisi senyaman mungkin
b. Ibu mengeringkan payudara setelah menyusui, untuk mencegah lecet oleskan sediikit ASI ke puting sebelum dan sesudah menyusui kemudian dikeringkan. Lecet pada puting tidak berbahaya.
c. Jika ibu mengalami mastitis / tersumbatnya saluran ASI, dianjurkan ibu tetap memberikan ASI
Menurut Rukiyah (2012), teknik perawatan payudara antara lain :
1. Pengurutan Payudara
a. Melicinkan tangan dengan minyak / baby oil
b. Kedua tangan diantara kedua payudara kearah atas, samping, kebawah dan melintang sehingga tangan menyangga payudara
c. Dilakukan 30 kali selama 5 menit
2. Pengurutan Kedua
a. Melicinkan tangan dengan minyak / baby oil
b. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan kanan dirapatkan
c. Jari kelingking tangan kanan mengurut payudara kiri dari pangkal payudara kearah puting, dilakukan secara bergantian.
d. Dilakukan 30 kali selama 5 menit
3. Pengurutan Ketiga
a. Melicinkan tangan dengan minyak / baby oil
b. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri
c. Jari tangan kanan dikepalkan, tulang kepalan tangan kanan mengurut payudara dari pangkal kearah puting
d. Dilakukan 30 kali selama 5 menit
2.2 ASI Eksklusif
2.2.1 Pengertian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi selama enam bulan pertama kehidupan tanpa memberikan cairan lain, makanan padat atau air kecuali vitamin, mineral dan supplement obat yang diizinkan. ASI eksklusif diberikan untuk mencapai kesehatan dan tumbuh kembang opimal (WHO, 2010).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir sampai dengan bayi berumur enam bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Depkes, 2004). Sedangkan menurut Roesli 2000, ASI eksklusif adalah hanya memberikan ASI saja kepada bayi tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim selama 6 bulan.
Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan 1,5 juta jiwa anak dibawah lima tahun. WHO dan UNICEF merekomendasikan tiga hal untuk tumbuh kembang optimal anak. Ketiga hal tersebut adalah inisiasi menyusui dini dengan durasi 1 jam setelah melahirkan, ASI eksklusif selama 6 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI dan ASI sampai bayi berumur 2 tahun.
ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Roesli, 2000). Pemberian ASI selama 6 bulan dapat mencegah kejadian infeksi, diare dan menghemat pengeluaran (WHO, 2003). Tiga puluh ribu kematian bayi di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.
Pemerintah Indonesia dalam peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 telah menetapkan pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. Dalam keputusan ini juga pemerinah memina semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan menginformasikan kepada semua ibu yang baru melahirkan untuk menjalankan ASI eksklusif.
WHO dan UNICEF merekomendasikan ASI eksklusif selama 6 bulan, menyusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran, menyusui setiap kali bayi mau, tidak menggunakan botol atau dot. Bayi baru lahir sebaiknya disuse setiap 2-3 jam sampai bayi merasa puas. Menyusui minimal 5 menit pada masing-masing payudara pada hari pertama dan semakin meningkatkan frekuensinya setiap hari sehingga dapat meningkatkan produksi ASI secara optimal. Waktu menyusui 20 menit masing-masing payudara cukup untuk bayi.
2.2.2 Alasan Penundaan Pemberian MP ASI
Alasan mengapa WHO-UNICEF mengubah peraturan memberikan ASI eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan.
1. Riset medis mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi yang berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama, bahkan pada usia lebih dari 6 bulan
2. Pemberian ASI ekslusif atau penundaan pemberian makanan padat, dapat memberikan perlindungan pada bayi dari berbagai penyakit. Menunda pemberian makanan lain selain ASI dapat memberikan kesempatan pada system pencernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang.
3. Dalam 4-6 bulan pertama usia bayi, saat usus masih terbuka, antibody dari ASI melapisi organ pencernaan bayi dan menyediakan kekebalan pasif, mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Bayi mulai memproduksi antibody sendiri pada usia sekitar 6 bulan dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.
2.2.3 Alasan Pemberian ASI Eksklusif
ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. Diantaranya menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernapasan dan infeksi telinga. ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, asma selain itu ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak.
Menyusui anak bisa menciptakan ikatan psikologis dan kasih saying yang kuat antara ibu dan anak. Bayi merasa terlindungi dekapan ibunya, mendengar langsung denyut jantung ibu, serta merasakan sentuhan ibu saat disusui olehnya. Hal itu tidak dirasakan bayi ketika minum susu lainnya selain ASI, karena dia harus menggunakan botol.
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangan. ASI memberikan semua energy dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan oleh bayi selama 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpannya.
Sebagian besar pertumbuhan dan perkembangan bayi ditentukan oleh pemberian ASI eksklusif. ASI mengandung zat gizi yang tidak terdapat dalam susu formula. Komposisi zat dalam ASI antara lain 88,1% air, 3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa, serta 0,2% zat lainnya yang berupa DHA, DAA dan zat gizi lainnya (Prasetyono, 2009).
Menurut Roesli (2008), bayi yang ASI eksklusif akan tumbuh menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas. Karena dengan pemberian ASI eksklusif akan memenuhi kebutuhan awal bayi untuk tumbuh kembang secara optimal baik fisik, kepandaian, emosional, spiritual, maupun sosialisasinya.
2.2.4 Menyusui
WHO dan UNICEF merekomendasikan ASI eksklusif selama 6 bulan, menyusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran, menyusui setiap kali bayi mau, tidak menggunakan botol dan dot. Bayi baru lahir sebaiknya disusu setiap 2-3 jam sampai bayi merasa puas. Menyusui minimal 5 menit pertama pada masing-masing payudara pada hari pertama dan semakin meningkatkan frekuensinya setiap hari sehingga dapat meningkatkan produksi ASI secara optimal. Waktu menyusui 20 menit masing-masing payudara cukup untuk bayi.
Waktu pemberian ASI tidak perlu dibatasi. Jumlah ASI yang normal pada minggu pertama 550 ml/hari. Dalam 2-3 minggu produksi meningkat menjadi 800 ml/hari. Jumlah produksi ASI dapat mencapai 1,5-2 L/harinya tergantung dari beberapa banyak dan sering bayi menyusui, semakin banyak hormone prolaktin dilepaskan, semakin banyak produksi ASI.
2.2.5 Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif
Menurut Astutik (2004), sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui adalah :
1. Mempunyai kebijkan tertulis tentang menyusui
2. Melatih tenaga kesehatan dengan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan
3. Menjelaskan kepada ibu tentang manfaat dan manajemen laktasi
4. Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan
5. Memperlihatkan kpada ibu tentang cara menyusui yang benar
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayinya sebelum umur 6 bulan
7. Melaksanakan rawat gabung
8. Mendukung pemberian ASI kepada bayi tanpa jadwal
9. Tidak memberikan dot atau kempeng
10. Membentuk dan membantu kelompok pendukung ASI
2.2.6 Pemberian ASI Ketika Ibu Bekerja
Semua ibu harus memberika ASI eksklusif, meskipun ibu bekerja. Saat ini diketahui bahwa ibu yang bekerja sekitar 70%. Fenomena ibu menunjukkan bahwa banyak ibu yang tidak bisa menyusui secara eksklusif. Namun hal tersebut bukan berarti bahwa bayi tidak dapat memperoleh ASI sama sekali (Prasetyono, 2009).
Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif (Roesli, 2009).
Secara ideal tempat kerja yang memperkerjakan perempuan hendaknya memiliki tempat penitipan bayi atau anak. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ketempat bekerja dan menyusuinya setiap beberapa jam. Namun bila tidak memungkinkan karena tempat kerja jauh berikanlah ASI perah/pompa pada bayi saat ibu bekerja (Roesli, 2009).
2.2.7 Cara mengeluarkan ASI dengan tangan
1. Cuci tangan sampai bersih
2. Pegang cangkir bersih untuk menampung ASI
3. Condongkan badan kedepan dan sanggah payudara dengan tangan
4. Letakkan ibu jari pada batas atas areola mamae dan letakkan jari telunjuk pada batas areola mamae bagian bawah sehingga berhadapan.
5. Tekan kedua jari kedalam kearah dinding dada tanpa menggeser letak kedua jari
6. Pijat daerah diantara kedua jari kearah depan sehingga akan memeras dan mengeluarkan ASI yang berada didalam sinus lactiferous
7. Ulangi gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali
2.2.8 Cara menyimpan ASI perah
Menyimpan ASI peras dalam ruangan yang sejuk dengan suhu maksimal 32 ºC. Semakin rendah suhu, ASI semakin bartahan lama hingga 3-4 bulan. ASI yang disimpan dalam ruangan yang bersuhu 32 ºC dapat bertahan sampai 12 jam, sedangkan ASI yang disimpan dalam lemari es pada suhu 0-4ºC bisa bertahan selama 1-2 hari. Sementara itu, ASI yang disimpan dalam freezer mampu bertahan hingga 3-4 bulan. Sebaiknya wadah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan ASI terbuat dari plastic polietilen atau gelas kaca (Prasetyono, 2009).
2.2.9 Masalah Pemberian ASI Eksklusif
Menurut Mulyani (2013), masalah dalam pemberian ASI antara lain :
1. Masalah menyusui pada ibu
a. Ibu kurang mendapat informasi
Akibat ibu kurang mendapat informasi dapat menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI nya kurang
b. Puting susu terbenam / pendek
Puting susu terbenam / pendek pada saat kehamilan seharusnya sudah diketahui, hal ini disebabkan karena ada sesuatu yang menarik ke dalam misalnya penyempitan saluran susu
c. Payudara bengkak
Tiga hari setelah persalinan payudara sering terasa penuh, tegang dan nyeri. Kondisi ini terjadi akibat bendungan pada pembuluh darah di payudara sebagai tanda ASI mulai banyak di produksi. Jika ibu berhenti menyusui, kondisi ini akan semakin parah
d. Puting susu lecet
Puting susu lecet disebabkan karena kesalahan posisi menyusui.
e. Mastitis atau abses payudara
Mastitis merupakan peradangan pada payudara yang terjadi pada 1-3 minggu melahirkan yang diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Sumbatan pada saluran susu disebabkan kurangnya ASI yang dikeluarkan / dihisap yang tidak efektif
2. Masalah menyusui pada bayi
a. Bayi bingung puting
Bingung puting (Nipple Confusion) merupakan suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol dan bergantian dengan menyusu pada ibunya.
b. Bayi enggan menyusu
c. Bayi sering menangis
d. Bayi premature dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) mempunyai masalah menyusu karena refleks menghisap lemah
e. Bayi kembar
3. Aliran Air Susu
Kecepatan aliran air susu bisa bervariasi. Terkadang air susu mengalir secara lambat dan kadang mengalir dengan deras. Lambatnya aliran air susu dapat dikarenakan tersumbatnya saluran putting susu. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya ibu memeras payudara dan mengeluarkan sedikit ASI sebelum menyusui guna memperlancar aliran air susu. Air susu terlalu deras dikarenakan payudara penuh dengan susu, aliran jadi tidak terkendali. Ini wajar terjadi pada minggu-minggu pertama masa menyusui.
4. ASI belum keluar setelah persalinan
Pakar ASI dari FKUI-RSCM Prof. dr. Rulina Suradi, Sp. A (K), IBCLC menjelaskan bahwa bayi cukup bulan dan lahir tanpa komplikasi memiliki cadangan energi yang cukup untuk mempertahankan hidupnya selama 72 jam tanpa diberi minum atau makan apapun, sehingga tidak perlu takut bayi akan bermasalah jika tidak segera mendapat air susu.
Bayi baru lahir memiliki cadangan makanan di dalam tubuhnya yang diperoleh dari plasenta selama berada di rahim, sehingga bayi baru lahir tidak memerlukan makanan/minuman apapun selain kolostrum. Kolostrum akan menjadi imunisasi, karena berfungsi untuk melapisi dinding usus bayi (yang sel-selnya belum rapat) menjadi tertutup dan akhirnya rapat.
ASI yang berbentuk kolostrum diproduksi pada trimester kedua kehamilan (minggu ke-16), dan terus diproduksi sampai kelahiran. Pada sebagian ibu terkadang kolostrum sudah keluar pada trimester ketiga, tetapi sebagian besar ibu kolostrum baru keluar pada hari ke-2 atau ke-3 setelah kelahiran. Kedua hal ini adalah normal karena pada 48 – 72 jam pasca kelahiran tubuh ibu mulai meningkatkan produksi ASI, sehingga ibu merasakan payudara mengencang dan mengeluarkan kolostrum.
Oleh itu tidak perlu khawatir, jika ASI/kolostrum belum keluar di hari 1 atau ke-2 setelah kelahiran. Hal ini dikarenakan jumlah kolostrum yang sangat sedikit karena sesuai kebutuhan bayi dan warnanya yang bening atau kekuningan, sehingga membuat keluarnya kolostrum tidak terasa/terlihat oleh ibu. Ini juga yang menjadi alasan mengapa bayi baru lahir tidak perlu diberikan makanan/minuman selain ASI. Dengan skin-to-skin contact yang sering dan bayi berada satu ruangan dengan ibu, akan mempercepat keluarnya ASI/kolostrum, sehingga proses menyusui dapat semakin lancar. Semakin sering ibu menyusui bayinya di hari-hari pertama setelah kelahiran, semakin banyak kolostrum yang diperoleh bayi, dan semakin banyak produksi ASI ibu.
2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif sama dengan bentuk perilaku yaitu tindakan yang dijalankan seseorang sebagai tanggapan terhadap rangsangan/stimulus lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI diantaranya yaitu perubahan social budaya, faktor psikologi, faktor fisik ibu, faktor kurangnya petugas kesehatan, meningkatnya promosi susu formula dan penerangan yang salah (Suraatmaja, 1997).
Menurut Livingstone (1995), faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pemberian ASI diantaranya yaitu berat bedan lebih rendah, inisiasi yang terlambat dan ibu belum berpengalaman, paritas, umur ibu, pengalaman menyusui yang gagal, tidak adanya dukungan keluarga, kebiasaan suatu daerah, sudah merencanakan untuk membatasi pemberian ASI. Ibu-ibu muda dengan status sosial rendah di lingkungan industri lebih sedikit yang berhasil menyusui bayinya.
2.3.1 Teori Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh orang lain. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yg berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Skinner, 1928 dalam Notoatmodjo, 2010).
Salah satu model yang dapat digunakan untuk mempelajari perilaku adalah kerangka PRECEDE-PROCEED
Gambar 2.1 : Kerangka Precede Proceed Green & Kreuter, (2005).
Dari kerangka tersebut dapat dilihat bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi, pemungkin dan penguat. Selain oleh 3 faktor tersebut perilaku juga dapat terbentuk sebagai hasil dari lingkungan.
2.3.1.1 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang berhubungan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Secara umum faktor predisposisi adalah preferensi individu atau kelompok dalam berperilaku. Preferensi ini bisa mendukung atau menghambat perilaku kesehatan. Faktor predisposisi yang lain adalah faktor faktor demografi seperti status sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga.
a. Sosio – demografi, terdiri atas sosio ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga. Faktor ini tidak dapat di intervensi, tetapi berguna dalam menentukan sasaran dan strategi atau metode intervensi
b. Sosio – Psikologik, terdiri atas pengetahuan, keyakinan, sikap dan nilai yang dapat di intervensi dengan pendidikan kesehatan.
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu system gagasan yang bersesuaian dengan benda-benda dan dihubungkan oleh keyakinan (Mehra&Burhan, 1964) dalam Sobur (2009). Peningkatan pengetahuan tidak selalu merubah perilaku. Tetapi asosiasi positif antara kedua variabel ini telah ditunjukkan oleh hasil penelitian Catwright, penelitian Stanford Three-Community, serta sejumlah penelitian lain (Green,1980). Pengetahuan kesehatan dibutuhkan terjadinya perilaku kesehatan. Tetapi mungkin juga perilaku kesehatan yang diharapkan tidak dilakukan walaupun seseorang telah mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memotivasinya. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan dibutuhkan, tetapi tidak cukup untuk merubah perilaku.
2) Keyakinan
Kepercayaan adalah keyakinan bahwa suatu fenomena itu adalah benar atau nyata (Green, 1980). Contoh pernyataan kepercayaan berorientasi pada kesehatan misalnya “saya tidak percaya obat ini dapat bekerja dengan baik”. Teori Health Belief Model yang dikembangkan oleh Rosenstock, dkk dalam Green (1980) menjelaskan dan memprediksi perilaku dapat terjadi karena: 1. Seseorang harus meyakini bahwa kesehatannya dalam keadaan bahaya, 2. Seseorang harus mengalami kondisi sakit atau ketidaknyamanan yang serius, kehilangan waktu bekerja, kesulitan ekonomi dan sebagainya, 4. Harus ada isyarat untuk bertindak atau pencetus yang mendorong seseorang untuk bertindak.
3) Sikap
Menurut Mucchielli dalam Green (1980), sikap adalah kecenderungan pikiran atau perasaan yang konstan tehadap kategori tertentu dari obyek, orang atau situasi. Sedangkan menurut Kirsht dalam Green (1980), sikap menggambarkan kumpulan keyakinan yang terkandung di dalam aspek evaluative, dimana sikap selalu dinilai dalam konteks baik dan buruk maupun positif dan negative.
4) Nilai
Nilai yang dianut seseorang berhubungan dengan pilihan perilakunya. Misalnya alasan mengapa seseorang merokok atau tidak merokok. Konflik mengenai nilai yang berkaitan dengan kesehatan menjadi tantangan bagi praktisi pendidikan kesehatan.
2.3.1.2 Faktor Pemungkin ( Enabling Factor)
Faktor pemungkin adalah ketrampilan-ketrampilan dan semberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan (Green, 1980). Sumber daya dapat berupa fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, sekolah-sekolah kesehatan, keterjangkauan sumberdaya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka pelayanan dan sebagainya. Ketrampilan disini merupakan kemampuan untuk melakukan tugas yang merupakan perilaku yang diharapkan. Kegagalan dalam mempertimbangkan dampak factor pemungkin ini dapat memicu masalah praktis yang serius.
2.3.1.3 Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
Faktor pendorong adalah semua factor yang mendukung perilaku kesehatan (Green, 1980). Reinforcement dapat berasal dari keluarga, teman sebaya, petugas kesehatan atau dapat juga orang atau kelompok yang berpengaruh yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2.3.1.4 Lingkungan
Yang langsung memaksa perilaku, perilaku paksaan.
2.3.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
2.3.2.1 Faktor Predisposisi
a) Umur
Usia / umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini (Notoatmodjo,2007). Umur berpengaruh dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dilatarbelakangi dengan factor lainnya seperti pendidikan dan pengalaman (Sampoerna dan Azwar, 1987) yang dikutip dari Wulandari (2012).
Menurut Whortington, et al. (1993) yang dikutip dalam Wulandari (2012) ibu dengan usia yang lebih muda dapat memproduksi ASI yang lebih lebih banyak dibandingkan ibu yang sudah tua dikarenakan adanya pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai dari permulaan tahun menstruasi sampai dengan usia 30 tahun, sedangkan diatas 30 tahun terjadi degenerasi payudara secara keseluruhan termasuk kelenjar alveoli sebagai kelenjar penghasil ASI sehingga mengurangi produksi ASI.
Hasil penelitian Astuti (2013), sebanyak 82,9% ibu yang memberikan ASI eksklusif berumur 20-30 tahun. Hasil uji statistik diperoleh p ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan pemberian ASI Eksklusif. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2010), sebanyak 35 ibu dari 52 ibu usia <20-30 tahun (67%0 tidak memberikan ASI eksklusif dan sebanyak 16 ibu dari 28 ibu usia > dari 30 tahun (57,1%) memberikan ASI eksklusif, diperoleh nilai p=0,034 dan nilai p< 0,05 sehingga nilai tersebut menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara usia dengan pemberian ASI eksklusif.
b) Pendidikan
Menurut Mudyahardjo (2004) dalam Wibowo (2010) menyatakan bahwa pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agat masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2005). Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu berhubungan dengan pola pemberian ASI eksklusif (Yuliandarin, 2009).
Kondisi tingkat pendidikan akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesehatannya (syafrudin, 2009). Sedangkan menurut Soeparmanto (2011), pendidikan dapat berefek positif atau berefek negative pada pemberian ASI eksklusif.
Pendidikan membuat seseorang terdorong untuk ingin tau, untuk mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan. Pendidikan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima suatu ide baru dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Sehingga promosi dan informasi mengenai ASI eksklusif dengan mudah diterima dan dilaksanakan. Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu berhubungan dengan pola pemberian ASI eksklusif (Yuliandarin, 2009).
Berdasarkan penelitian Astuti (2013), didapatkan bahwa 24,4% ibu yang memberikan ASI eksklusif berpendidikan tinggi. Hasil uji statistic diperoleh p<0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Anggrita (2009) di Medan bahwa tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif.
Pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi jumlah ibu tidak memberikan ASI pada bayinya. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu berpendidikan tinggi biasanya mempunyai banyak kesibukan diluar rumah, sehingga cenderung meninggalkan bayinya. Sedangkan ibu berpendidikan rendah lebih banyak tingga di rumah sehingga lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menyusui bayinya (Depkes, 2001).
c) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, mata pencaharian (KBBI, 2012). Bekerja bukanlah alasan untuk menghentikan ASI eksklusif, meskipun waktu cuti relative singkat. Seorang ibu yang bekerja dapat terus memberikan ASI secara eksklusif jika mempunyai pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja (Roesli, 2009).
Pekerjaan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang tidak bekerja berpeluang memberikan ASI eksklusif 16,4 kali dibandingkan ibu yang bekerja (Yuliandarin, 2009). Dunia kerja akan mengubah peran ibu dalam mengasuh anak. Sedikitnya lama cuti pasca melahirkan dan jam kerja yang panjang menjadi faktor beralihnya ibu ke susu formula dan ibu menyapih anak (Andini, 2006).
Menurut hasil Penelitian Astuti (2013), sebanyak 23,9 % ibu yang memberikan ASI eksklusif sebagai ibu rumah tangga. Hasil uji statistk diperoleh p≤0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR=0,170 artinya ibu sebagai ibu rumah tangga mempunyai peluang 0,17 untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang bekerja.
d) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui penginderaan yang dimiliki. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2005). Begitu pula dalam perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, jika mempunyai pengetahuan yang baik tentang ASI kemungkinan besar akan memberikan ASI eksklusif dan jika tidak didukung dengan pengetahuan yang baik mungkin kecenderungan untuk memberikan ASI eksklusif lebih rendah.
Rendahnya tingkat pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki ibu mengenai nutrisi bagi bayinya sampai umur 6 bulan dan manfaat yang terkandung dalam ASI (Sunar,2012).
Hasil penenlitian Wijayanti (2011) di Puskesmas Singkawang Timur Kalimantan Barat menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku ASI eksklusif. Hasil uji statistic menunjukkan nilai p=0,002 (p<α) dan OR 0,307, artinya responden dengan pengetahuan yang kurang berpeluang 0,3 kali memberikan ASI eksklusif dibandingkan responden yang berpengetahuan baik.
Penelitian di Kelurahan Kesilampe, Puskesmas Matta, Kota Kendari Sulawesi Tenggara yang dilakukan oleh Suhartin (2011), menunjukkan hasil bahwa pengetahuan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif, dimana ibu yang berpengetahuan baik mempunyai peluang 30 kali lebih besar dalam memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang berpengetahuan kurang.
e) Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Newcomb) dalam Notoatmodjo (2010).
Pengukuran sikap menurut Azwar (1995) menggunakan model Likert : Sikap Likert dikenal dengan Summated rating method. Dalam menciptakan alat ukur likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan dengan menggunakan alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subyek yang diteliti disuruh memilih salah satu alternative jawaban yang dikemukakan oleh Linkert:
1. Sangat setuju (strongly approve)
2. Setuju (approve)
3. Tidak mempunyai standard (undecided)
4. Tidak setuju (disapprove)
5. Sangat tidak setuju (strangly disapprove)
Hal ini di dukung dengan hasil penelitian dari Firmansyah (2012) yang mengatakan bahwa sikap ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tuban dengan nilai OR atau Exp (B) = 10,000 yang artinya bahwa responden dengan sikap baik kemungkinan memberikan ASI eksklusif 10 kali lebih besar dibandingkan responden dengan sikap cukup.
Menurut penelitian Isroni (2013), data antara sikap dengan perilaku pemberian ASI eksklusif bahwa 18,6 % ibu yang memberikan ASI eksklusif mempunyai sikap yang positif. Hasil uji statistic diperoleh p≤0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR=8,776 artinya ibu yang mempunyai sikap positif mempunyai peluang 8,77 kali untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang mempunyai sikap yang negatif
2.3.2.2 Faktor Pemungkin
a. Faktor Fisik Ibu
Faktor fisik ibu merupakan hal penting yang secara langsung akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Factor fisik tersebut antara lain putting tenggelam, ibu mengalami putting lecet dan mastitis. Sekitar 57% dari ibu menyusui dilaporkan pernah menderita lecet atau nyeri pada putting susu. Penyebab puting susu lecet terbesar adalah kesalahan dalam teknik menyusui.
Pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan sering timbul keluhan payudara bengkak, ini disebabkan karena ASI tidak disusui dengan adekuat sehingga sisa ASI terkumpul didalam system duktus. Payudara yang bengkak dan puting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman. Hal tersebut menimbulkan radang payudara berupa mastitis. Mastitis merupakan infeksi yang steril sehingga bayi dapat terus menyusui, tetapi rasa sakit yang timbul akan membatasi pemberian ASI.
b. Pengeluaran ASI
Setelah lahir bayi mulai menghisap maka suplai air susu meningkat dengan cepat. Pada keadaan normal, sekitar 100 ml tersedia pada hari kedua dan ini meningkat menjadi 500 ml pada minggu kedua. Produksi ASI yang paling efektif biasanya dicapai pada 10–14 hari setelah melahirkan. Selama beberapa bulan selanjutnya, bayi yang sehat mengkonsumsi sekitar 700–800 ml pe 24 jam. Bayi cukup bulan dan lahir tanpa komplikasi memiliki cadangan energi yang cukup untuk mempertahankan hidupnya selama 72 jam tanpa diberi minum atau makan apapun, sehingga tidak perlu takut bayi akan bermasalah jika tidak segera mendapat air susu.
Pada sebagian ibu terkadang kolostrum sudah keluar pada trimester ketiga, tetapi sebagian besar ibu kolostrum baru keluar pada hari ke-2 atau ke-3 setelah kelahiran. Kedua hal ini adalah normal karena pada 48 – 72 jam pasca kelahiran tubuh ibu mulai meningkatkan produksi ASI, sehingga ibu merasakan payudara mengencang dan mengeluarkan kolostrum.
2.3.2.3 Faktor Penguat
a. Dukungan Suami
Pada dasarnya proses menyusui bukan hanya antara ibu dan bayi, tetapi ayah juga memiliki peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya. Bagi ibu menyusui, suami adalah orang terdekat yang diharapkan selalu ada di sisi ibu dan selalu siap member bantuan. Keberhasilan ibu dalam menyusui tidak terlepas dari dukungan yang terus menerus dari suami (Swasono, 2008 dalam Ramadani, 2009).
Dukungan suami merupakan faktor penting terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Dukungan suami dibutuhkan mulai dari hamil sampai menyusui. Kepercayaan suami akan keberhasilan ibu dalam menyusui serta kemampuan suami memberikan informasi mengenai ASI dapat menghilangkan kendala yang ada dan merubah keadaan psikologis ibu. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliandarin (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif. Ibu yang mendapat dukungan suami yang baik berpeluang 12,98 kali lebih besar memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang memiliki dukungan suami yang rendah.
b. Dukungan Keluarga
Banyak penelitian sudah menemukan bukti hubungan antara dukungan menyusui, baik dari keluarga, masyarakat, maupun petugas kesehatan dengan keberhasilan ASI eksklusif. Dibeberapa penelitian di Eropa, dukungan menyusui dari suami atau keluarga besar terbukti meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif. Penelitian di Kalgari, Kanada tahun 2009 menemukan kelompok ibu yang memiliki dukungan sosial yang rendah memiliki risiko 1,6 kali lipat untuk berhenti memberikan ASI eksklusif sebelum 6 bulan. Sikap dan perilaku suami dalam menyusui sangat penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku ibu dalam menyusui (Fahriani, 2013).
c. Dukungan Tenaga kesehatan
Berhasil atau tidaknya menyusui di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat bergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan atau dokter. Merekalah orang pertama yang membantu ibu bersalin untuk memberikan ASI kepada bayi.
Hasil penelitian Rahayu (2013), (p=0,000 < α = 0,005) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara peran petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten Bone. Hal ini sejalan dengan penelitian Nikma (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Gribig bahwa terdapat hubungan peran bidan terhadap pemberian ASI eksklusif.
2.4 Kerangka Teori
|
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
Sumber :Aplikasi Kerangka PRECED-PROCEED untuk pemberian ASI eksklusif yang diadop dari (Green dalam Notoatmodjo, 2010) dan (Suraatmaja, 1997)