Sunday, October 19, 2025

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA LUKA BAKAR DI RAWAT DARURAT

 

I.              ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA LUKA BAKAR DI RAWAT DARURAT


Sumber :

(Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT

 

EGC. Jakarta.)

 

(Muttaqin, Arif. Kumala Sari.2002. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Penerbit

Salemba.)

A.    Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian cedera luka bakar di ruang rawat darurat, perawat menginventarisasi dari data hasil pengkajian yang didapat melalui petugas di luar rumah sakit (petugas penyelamat, seperti PPPK atau petugas gawat darurat). Pengkajian keperawatan dalam fase darurat luka bakar berfokus pada prioritas utama bagi setiap pasien trauma dengan luka sebagai permasalahan sekunder.

      Apabila pasien mampu bicara, lakukan pemberian pertanyaan tentang proses dan mekanisme cedera secara ringkas dan cepat. Parameter anamnesis yang penting adalah penyebab cedera luka bakar yang akan berpengaruh terhadap intervensi yang akan dilaksanakan.

      Pengkajian tanda-tanda vital harus diperksa dengan sering. Status respirasi dipantau dengan ketat. Denyut nadi apical, carotid, dan femoral dievaluasi. Pemantauan jantung dilakukan bila terdapat indikasi pasien memiliki riwayat penyakit jantung, cedera listrik atau masalah respirasi, atau bilamana irama denyut nadinya terganggu, atau frekuensi nadinya abnormal lambat atau cepat. Jika semua ekstermitas terbakar, pengukuran tekanan darah mungkin sulit dikerjakan. Balutan steril yang ditaruh di bawah manset sphygmomanometer akan melindungi luka terhadap kemungkinan kontaminasi. Oleh karena bertambahnya edema membuat tekanan darah sulit diauskultasi.

Pada pasien dengan cedera luka bakar derajat 2 dan 3, sedang infuse yang berdiameter besar dan kateter urine harus dipasang. Pengkajian perawat mencakup pemantauan intake dan output cairan. Urine output merupakan indicator yang sangat baik untuk menunjukkan status sirkulasi harus dipantau dengan cermat dan diukur setiap satu jam. Jumlah urine yang diperoleh pertama kali ketika kateter urine dipasang harus dicatat karena data ini dapat membantu menentukan fungsi ginjal dan status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Pengkajian urine output antara lain warna urine kemerahan yang menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobin yang terjadi akibat kerusakan otot karena luka bakery ang dalam dengan disertai cedera listrik atau kontak yang lama dengan nyala api.

Pengkajian suhu tubuh, berat badan, riwayat berat praluka bakar, alergi, imunisasi tetanus, masalah medis serta bedah pada masa lalu. Penyakit sekarang dan penggunaan obat harus dinilai. Pengkajian fisik dari kepal hingga ujung kaki dilakukan dengan berfokus pada tanda dan gejala dari penyakit atau cedera yang menyertai atau komplikasi yang timbul.

Pengkajian terhadap luka bakar harus berkesinambungan dan difasilitasi dengan menggunakan diagram anatomic (yang sudah dijelaskan sebelumnya). Di samping itu, perawat harus bekerja sama dengan dokter untuk mengkaji dalamnya luka bakar, serta mengidentifikas daerah luka bakar derajat 2 dan 3. Luka bakar derajat 2 superfisial ditandai oleh segera terjadinya lepuh dan nyeri hebat. Luka bakar derajat kedua dalam ditandai oleh lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri. Luka bakar derajat ketiga tampak datar, tipis dan kemerahan. Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungkin tampak putih atau hitam. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin tampak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung. Luka bakar lisrik biasanya timbul di titik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada luka yang tampak di bagian luar.

Pengkajian neurologic berfokus pada tingkat kesadaran pasien, status fisiologik, tingkat nyeri serta kecemasan, da perilaku pasien. Pemahaman pasien dan keluarganya terhadap cedera serta penanganannya juga perlu dinilai.

 

B.    Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan data hasil pengkajian, diagnosis keperawatan yang menjadi prioritas dalam asuhan keperawatan di ruang darurat pada cedera luka bakar, meliputi hal berikut ini.

1.     Actual/ risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karnon monoksida inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.

2.     Actual/ risiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan edema dan efek dan inhalasi asap.

3.     Actual/ risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.

4.     Actual/ risiko hipotermia berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.

5.     Nyeri berhubungan dengan hipoksia jaringan, cedera jaringan, serta saraf dan dampak emosional dari luka bakar.

6.     Kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan dampak emosional dari luka bakar

 

C.    Rencana Keperawatan

Tujuan utama fase darurat/ resusitasi dalam perawatan luka bakar mencukup pemeliharaan saluran napas yang paten, ventilasi, dan oksigenasi jaringan pencapaian keseimbangan cairan serta elektrolit yang optimal dan perfusi organ vital, pemeliharaan suhu tubuh yan normal, rasa nyeri serta ansietas yang minimal, dan tidak adanya komplikasi yang potensial.

 

Aktual/ risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbonmonoksida, inhalasi asam dan obstruksi saluran napas atas

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam, gangguan pertukaran gas teratasi

Criteria hasil:

1.     Pasien tidak sesak napas

2.     RR dalam rentang normal (16-24x/menit)

3.     Pemeriksaan gas arteri pH 7,40±0,005, HCO2, 24±2meq/liter, PaCO2: 40mmHg

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji factor penyebab gangguan pertukaran gas

Pemeriksaan untuk mengkaji pertukaran gas yang adekuat dan bersihan saluran napas merupakan aktivitas keperawatan yang esensial. Frekuensi, kualitas dan dalamnya respirasi harus dicatat. Paru-paru  diauskulatasi untuk mendeteksi suara tambahan (abnormal). Di samping pengkajian keperawatan terhadap status respirasi, oksimeter denyut nadi dapat digunakan untuk memantau kadar oksigen dalam darah arterial. Pemakaian oksimeter  denyut nadi pada pasien luka bakar memiliki kekurangan, yaitu perfusi jaringan yang buruk, serta edema mempersulit pemeriksa untuk mendapatkan signal yang akurat, dan osimeter tidak dapat membedakan karboksi hemoglobin dengan oksihemoglobin.

2

Monitor ketat TTV.

Perubahan TTVakan memberikan dampak pada risiko asidosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis.

3

Beri oksigen 4 l/menit dengan metode kanul atau sungkup non rebreathing

Terapi pemeliharaan untuk kebutuhan asupan oksigenasi

4

Istirahatkan pasien dengan posisi fowler

Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.

5

Ukur intake dan output

Penrunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/ air, dan penurunan urine output

6

Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung

Lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi Oksigen, ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

7

Kolaborasi berikan bikarbonat

Jika penyebab masalah adalah masukan klorida, maka pengobatannya adalah ditujukan pada menghilangkan sumber florida

9

Kolaborasi pantau data laboratorium analisis gas darah berkelanjutan

Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolic adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke batas yang aman, dan menanggulangi sebab asidosis yang mendasarinya. Dengan memontoring  perubahan dari analisis gas darah berguna untuk menghindar komplikasi yang tidak diharapkan

 

Aktual/ risiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien mengalami bersihan jalan nafas yang efektif

Kriteria Hasil:

1)    Jalan napas bersih, tidak ada obsruksi pada jalan napas

2)    Suara napas normal tidak ada bunyi napas tambahan seperti stidor

3)    Tidak ada penggunaan otot bantu napas

4)    RR  dalam rentang normal

A.    Tanda-tanda vital klien normal

1)    Suhu:36,5-37,5 derajat Celsius

2)    RR:16-24x/menit

3)    Tekanan darah:110-130/70-90mmHg

4)    Nadi: 60-90x/menit

 

Tindakan

Rasional

Kaji dan monitor jalan napas

Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Gerakan toraks dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas

Tempatkan pasien di bagian resusitasi

Untuk memudahkan dalam melakukan monitoring status kardiorespirasi dan intervensi kedaruratan

Beri oksigen empat liter/ menit dengan metode kanul atau sungkap non rebreating

Pemeriksaan oksigen dilakukan pada fase awal pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yan akan memengaruhi pengaturan pernapasan.

Lakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif

Tindakan perawatan pulmoner yang agresif, termasuk tindakan membalikan tubuh pasien, mendorong inspirasi kuat yang periodic dengan spirometri, dan mengeluarkan timbunan secret melalui pengisapan trakea jika diperlukan. Semuanya ini merupakan tindakan yang penting terutama pada pasien luka bakar dengan cedera inhalasi. Pengaturan posisi tubuh pasien untuk mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan ekspansi dada yang maksimal, dan pemberian oksigen yang dilembabkan atau pelaksanaan ventilasi mekanis dapat menurunkan lebih lanjut stress metabolic dan memastikan oksigenasi jaringan yang adekuat. Asepsis dipertahankan melalui perawatan untuk menghindari kontaminasi pada traktus respiratorius dan mencegah infeksi yang meningkatkan kebutuhan oksigenasi metabolic.

Bersihkan sekresi pada jalan napas dengan lakukan suction apabila kemampuan mengevakuasi secret tidak efektif

Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lender yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual, tetapi hati-hati dengan spatel lidah yang dibungkus kasa.

Mucus menyumbat faring atau trakea diisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring.

Instruksikan pasien untuk pernapasan dalam dan melakukan batuk efektif

Pada pasien luka bakar disertai inhalasi asap dengan tingkat toleransi yang baik, maka pernapasan diafragma tingkat toleransi yang baik, maka pernpasan diafragma dpaat meningkatkan ekspansi paru. Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas, beragam tindakan seperti meminta pasien untuk menguap atau dengan melakukan inspirasi maksimal.

Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mucus

Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi pembersihan jalan napas

Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk segera dilakukan terapi endoskopik atau pemasangan tamponade balon.

 

Aktual atau risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Criteria hasil:

1)    Pasien tidak mengeluh pusing tanda-tanda vital dalam kesadaran optima, urine >600 ml/ hari

2)    Membrane mukosa lembap, turgor kulit normal, CRT<3 detik

3)    Keluhan diare, mual, dan muntah berkurang

4)    Laboratorium: nilai elektrolit normal, analisa gas darah normal

B.    Tanda-tanda vital klien normal

5)    Suhu:36,5-37,5 derajat Celsius

6)    RR:16-24x/menit

7)    Tekanan darah:110-130/70-90mmHg

8)    Nadi: 60-90x/menit

 

Tindakan

Rasional

Identifikasi factor penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia, luka bakar, kedalaman luka bakar, dan adanya riwayat penyakit lain

Paramerter dalam menentukan intervensi kedaruratan. Perpindahan dan kehilangan cairan yang cepat selama periode awal pasca luka bakar mengharuskan perawat untuk memeriksa tanda-tanda vital dan urine output dengan sering di samping menilai tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, serta curah jantung pada pasien luka bakar yang sakitnya berat. Pemberian ciaran infuse dilakukan menurut program medis. Volume cairan yang diinfuskan harus sebanding dengan volume urine output. Pencatatan intake dan output cairan yang cermat serta berat badan pasien juga diperlukan. Kadar elektrolit serum harus dipantau. Perawat biasanya merupakan petugas pertama untuk mengenali terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Kolaborasi skor dehidrasi

Menentukan jumah cairan yang diberikan sesuai dengan derajat dehidrasi dari individu

Lakukan pemasangan IVFD (intravenous fluid drops)

Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut, maka lakukan pemasangan IVFD. Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan derajat dehidrasi.

Pemberian 1-2 L cairan Ringer Laktat secara tetesan cepat sebagai kompensasi awal hidrasi cairan diberikan untuk mencegah syok hipovolemik (lihat intervensi kedaruratan syok hipovolemik).

Dokumentasi dengan akurat tentang intake dan output cairan

Sebagai evaluasi penting dari intervensi hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi

Evaluasi kadar elektrolit serum

Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma

Dokumentasi perubahan klinik dan laporkan dengan tim medis

Perubahan klinik seperti penurunan urine output secara akut perlu diberitahu kepada tim medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya dan menurunkan risiko terjadinya asidosis metabolic

Monitor khusus ketidakseimbangan elektrolit pada lansia

Individu lansia dapat dengan cepat mengalami dehidrasi dan menderita kadar kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat diare. Individu lansia yang menggunakan digitalis harus waspada terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia pada diare.

 

Aktual atau risiko hipotermia berhubungan dengan gangguan mikroskopis kulit dan luka yang terbuka

Tujuan; dalam waktu 1x24 jam fase kritis NET tidak mengalami hipotermi

Kriteria Hasil
1) CRT <3detik

2) Akral hangat

3)    Tanda-tanda vital klien normal

a)    Suhu:36,5-37,5 derajat Celsius

b)    RR:16-24x/menit

c)     Tekanan darah:110-130/70-90mmHg

d)    Nadi: 60-90x/menit

 

TINDAKAN

RASIONAL

Kaji derajat, kondisi ke dalaman, dan luasnya lesi luka bakar

Semakin tinggi derajat kedalaman, dan luas dari luka bakar maka risiko hipotermi akan lebih tinggi.

Penderita luka bakar luas cenderung untuk menggigil.

Dehidrasi dapat semakin berat jika daerah kulit yang rusak terkena aliran udara hangat yang terus menerus

Sesuaikan suhu kamar dalam kondisi tidak terlalu hangat dan tidak terlalu dingin

Pasien biasanya sensitive terhadap perubahan suhu kamar. Tindakan yang diimplementasikan pada pasien luka bakar, seperti pemakaian selimut katun, lampu penghangat yang dipasang pada langit-langit kamar atau alat pelindung panas sangat berguna untuk mempertahankan kenyamanan dan suhu tubuh pasien.

Lakukan intervensi perawatan luka dengan cepat

Untuk mengurangi gejala menggigil dan kehilangan panas, perawat harus bekerja dengan cepat dan efisien ketika luka yang lebar harus dibuka bagi perawatan luka. Suhu tubuh pasien dipantau dengan cermat

Evaluasi suhu tubuh, menggigil atau minta pasien untuk melaporkan apabila merasa kedinginan

Intervensi penting untuk mencegah hipotermi yang lebih berat

 

Nyeri b.d. hipoksia jaringan cedera jaringan serta saraf dan dampak emosional dari luka bakar

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri berkurang atau hilang atau beradaptasi

Kriteria Hasil:

Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4)

Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

Pasien tidak gelisah

INTERVENSI

RASIONAL

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST

Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan.

Gejala kegelisahan dan ansietas sering dikaitkan dengna rasa nyeri sebenarnya yaitu dapat berasal dari keadaan hipoksia, oleh karena itu, pengkajian status respirasi yang saksama sangat penting sebelum pemberian analgetik yang dapat menyupresi system pernapasan dalam periode awal pasca luka bakar.

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

Atur posisi fisiologis

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami peradangan. Pengaturan posisi ideal adalah pada arah yang berlawanan denan letak dari lesi. Bagian tubuh yang mengalami inflamasi local dilakukan imobilisasi untuk menurunkan respon peradangan dan meningkatkan kesembuhan

Istirahatkan klien

Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi ini akan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan

Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari peradangan

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik preparat morfin

Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. Penyuntikan intravena preparat morfin untuk analgetik opioid lainnya biasanya diprogramkan untuk mengurangi nyeri. Namun, pemberian dengan dosis yang tingi perlu dihindari dalam fase darurat karena terdapatnya bahaya supresi pernapasan pada pasien yang dirawat dengna ventilasi nonmekanis dan kemungkinan tersamarnya gejala yang lain. Cara penyuntukan subkutan dan intramuscular tidak digunakan karena gangguan sirkulasi pada jaringan yang cedera membuat absorbs preparat tersebut tidak bisa diperkirakan. Pemberian intravena preparat sedative mungkin diperlukan pula. Obat pereda nyeri yang memadai harus disediakan dalam perawatan dalam perawatan pasien dengan luka bakar yang akut karena obat tersebut bukan hanya untuk menjamin kenyamanan pasien, tetapi juga mengurangi kebutuhan oksigen jaringan akibat respon nyeri fisiologik. Oleh karena intesitasnya, nyeri yang berhubungan  dengan luka bakar tidak mungkin bisa dihilangkan sama sekali.

 

Kecemasan b.d. kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kecemasan klien berkurang

Kriteria Hasil:

1)    Pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab dan factor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, dan wajah rileks

INTERVENSI

RASIONAL

Kaji kondisi fisik dan emosional pasien dan keluarga dari adanya luka bakar yang dialami

Normalnya, pasien luka bakar dan keluarganya akan mengalami stress emosional dan ansietas yang hebat. Kendati demikian, tingkat ansietas yang tinggi pada pasien luka bakar fase darurat harus dihindari dengan dua alasan: (1) ansietas akan meningkatkan rasa nyeri fisik dan psikologik yang berkaitan dengan luka bakar dan (2) tingkat ansietas yang tingi lebih lanjut akan meningkatkan stress fisiologik yang merugikan pasien. Pengkajian dengan penuh kewaspadaan terhadap dinamika keluarga, strategi koping dan tingkat ansietas dapat memfasilitasi penyusunan rencana intervensi yang disesuaikan menurut  kebutuhan masing-masing

Hindari konfrontasi

Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat

Selama periode darurat, dukungan emosional dan penjelasan yang sederhana tentang prosedur penanganan, serta perawatan pasien harus diberikan. Namun, karena prioritas utama dalam periode ini adalah stabilisasi kondisi fisik pasien, maka intervensi psikososial merupakan tindakan yang terbatas dalam pemberian dukungan bagi pasien dengan keluarganya untuk melewati fase inisial syok luka bakar. Peredaan rasa nyeri yang adekuat akan membantu mengurangi tingkat ansietas dan meningkatkan kemampuan koping. Jika pasien tetap terlihat sangat cemas dan agitatif sesudah dilakukan intervensi psikologik, pemberian obat antiansietas dapat dipertimbangkan oleh tim medis yang merawat pasien. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya

Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan

Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan

 

II.             ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA LUKA BAKAR PADA FASE AKUT

A)    Pengkajian

Pengkajian yang berkesinambungan terhadap pasien luka bakar selama minggu pertama sesudah terjadinya luka bakar berfokus pada berbagai perubahan hemodinamika, proses kesembuhan luka, rasa nyeri dan respon psikososial, serta deteksi dini komplikasi. Pengkajian terhadap status respirasi dan cairan tetap merupakan prioritas paling utama untuk mendeteksi komplikasi potensial.

Tanda-tanda vital harus diukur dengan wring. Pengkajian yang berkesinambungan terhadap denyut nadi perifer merupakan pemeriksaan yang esensial selama beberapa hari pertama pasca luka bakar ketika edema terus bertambah sehingga berpotensi untuk merusak saraf perifer dan membatasi aliran darah. Hasil observasi elektrokardiogram (EKG) dapat memberikan petunjuk adanya aritmia jantung akibat gangguan keseimbangan kalium, penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya atau efek dari cedera listrik atau syok luka bakar.

Pengkajian terhadap volume isi lamung yang tersisa (residu) dan nilai pH pada pasien yang dipasang selang nasogastrik juga merupakan pemeriksaan yang penting dan memberikan petunjuk adanya sepsis yang dini atau kebutuhan akan terapi antasida. Darah dalam cairan aspirasi lambung atau feses juga harus dicatat dan dilaporkan.

Pengkajian terhadap luka bakar memerlukan mata, tangan, dan indra pembau yang berpengalaman. Ciri pengkajian luka bakar yang penting mencakup ukuran, warna, ban, eskar, eksudat, pembentukan abses di bawah eskar, calon pertumbuhan epitel (kumpulan sel yang kecil dan menyerupai mutiara pada permukaan luka), perdarahan, penampakan jaringan granulasi, kemajuan proses pencangkokan kulit serta lokasi donor, dan kualitas kulit disekitarnya. Setiap perubahan yang signifikan pada luka bakar tersebut harus dilaporkan kepada dokter karena biasanya perubahan ini menunjukkan keadaan sepsis luka bakar atau sepsis sistemik dan memerlukan intervensi yang segera.

Pengkajian lain yang signifikan dan harus terus dilaksanakan ditujukan pada rasa nyeri dan respon psikososial, berat badan tiap hari, asupan kalori, status hidrasi secara umum dan kadar elektrolit, hemoglobin, serta hematokrit dalam serum. Pengkajian terhadap perdarahan yang berlebihan dari pembuluh darah di dekat daerah yang menjalani eksplorasi bedah dan debridement juga diperlukan

 

B)    Diagnosis Keperawatan

1.     Aktual/ risiko tinggi kelebihan volue cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler dan perpndahan cairan dari ruang interstisial ke dalam intravascular.

2.     Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.

3.     Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dari tubuh berhubungan dengan hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.

4.     Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.

5.     Nyeri berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka bakar.

6.     Hambatan imobilitas berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri dan kontraktur penelitian.

7.     Koping tidak efektif berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas, berduka dan ketergantungan pada petugas kesehatan.

8.     Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penanganan luka bakar

 

C)    Intervensi

Aktual atau risiko tingi kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang interstesial ke dalam intravascular

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik

Kriteria Hasil:

1)    Klien tidak sesak napas, tidak ada edema ekstremitas, produksi urine >600 ml/hr

2)    Tanda-tanda vital klien normal

a)    Suhu:36,5-37,5 derajat Celsius

b)    RR:16-24x/menit

c)     Tekanan darah:110-130/70-90mmHg

d)    Nadi: 60-90x/menit

 

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji adanya kelebihan volume cairan secara periodic

Untuk mengurangi risiko terjadi kelebihan beban (overloading) cairan dan gagal jantung kongestif yang ditimbulkannya, perawat harus memantau dengan ketat asupan cairan pasien lewat pemberian oral maupun intravena (infuse) dengan menggunakan pompa nafas untuk meminimalkan risiko infuse cairan yang terlalu cepat. Untuk perubahan dalam status cairan, intake, dan output cairan harus dicatat dengan teliti dan berat badan harian pasien diukur. Perubahan pada tekanan arteri pulmonalis, tekanan baji kapiler pulmonalis dan tekanan vena sentral di samping tekanan darah dan frekuensi nadi juga harus dilaporkan kepada dokter. Pemberian dopamine dengan dosis rendah guna meningkatkan perfusi renal dawn. Pemberian diuretic dapat dilakukan dengan program dokter untuk mendorong peningkatan urine output. Peranan perawat adalah pemberian preparat ini sesuai dengan program dokter dan memantau respon pasien.

2

Kaji  tekanan darah

Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui darai meningkatkan tekanan darah

3

Ukur intake dan output

Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium atau air, dan penurunan urine output

4

Timbang berat badan

Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan

5

Kolaborasi berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi ccairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan demand miokardium meningkat

6

Kolaborasi dengan pemantauan data laboratorium elektrolit kalium

Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi

 

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilang barier kulit dan terganggu respon imun

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak

Kriteria Hasil:

1)    Lesi luka bakar mulai menutup pada hari ke-7 minimal 0,5 cm tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area sekitar lesi

2)    Leukosit dalam batas normal

 

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji derajat, kondisi kedalaman, dan luasnya lesi luka bakar, serta apakah adanya order khusus dari tim dokter dalam melakukan perawatan luka

Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpanan dari tujuan yang diharapkan

Bagian utama dari peranan perawat selama fase akut dan fase lainnya dalam perawatan luka bakar adalah mendeteksi serta mencegah infeksi. Perawat bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman serta bersih dan meneliti luka bakar dengan cermat guna mendeteksi tanda dini infeksi. Hasil pemeriksaan kultur dan pemeriksaan hitung sel darah ptih harus dipantau

2

Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering

Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respon inflamasi local dan akan memperlama penyembuhan luka

3

Lakukan intervensi untuk menurunkan infeksi

Tempatkan pasien pada ruan perawatan khusus, seperti ruang perawatan luka bakar untuk mencegah infeksi. Monitor dan evaluasi adanya tanda dan gejala infeksi sistemik. Pemantauan yang ketat terhadap tanda vital dan pencatatan setiap perubahan yang serius pada fungsi respiratorius, renal, atau gastrointestinal dapat mendeteksi dengan cepat dimulainya suatu infeksi

Tindakan asepsis yang mutlak harus selalu dipertahankan selama pelaksanaan perawat kulit yang rutin.

Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan sterik ketika melaksanakan prosedur tersebut diperlukan setiap saat.

Ketika keadaannya meliputi bagian tubuh yang luas, pasien harus dirawat dalam sebuah kamar pribadi untuk mencegah kemungkinan infeksi silang dari pasien ke pasien lain.

Para pengunjung harus mengenakan pakaian pelindung dan mencuci tangan mereka sebelum menyentuh pasien.

Orang yang menderita penyakit menular tidak boleh mengunjungi pasien sampai mereka sudah tidak lagi berbahaya bagi kesehatan pasien tersebut.

4

Lakukan  perawatan luka steril setiap hari

Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari untuk membersihkan debris dan menurunkan kontak human masuk ke dalam lesi. Intervensi dilakukan dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke lesi pemfigus

5

Bila perlu premedikasi sebelum melakukan perawatan luka

Pasien dengan lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan premedikasi dahulu dengan preparat analgetik sebelum perawatan kulitnya mulai dilakukan.

6

Bersihkan luka jenis cairan yang disesuaikan dengan kondisi individu

Pada pasien luka yang sudah mulai mongering, pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine povidum sebagai antiseptic dan dengan arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka. Antiseptic iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka maka harus dibersihkan dengan alcohol atau normal saline

7

Hindari menggunakan BAHP (bahan alat habis pakai) untuk tidak digunakan pada sisi luka bakar lainnya

Perawat dapat tanpa sengaja mempermudah migrasi mikroorganisme dari luka bakar yang satu ke luka bakar lainnya dengan menyentuh lukanya atau balutan. Linen tempat tidur dapat menyebarluaskan infeksi melalui kolonisasi mikroorganisme luka bakar atau kontaminasi feses. Memandikan bagian tubuh yang tidak terbakar dan mengganti linen yang dilakukan secara teratur dapat membantu mencegah infeksi

8

Kolaborasi penggunaan antibiotic

Antibiotic injeksi diberikan untuk mencegah aktivasi kuman yang bisa masuk. Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic serta memberikan antibiotic sesuai pesanan dokter

 

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien telah diberikan asupan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil:

1)    Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat

2)    Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

3)    Penurunan berat badan selama 5x24 jam tidak melebihi dari 0,5 kg

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan dan riwayat mual atau muntah

Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.

Berat badan pasien ditimbang setiap hari (kalau perlu dengan timbangan tempat tidur).

Lesi oral dapat mengakibatkan disfagia sehingga memerlukan pemberian makanan lewat sonde atau terapi nutrisi parenteral total.

Formula enteral atau suplemen enteral yang diprogramkan diberikan melalui sonde sampai pemberian peroral dapat ditoleransi

Penghitung jumlah kalori per hari dan pencatatan semua intake serta output secara akurat sangat penting

2

Evaluasi adanya alergi maknaan dan kontraindikasi makanan

Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipertensi, gout, dan lainnya dapat memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan.

3

Fasilitasi pasien dalam memenuhi asupan nutrisi

Pemberian cairan oral harus dimulai dengan perlahan ketika bising usus mulai terdengar kembali. Toleransi pasien perlu diperhatikan. Jika tidak terjadi vomitus dan distensi abdomen, pemberian cairan dpaat ditingkatkan secara bertahap dan pasien dapat melanjutkan intervensi nutrisinya dengan diet normal atau maknan sonde.

Jika tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori  tidak dapat dicapai melalui nutrisi oral, selang nasogastrik (sonde lambung) dapat dipasang dan digunakan untuk pemberian nutrisi enteral dengan formula khusus secara bolus atau kontinu

4

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi/ pemeriksaan peroral

Menurunkan rasa tak enak karena sisa makan dan bau obat yang dapat merangsang pusat muntah

5

Dukung dan bantu pasien yang mengalami anoreksia

Pasien yang mengalami anoreksi memerlukan dorongan dan dukungan dari perawat untuk meningkatkan asupan makanannya. Lingkungan pasien sedapat mungkin harus dibuat menyenangkan pada jam makan. Memesan makanan yang disukai pasien dan menawarkan kudapan yang kaya akan protein serta vitamin merupakan cara-cara untuk mendorong pasien agar mau meningkatkan secara bertahap asupan makanannya

6

Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang

Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi atau gangguan dari luar

7

Anjarkan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemenuhan nutrisi

Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan asupan nutrisi sesuai dengan tingkat toleransi individu

8

Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat

Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energy dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien

 

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka

Tujuan: setelah dilakukan 12x24 jam integritas kulit membaik secara optimal

Kriteria hasil:

1)    Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoarisis berkurang

 

2)     

 

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien

Menjadi data dasar untuk memberi informasi intervensi perawatan yang akan digunakan

2

Lakukan tindakan peningkatan integritas jaringan

Perawatan luka biasanya menjadi komponen satu-satunya yang paling menghabiskan waktu dalam perawatan luka bakar pasca fase darurat. Perawat harus memahami dasar pemikiran dan implikasi keperawatan untuk berbagai cara pendekatan dalam penatalaksanaan luka bakar. Fungsi keperawatan mencakup pengkajian serta pencatatan setiap perubahan atau kemajuan dalam proses kesembuhan luka dan menjaga agar semua anggota tim perawatan terus mendapatkan informasi tentang berbagai perubahan pada luka atau penanganan pasien

Perawatan luka tertutup

3

Lakukan pergantian balutan pada perawatan luka bakar tertutup

Balutan pada pasien luka bakar biasanya dilakukan di bagian perawatan kurang lebih 20 menit sesudah pemberian analgetik. Pembalut juga dapat diganti di kamar bedah sesudah pasien dianestesi. Masker, penutupan rambut, apron plastic yang sekali pakai atau gaun bedah dan sarung tangan steril harus dikenakan oleh petugas kesehatan pada saat melepas balutan atau kasa penutup luka. Pembalut luar dapat digunting dengan gunting yang ujungnya tumpul atau gunting perban, sedangkan balutan kotor dilepas dan dibuang dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan untuk pembuangan bahan yang terkontaminasi. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi atau diguyur dengan larutan salin. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati dan perlahan memakai forceps atau tangan yang mengenakan sarung tangan steril. Pasien bisa turut serta melepas pembalutnya sehingga dapat mengendalikan sediri prosedur yang menimbulkan rasa nyeri. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk menghilankan debris, setiap preparat topical yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Gunting serta forceps yang steril dapat digunakan untuk memangkas nekrotik yang lepas dan mempermudah pemisahan kulit yang sudah mati.

4

Evaluasi kondisi luka bakar dan tutup luka

Selama pelaksanaan prosedur ini, luka dan kulit di sekitarnya diinspeksi dengan teliti. Warna, bau, ukuran, eksudat, tanda reepitalisasi dan karakteristik lainnya dari luka, serta jaringan nekrotik dan setiap perubahan dari penggantian pembalut sebelumnya harus dicatat. Jika lukanya bersih, daerah yang terbakar dilakukan swabbing (disapu dengan menggunakan suatu cairan dan dikeringkan dengan menggunakan kasa) sampai kering dan preparat topical yang diresepkan dioleskan apda daerah tersebut. Luka tersebut kemudian ditutup dengan beberapa lapis kasa pembalut. Pada kondisi luka bakar daerah lengan bisa menggunakan mitela sederhana untuk memudahkan mobilisasi

6

Pilih penggunaan kasa untuk pembalut luka

Kasa yang tipis digunakan pada daerah persendian untuk memungkinkan gerakan sendi (kecuali jika pada daerah tersebut dapat dicangkokan sehingga gerakan merupakan kontraindikasi). Kasa yang tipis juga dipasang pada daerah yang akan dipasang bidai yang didesain untuk mengikuti kontur tubuh sehingga menghasilkan posisi yang benar. Pemasangan kasa pembalut yang melingkar juga harus dilakukan di sebalah distal hingga proksimal.

7

Lakukan komunikasi efektif

Komunikasi yang akrab dan kerja sama antara pasien, dokter bedah, perawat, dan anggota tim perawatan lainnya sangat esensial untuk menghasilkan perawatan luka yang optimal. Daeah luka yang berbeda pada pasien tertentu mungkin memerlukan berbagai teknik perawatan. Diagram yang dipasang pada sisi tempat tidur sangat berguna untuk memberitahukan petugas mengenal program terakhi perawatan luka bakar, bentuk bidai yang harus dipasang di atas balutan dan jenis balutan yang perlu diikuti sebelum balutan dipasang kembali

8

Penuhi kebutuhan balutan oklusif terutama pada perawat luka bakar dengan graff

Pemakaian balutan memiliki peranan tersendiri dalam perawatan luka bakar yang khusus. Balutan oklasif merupakan kasa tipis yang sebelumnya sudah dibubuhi dengan preparat antibiotic topical atau yang dipasang sesudah luka bakar diolesi dengan salep atau krim antibiotic. Balutan oklusif paling sering digunakan pada daerah luka bakar dengan cangkokan kulit yang baru. Balutan ini dipasang dalam kondisi steril di ruang operasi. Tujuannya adalah untuk melindungi graft dan meningkatkan kondisi yang optimal bagi pelekatan cangkokan tersebut pada lokasi resipiennya. Idealnya, balutan ini harus dibiarkan pada tempatnya selama tiga hingga lima hari dan sesudah itu dilepas oleh dokter yang memeriksa keadaan graft

9

Lakukan perawatan balutan oklusif

Bila dipasang balutan oklusif, tindakan kewaspadaan harus diambil untuk mencegah agar dua permukaan tubuh tidak saling bersentuhan, seperti di antara jari-jari tangan dan kaki, telinga, dan kulit kepala, daerah di bawah payudara, setiap tempat fleksi, atau diantara lipatan genitalia. Kesejajaran tubuh fungsional dipertahankan dengan pemakaian bidai atau pengaturan posisi tubuh pasien yang cermat.

Perawatan Luka terbuka

10

Kaji keperluan perawatan luka bakar terbuka

Kadang luka bakar dibiarkan terbuka agar terkena udara. Perawatan luka tetap dilakukan sesudai dengan cara yang dijelaskan sebelumnya dan preparat tupikal (yang paling sering dipakai, mafenid asetat) dioleskan pada luka apabila tidak dibalut. Keberhasilan metode perawatan terbuka yan dilakukan perawatan dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan yang kondusif dan perawat yang berhubungan langsung dengan pasien dalam melakukan intervensi keperawatan harus mengenakan masker, tutup kepala, serta gaun yang steril; para pengunjung dianjurkan untuk mengenakan jubah penutupan dan tidak boleh menyentuh ranjang atua memberikan sesuatu dengan tangannya kepada pasien

11

Fasilitasi lingkungan untuk perawatan luka bakar terbuka

Beberapa rumah sakit besar memiliki fasilitas yang memungkinkan untuk meminimalkan infeksi silang, maka sebagian dokter berkeinginan agar pasien luka bakar dirawat secara terbuka dengan mempertahankan lingkungan yang bersih dan bergantung pada efisiensi preparat antibakteri topical dalam membatasi infeksi luka bakar. Oleh karena itu, pada kondisi kamar pasien harus dijaga pada suhu hangat yang nyaman dengan kelembapan 40-50% untuk mencegah kehilangan cairan melalui penguapan (evaporasi) yang berlebihan, di samping untuk mempertahankan suhu tubuh pasien. Sebuah kelambu dapat diletakkan di atas tubuh pasien untuk mencegah agar selimut tidak mengetahui bagian tubuh yang terbakar, untuk memperkecil efek aliran udara mengingat pasien luka bakar sangat sensitive terhadap aliran udara, dan untuk menutupi tubuh pasien

12

Kolaborasi untuk intervensi debridement

Debridement merupakan sisi lain pada perawat luka bakar. Tindakan ini memiliki dua tujuan:

a)    Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asig sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri.

b)    Untuk menghilankan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka

Sesudah terjadi luka bakar derajat 2 dan 3, bakteri terdapat pada antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan variabel yang ada di bawahnya secara berangsur akan mencairkan serabut kolagen yang menahan eskar pada tempatnya selam minggu pertama atau kedua pasca luka bakar. Semua enzim proteolitik dan ensim alami lainnya menyebabkan fenomena ini

13

Lakukan perawatan pascadebridemen

Debridement mekanis meliputi penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan nekrotik. Teknik ini dapat dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman dan biasanya debrimen mekanis dikerjakan setiap hari pada saat penggantian balutan serta pembersihan luka. Debridement dengan cara ini dilaksanakan sampai tempat yang masih terasa sakit dan mengeluarkan darah. Preparat hemostatk atau balutan tekan dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang kecil

14

Lakukan perawat pascadebridemen

Kasa beranyaman kasar yan ditaruh pada luka bakar dalam keadaan kering atau basah sampai kering (ditaruh dalam keadaan basah dan dbiarkan mongering sendiri) akan menimbulkan efek membersihkan luka (debrimen) secara perlahan dari eksudat dan jaringan nektrotik ketika basa pembalut tersebut dilepas

15

Gunakan kasa antimikroba pada lesi luka bakar

Preparat kasa antimikroba biasa digunakan untk menurunkan respons inflamasi local. Perawat memasang dan menggunakan secara hati-hati dan tepat pada area luka bakar. Setelah preparat kasa antimikroba dipasang, maka tutup dengan kasa kering dan dipasang balutan elastic secara tertutup.

16

Tingkatkan asupan nutrisi

Diet TKTP diperlukan untuk  meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan

17

Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan

Apabila masih belum mencapai dari criteria evaluasi 5x24 jam, maka perlu dikaji ulan factor menghambat pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.

18

Kolaborasi untuk pemberian albumin

Pasien dengan luka bakar luas cenderung mengalami penurunan kadar albumin darah. Hipoalbuminemia akanmenurunkan peningkatan integritas jaringan sehingga diperlukan albumin tambahan agar terjadi peningkatan integritas jaringan yang ideal

 

Nyeri berhubungan dengan jaringan sekunder dari cedera luka bakar, pascadrainase

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/ hilang atau teradaptasi

Kriteria Hasil:

1)    Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat  diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4)

2)    Dapat  mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

3)    Pasien tidak gelisah

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST secara priodik atau apabila ada keluhan dari pasien secara subjektif

Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan. Nyeri terasa lebih hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka bakar derajat tiga karena ujung sarafnya tidak rusak. Ujung saraf yang terpajan sangat sensitive terhadap aliran udara yang dingin sehingga diperlukan kasa penutupan steril yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri tersebut. Namun demikian, pasien dengan luka bakar derajat tiga tetap merasakan nyeri yang dalam dan nyeri di sekitar luka bakar. Pengkajian yang sering terhadap rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman merupakan pemeriksaan yang esensial. Untuk meningkatkan efektivitas pebngobatannyeri, preparat nalagetik harus sudah diberikan sebelum nyeri terasa sangat hebat.

2

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

3

Atur posisi fisiologis

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami peradangan. Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah yan berlawanan dengan letak dari lesi. Bagian tubuh yang mengalami inflamasi local dilakukan imobilisasi untuk menurunkan respon peradangan dan meningkatkan kesembuhan

4

Istirahatkan klien

Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi ini akan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan

5

Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung

Lingkungan tenang akan menurun stimulasi nyeri eksternal dan pembatasi pengunjung akan membantu meningkat kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengnjung yan berada  di ruangan.

7

Ajarkan teknik relaksasi pernapas dalam

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari peradangan

8

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan prodksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebsi sehingga menurunkan persepsi nyeri

9

Lakukan manajemen sentuhan

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri

10

Lakukan perawatan luka secara efisien dan efektif

Perawat harus bekerja dengan cepat dalam menyelesaikan perawatan apsien dan penggantian balutan agar perasaan nyeri serta gangguan rasa nyaman yang ditimbulkan dapat dikurangi

11

Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik

Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

 

Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri dan kontrakur persendian

Tujuan: dalam waktu 7x24 jam terjadi peningkatan mobilitas sesuai dengan tingkat toleransi individu.

Criteria hasil:

1)    Klien dan keluarga terlihat mampu melakukan mobilisasi ekstermitas bawah secara bertahap

2)    Klien dengan mengenal cara melakukan mobilisasi dan secara kooperatif mau melaksanakan tenik mobilisasi secara bertahap

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji kemampuan dalam peningkatan mobilitas fisik pada seluruh ekstermitas

Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu

2

Kaji kemampuan dan hambatan motorik pada seluruh ekstermitas

Hambatan biasanya terjadi akibat danya kontraksi sendi atau akibat nyeri apabila mengerakkan ekstremitas.

3

Fasilitas pasien dalam pemenuhan mobilisasi

Prioritas dini adalah mencegah komplikasi akibat imobilitas. Bernapas dalam membalikkan tubuh dan mengatur posisi yang benar merupakan praktik keperawatan yang esensial untuk mencegah atelektasis dan pneumonia, serta untuk mengendalikan edema dan untuk mencegah dekubitus juga kontraktur. Intervvensi ini dapat dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan indivual pasien. Tempat tidur khusus (arfluideized bed dan roration bed) mungkin berguna dan upaya duduk, serta ambulasi yang dini perlu dianjurkan. Apabila ekstermitas bawah turut terbakar, perban tekan elastic harus sudah dipasang sebelum pasien diletakkan dalam posisi tegak. Perban ini akan mempermudah aliran darah balik vena dan mengurangi pembengkakan.

4

Lakukan latihan ROM pada seluruh eksterimtas

Latihan ROM yang optimal dapat menurunkan atfofi otot, perbaikan sirkulasi perifer dan mencegah kontraktur pada ekstermitas. Lakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat toleransi individu.

5

Evaluasi kemampuan mobilisasi dan kebutuhan alat bantu

Luka bakar berada dalam keadaan dinamis selama satu tahun atau lebih sebelum lukanya menutup. Selama periode waktu ini harus diusahakan berbagai upaya yang agresif untuk mencegah kontraktur dan pembentukan paru yang hipertrofik. Bidai atau alat fungsional lainnya dapat digunakan pada ekstermitas untuk mengendalikan konraktur. Perawat harus memantau bagian tubuh yang dibidai untuk mendetaksi tanda insufisiensi vaskuler dan kompresif saraf

 

Koping tidak efektif berhubungan perasaan takut serta ansietas, berduka dan kebergantungan pada petugas kesehatan

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam citra pasien meningkat

Criteria hasil:

1)    Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1

Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan derajat ketidakmampuan

Menentuka n bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi

2

Lakukan strategi untuk memperkuat koping

Dalam fase akut perawatan luka bakar, pasien sedang berhadapan dengan realitas trauma luka bakar dan berduka karena mengalami kehilangan yang nyata. Depresi, regresi, da perilaku manipulative merupakan mekanisme koping yan lazim digunakan oleh pasien luka bakar. Menolak partisipasi yang diperlukan dalam penanganan luka bakar dan perilaku regresi harus dipandang dengan pengertian bahwa perilaku semacam itu akan membantu pasien dalam menghadapi kejadian yang sangat menimbulkan stress ini. Sebagian ebsar energy akan tercurah  ke dalam upaya untuk mempertahankan fungsi fisik yang vital dan kesembuhan luka dan minggu-minggu pertama pasca luka bakar sehingga hanya sedikit energy yang tersisa bagi fungsi emosonal untuk menghadapi masalah dengan sikap yang dewasa dan efektif. Perawat dapat membantu pasien untuk mengembangkan strategi koping yang efektif dengan mentapkan harapan yan spesifik terhadap perilaku, meningkatkan komunikasi yang jujur untuk membangun hubungan saling percaya, membantu pasien dalam mempraktikkan berbagai strategi yan tepat dan memberikan dorongan yang positif bila diperlukan. Hal yang lebih penting lagu, perawat dan semua anggota tim keperawatan harus menunjukkan sikap yang dapat menerima keadaan apsien

3

Bina hubungan terapeutik

Hubungan terapeutik yang dilakukan oleh perawat bersama pasien yang mengalami luka bakar merupakan intervensi suportif untuk meningkatkan koping pasien. Setelah hubungan tersebut diciptakan, pasien akan lebih memiliki keyakinan diri dan pemberdayaan dalam melaksanakan program terapi, serta menggunakan strategi koping efektif dalam mengatasi perubahan dalam pada konspe diri serta citra tubuh akibat dari kerusakan jaringan kulit terutama pada pasien dengan lesi luka bakar luas.

4

Bantu pasien untuk mendapatkan mekanisme koping yang efektif

Pengenalan terhadap strategi koping yang berhasil dijalankan oleh penderita psoriasis lainnya dengan sasaran untuk mengurangi atau menghadapi situasi penuh stress dirumah, sekolah, atau tempat kerja akan memfasilitasi ekspektasi pasien yang lebih positif dan kesediaannya untuk memahami sifat penyakit yang kronik tersebut.

5

Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal untuk dirinya

Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri, serta memengaruhi proses rehabilitasi.

 

Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi

Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengeritan tentang peran individu masa mendatang

 

Monotring gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi dan letargi

Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke di mana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut