1. Definisi
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi
yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan
dari jaringan–jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan
serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya
peleburan ruang–ruang tempat mengalirnya liquor. Beberapa tipe hydrocephalus
berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus
:
a. Hidrocephalus Non – komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus)
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem
ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital
pada sistem saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion)
ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari
obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi
atau bekas luka didalam sistem di dalam sistem ventricular. Pada klien
dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan
dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan
gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak–anak yang garis suturanya
tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran
kepala.
b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus)
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada
aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam
jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang
dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan
darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan
tanda dan gejala–gejala peningkatan ICP).
c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)
Di tandai pembesaran sister basilar dan
fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi
serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala–gejala dan tanda–tanda
lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau
thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada
kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
2. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis
a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau
500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan
hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk
oleh PPA:
1) Plexus choroideus (yang merupakan bagian
terbesar)
2) Parenchym otak
3) Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata
CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF
mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam
ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV.
Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine
dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie
menuju cisterna magna. Dari sini mengalir ke superior dalam rongga sub
arachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.
Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex
cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi
melalui villi arachnoid.
3. Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada sistem
ventrikuler atau pada ruangan sub arachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal.
White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita
yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat
selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter
tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang
tiba–tiba/akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan.
Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura
kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial.
Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan
terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaductal (Penyakit
keluarga/keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada
ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas
yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow).
Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior
menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan
tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara
simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang
lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa
otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikel
cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi
CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan
kematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi
keadaan kompensasi.
4. Etiologi dan Patologi
Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF
pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler.
Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan
yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina
Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus
yang disebut Noncomunicating (Internal Hidricephalus). Obstruksi
biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV
yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak
dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi sub arahcnoid
dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan
ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP. Tipe lain dari
hidrocephalus disebut Communicating (Eksternal Hidrocephalus) dmana
sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak
terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh
sirkulasi vena. Tipe hidrocephalus terlihat bersama – sama dengan malformasi cerebrospinal
sebelumnya.
5. Tanda dan Gejala
Kepala bisa berukuran normal dengan
fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi
bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan
anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak
orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak
mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah–pisah dan pelebaran vontanela.
Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel. CT scan dapat
menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada
ruangan Occuptional.
Pada bayi terlihat lemah dan diam
tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat
tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik,
spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian,
jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
6. Diagnosis
a. CT Scan
b. Sistenogram radioisotop dengan scan
7. Perlakuan
Prosedur pembedahan jalan pintas
(ventrikulojugular, ventrikuloperitoneal) shunt. Kedua prosedur tersebut
membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian
catheter tersebut dimasukan kedalam ujung terminal tube pada vena jugular atau
peritonium diaman akan terjadi absorbsi kelebihan CSF.
8. Penatalaksanaan Perawatan Khusus
Hal – hal yang harus dilakukan dalam
rangka penatalaksanaan post–operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai
berikut :
a. Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi.
b. Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup
(biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di
pompa.
c. Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan.
d. Amati adanya kebocoran disekeliling balutan.
e. Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut
diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala
dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.
HIDROCEPHALUS PADA ANAK ATAU BAYI
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di
bagi dua (2 ) :
1. Kongenital
Merupakan
Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga;
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar,
dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC
yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di
dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab
adanya peninggian tekanan intrakranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus
kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak
dan kemungkinan prognosanya.
Penyebab sumbatan aliran CSF yang
sering terdapat pada bayi dan anak – anak ;
1.
Kelainan kongenital
2.
Infeksi di sebabkan oleh
perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada
masa akut ( misal ; Meningitis )
3.
Neoplasma
4.
Perdarahan , misalnya
perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
1.
Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan.
2.
Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem
ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang
terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga
terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Manifestasi klinis
1.
Bayi
a.
Kepala menjadi makin besar dan
akan terlihat pada umur 3 tahun
b.
Keterlambatan penutupan fontanela
anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak
c.
Tanda – tanda peningkatan
tekanan intrakranial, meliputi:
1)
Muntah
2)
Gelisah
3)
Menangis dengan suara ringgi
4)
Peningkatan sistole pada
tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur,
perubahan pupil, lethargi – stupor
d.
Peningkatan tonus otot
ekstrimitas
e.
Tanda – tanda fisik lainnya ;
1)
Dahi menonjol bersinar atau
mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.
2)
Alis mata dan bulu mata ke atas,
sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
3)
Bayi tidak dapat melihat ke
atas, “sunset eyes”
4)
Strabismus, nystagmus, atropi
optik.
5)
Bayi sulit mengangkat dan
menahan kepalanya ke atas.
2.
Anak yang telah menutup
suturanya
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
a.
Nyeri kepala
b.
Lethargi, lelah, apatis,
perubahan personalitas
c.
Ketegangan dari sutura cranial
dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
d.
Penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer
e.
Strabismus
f.
Perubahan pupil.
I.
PENGKAJIAN
1.
Anamnese
a.
Riwayat penyakit / keluhan
utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b.
Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada
waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan: Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi :
1)
Anak dapat melioha keatas atau
tidak.
2)
Pembesaran kepala.
3)
Dahi menonjol dan mengkilat
serta pembuluh dara terlihat jelas.
b.
Palpasi
1)
Ukur lingkar kepala : Kepala
semakin membesar.
2)
Fontanela : Keterlamabatan
penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak.
c.
Pemeriksaan Mata
1)
Akomodasi.
2)
Gerakan bola mata.
3)
Luas lapang pandang
4)
Konvergensi.
5)
Didapatkan hasil : alis mata
dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
6)
Stabismus, nystaqmus, atropi
optic.
3.
Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data sebagai berikut
:
a.
Peningkatan sistole tekanan
darah.
b.
Penurunan nadi / Bradicardia.
c.
Peningkatan frekwensi
pernapasan.
4.
Diagnosa Klinis :
a.
Transimulasi kepala bayi yang
akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. (
Transsimulasi terang )
b.
Perkusi tengkorak kepala bayi
akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
c.
Opthalmoscopy : Edema Pupil.
d.
CT Scan Memperlihatkan (non –
invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
e.
Radiologi : Ditemukan Pelebaran
sutura, erosi tulang intra cranial.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Pre Operatif
a.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri
sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis
atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan
kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Intervensi :
1)
Jelaskan Penyebab nyeri.
2)
Atur posisi Klien
3)
Ajarkan tekhnik relaksasi
4)
Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian Analgesik
5)
Persapiapan operasi
b.
Kecemasan Orang tua sehubungan
dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan
akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
1)
Dorong orang tua untuk
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.
2)
Jelaskan pada orang tua tentang
masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan
terhadap kerusakan otak.
3)
Berikan informasi yang cukup
tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta
hindari kesalahpahaman.
c.
Potensial Kekurangan cairan dan
elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Intervensi :
1)
Kaji tanda – tanda kekurangan
cairan
2)
Monitor Intake dan out put
3)
Berikan therapi cairan secara
intavena.
4)
Atur jadwal pemberian cairan
dan tetesan infus.
5)
Monitor tanda – tanda vital.
2.
Post – Operatif
a.
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non
verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
1)
Beri kapas secukupnya dibawa
telinga yang dibalut.
2)
Aspirasi shunt (Posisi semi
fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan
dengan interval yang telah ditentukan.
3)
Kolaborasi dengan tim medis
bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
4)
Berikan posisi yang nyama.
Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
5)
Observasi tingkat kesadaran
dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
6)
Kaji orisinil nyeri : Lokasi
dan radiasinya
b.
Resiko tinggi terjadinya
gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Intervensi :
1)
Berikan makanan lunak tinggi
kalori tinggi protein.
2)
Berikan klien makan dengan
posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
3)
Ciptakan suasana lingkungan
yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
4)
Monitor therapi secara
intravena.
5)
Timbang berta badan bila
mungkin.
6)
Jagalah kebersihan mulut ( Oral
hygiene)
7)
Berikan makanan ringan diantara
waktu makan
c.
Resiko tinggi terjadinya
infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas
dari infeksi.
Intervensi :
1)
Monitor terhadap tanda – tanda
infeksi.
2)
Pertahankan tekhnik kesterilan
dalam prosedur perawatan
3)
Cegah terhadap terjadi gangguan
suhu tubuh.
4)
Pertahanakan prinsiup aseptik
pada drainase dan ekspirasi shunt.
d.
Resiko tinggi terjadi kerusakan
integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
1)
Mobilisasi klien (Miki dan
Mika) setiap 2 jam.
2)
Obsevasi terhadap tanda – tanda
kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
3)
Jagalah kebersihan dan
kerapihan tempat tidur.
4)
Berikan latihan secara pasif
dan perlahan – lahan.
No comments:
Post a Comment