Asuhan Keperawatan dengan Ulkus Peptikum
Sumber:
Sumber:
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana
Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.
Price,
Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
4.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;
2001.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ulkus peptikum adalah suatu gambaran bulat atau semi
bulat/oval pada permukaan mukosa lambung sehingga kontinuitas mukosa lambung
terputus pada daerah tukak. Ulkus peptikum
disebut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada
lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Ulkus peptikum merupakan putusnya
kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa
yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering
dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus
peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah
asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi,
juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum adalah kerusakan selaput lendir karena
factor – factor psikosomatis, toksin, ataupun kuman – kuman Streptococcus. Faktor psikosomatis
(missal ketakutan, kecemasan, kelelahan, keinginan berlebihan) dapat merangsang
sekresi HCL berlebihan. HCL akan merusak selaput lendir lambung. Ulkus peptikum
disebut juga penyakit maag.
B. Etiologi
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah
ketidakseimbangan antara selresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang
diberikan sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan
deudenum. (Arif Mutaqqin,2011)
Penyebab khususnya diantaranya :
1.
Infeksi
bakteri H. pylori
Dalam lima
tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikim menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenum
oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat
berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan pengobatan
antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan penetrasi sawar
mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun
dengan melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,
cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi ke
dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel, bahkan juga jaringan –
jaringan di sekitarnya. Keadaai ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum
(Sibernagl, 2007).
2.
Peningkatan
sekresi asam
Pada
kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat
dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan
oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan
berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus
peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik
seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.
3.
Konsumsi
obat-obatan
Obat – obat
seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti indometasin, ibuprofen,
asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik termasuk pada
epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi
HCO3- sehingga memperlemah perlindungan mukosa
(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local melalui
difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee, 1995).
4.
Stres fisik
Stres fisik
yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas,
gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis, 2000). Bila kondisi
stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus
peptikum menjadi lebih parah.
5.
Refluks usus
lambung
Refluks usus
lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas yang berlimpah dan
memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
C. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal
karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam
hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan
normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup
bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1.
Fase Sefalik
Fase pertama
ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang
bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf
vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit
efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara
konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada
keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan
selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.
2.
Fase lambung
Pada fase
ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis
terhadap reseptor didinding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3.
Fase usus
Makanan
dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin) yang
pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari,
minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat
kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu
mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa
adanya manifestasi yang mendahului.
1.
Nyeri :
biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa
nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan
erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa
kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi
otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan
menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah
kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang
tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau
sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan
memberikan tekanan local pada epigastrium.
2.
Pirosis
(nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus
dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi
atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3.
Muntah :
meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut
atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di
sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh
mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan
asam lambung.
4.
Konstipasi
dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan
perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus
akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala
setelahnya.
E. Komplikasi
Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai
komplikasi lanjut. Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan
komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan
dan penyumbatan. (Medicastore News)
1.
Penetrasi
Sebuah ulkus
dapat menembus dinding otot dari lambung atau duodenum dan sampai ke organ lain
yang berdekatan, seperti hati atau pankreas. Hal ini akan menyebabkan nyeri
tajam yang hebat dan menetap, yang bisa dirasakan diluar daerah yang terkena
(misalnya di punggung, karena ulkus duodenalis telah menembus pankreas). Nyeri
akan bertambah jika penderita merubah posisinya. Jika pemberian obat tidak
berhasil mengatasi keadaan ini, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
2.
Perforasi
Ulkus di
permukaan depan duodenum atau (lebih jarang) di lambung bisa menembus
dindingnya dan membentuk lubang terbuka ke rongga perut. Nyeri dirasakan secara
tiba-tiba, sangat hebat dan terus menerus, dan dengan segera menyebar ke
seluruh perut. Penderita juga bisa merasakan nyeri pada salah satu atau kedua
bahu, yang akan bertambah berat jika penderita menghela nafas dalam. Perubahan
posisi akan memperburuk nyeri sehingga penderita seringkali mencoba untuk
berbaring mematung. Bila ditekan, perut terasa nyeri. Demam menunjukkan adanya
infeksi di dalam perut. Jika tidak segera diatasi bisa terjadi syok. Keadaan ini memerlukan tindakan
pembedahan segera dan pemberian antibiotik intravena.
3.
Perdarahan
Perdarahan
adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari perdarahan karena
ulkus adalah:
a.
Muntah darah
segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian
telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi
b.
Tinja berwarna
kehitaman atau tinja berdarah.
Dengan endoskopi
dilakukan kauterisasi ulkus.
Bila sumber perdarahan tidak dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat,
diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan antasid. Penderita juga dipuasakan
dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat.
Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi
dapat disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika hal ini gagal,
diperlukan pembedahan.
4.
Penyumbatan
Pembengkakan
atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau jaringan parut karena ulkus
sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung lambung atau mempersempit
duodenum. Penderita akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan
sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya.
Gejala
lainnya adalah rasa penuh di perut, perut kembung dan berkurangnya nafsu makan.
Lama-lama muntah bisa menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi dan ketidakseimbangan
mineral tubuh. Mengatasi ulkus bisa mengurangi penyumbatan, tetapi penyumbatan
yang berat memerlukan tindakan endoskopik
atu pembedahan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya
ulkus. Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker
lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.
1.
Endoskopi adalah
suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut dan bisa
melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil
contoh jaringan untuk keperluan biopsi.
Keuntungan dari endoskopi:
a.
Lebih dapat
dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan dinding belakang
lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen.
b.
Lebih bisa
diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung
c.
Bisa
digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2.
Rontgen dengan kontras barium dari
lambung dan duodenum (juga disebut barium
swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak
dapat ditemukan dengan endoskopi.
3.
Analisa lambung merupakan
suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara langsung dari lambung dan
duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika
ulkusnya berat atau berulang atau sebelum dilakukannya pembedahan.
4.
Pemeriksaan
darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa menentukan
adanya anemia akibat perdarahan
ulkus. Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
G. Penatalaksanaan
Struktur homolog dengan histamine
Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminà sel parietal tidak dapat dirangsang
untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis
terapeutik :
Simetidin
: 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine
: 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine
: 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine
: 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam
hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.
Contoh-contoh obat anti ulkus
1.
ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml,
suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg,
Almunium hidroksida 200 mg, Simetikon 20
mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik,
hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis. Perhatian:
Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping:
Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi
tetraksilin, Fe, antagonis H2, kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet,
Suspensi 120 ml.
2. ACTAL
PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi: Almunium
hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon 25 mg. Indikasi: Tukak
peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada kehamilan.
Dosis:
Tukak peptik: 2-4
tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas lambung: 1-2 tablet, ½ jam
setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan: 1-2
tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.Efek
samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi usus.
Kemasan: Tablet
10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.
3. ANTASIDA
DOEN (Medipharma)
Komposisi: Tiap
tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung: Gel Aluminium Hidroksida
kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg.
Indikasi: Untuk
mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.
H. Pohon
Masalah
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ULKUS PEPTIKUM
1.
Identitas
a.
Pasien
1. Nama
pasien
2. Umur
3. Jenis
kelamin
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Status
perkawinan
7. Agama
8. Suku
9. Alamat
b.
Penanggung
1. Nama
penanggung
2. Hubungan
dengan pasien
3. Pekerjaan
4. Alamat
2.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada atau tidak anggota keluarga
pasien yang menderita penyakit seperti pasien.
a.
Status kesehatan
1.
Status kesehatan saat ini
2.
Status kesehatan masa lalu
3.
Riwayat penyakit keluarga
4.
Diagnosa medis dan terapi
b.
Pola Fungsi kesehatan
1.
Pemeliharaan dan persepsi terhadap
kesehatan
2.
Nutrisi/metabolic
3.
Pola eliminasi
4.
Pola aktivitas dan latihan
5.
Oksigenasi
6.
Pola tidur dan istirahat
7.
Pola kognitif-perseptual
8.
Pola persepsi diri/konsep diri
9.
Pola seksual dan reproduksi
10.
Pola peran-hubungan
11.
Pola manajememn koping stress
12.
Pola keyakinan
3.
Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan Umum :
GCS :
Tanda vital : nadi, suhu tubuh,
tekanan darah, dan pernafasan.
b.
Head to toe :
1.
Kepala
Inspeksi : bentuk kepala,
distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
2.
Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit
wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
3.
Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera,
konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola
mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa sclera
- Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan
cuping hidung, secret
Dipalpasi : nyeri tekan pada hidung
- Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut,
bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah,
gusi, gigi
- Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit
pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
- Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan
dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada
inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru,
ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara
napas
- Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan
, benjolan
- Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna
kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising
vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas
ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan diperut
- Genitalia
Inspeksi : bentuk alat
kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat
- Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
- Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
4.
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan
adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
2.
Bising usus mungkin tidak ada.
3.
Pemeriksaan dengan barium terhadap
saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur
diagnostic pilihan.
4.
Endoskopi GI atas digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa
dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui
dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karena ukuran atau lokasinya.
5.
Feces dapat diambil setiap hari
sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
6.
Pemeriksaan sekretori lambung
merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat
asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang
hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga
mengidentifikasikan adanya ulkus.
7.
Adanya H. Pylory dapat ditentukan
dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes
laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
Pylori.
5.
Daftar Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengn kerusakan
kotinuitas mukosa lambung
2.
Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pendarah, mual dan muntah
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake tidak adekuat
6.
Rencana Asuhan Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengn kerusakan
kotinuitas mukosa lambung
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam
dan 3 x 24 jam pascabedah gastrekotomi, nyeri berkurang/hilang atau
teradaptasi.
KH: - secara
subjektib melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
- Skala
nyeri 0-1 (0-4).
- Dapat
mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- pasien
tidak gelisah
Intervensi
1.
Istirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul
R/ istirahat secara fisiologis akan
menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolism
basal.
2.
Ajarkan
tehnik relaksasi nafas pada saat nyeri
R/ Meningkatkan asupan oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal
3.
Ajarkan
tehnik distraksi pada saat nyeri
R/ Distraksi (pengalihan Panggilan )
dapat menurunkan stimulus internal.
4.
Manajemen
Lingkungan: Lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan istirahatkan pasien.
R/ Lingkungan tenang akan
menurunkanstimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan oksigen ruanganyang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
5.
Lakukan
Manajemen sentuhan
R/ Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
6.
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian:
1).
Pemakaina penghambat H2 ( seperti Simetidin /Ranitidin).
2).
Antasida
R/ Simetidin
penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam lambun, meningkatkanpH Lambung
dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung, penting untuk penyembuhan dan
pencegahan lesi. Antasida untuk mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5
2.
Resiko Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pendarah, mual dan muntah
Tujuan: Dalam
wkatu 1 x 24 jam tidak terjadi pendarahan
KH: menunjukkan
perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urin adekuat dengan
berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler cepat.
Intervensi
1.
Catat karakteristik muntah dan/atau
drainase.
R/
membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning
kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan
obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial
akut, mungkin karna ulkus gaster, darah merah gelap mungkin darah lama
(tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises. Penampilan kopi gelap
diduga sebagai darah tercerna dari area perdarahan lambat. Makanan tak tercerna
menunjukkan obstruksi atau tumor gaster.
2.
Awasi tanda vital. Ukur TD dengan
posisi duduk, berbaring. Berdiri bila mungkin.
R/
perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah.
Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
3.
Pertahankan tirah baring, mencegah
muntah dan tegangan padasaat defekasi.
R/
aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intra-abdomen dan dapat mencetuskan
perdarah lanjut.
4.
Tinggikan kepala tempat tidur selama
pemberian antasida.
R/
mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimanadapat menyebabkan
komplikasi paru serius.
5.
Kolaborasi
a.
Berikan cairan/darah sesuai
indikasi.
R/
penggantian cairan bergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan.
Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan darah dan pencocokan
silang dapat diselesaikan dan transfusi darah dimulai.
b.
Lakukan lavase gaster dengan cairan
garam faal dingin atau dengan suhu ruangan sampai cairan aspirasi merah muda
bening atau jernih dan bebas bekuan.
R/
mendorong keluar/pemecahan bekuandan dapat menurunkan perdarahan dengan
vasokonstriksi lokal. Memudahkan visualisasi dengan endoskopi untuk
melokalisasi sumber perdarahan.
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake tidak adekuat
Tujuan:Setelah
dilakukan tindakan keperawatan dan pelaksanaan tim medis 1x24 jam nafsu makan
meningkat dan nutrisi tercukupi
KH : Mual berkurang, Tidak ada muntah, nafsu
makan bertambah, Berat badan sesuai
Intervensi :
1.
Observasi
penurunan berat badan, catat adanya mual muntah dan anoreksia
R/ Untuk mengetahui perubahan nutrisi
pada klien.
2.
Observasi
dan monitor status nutrisi
R/ mempertahankan intake output
cairan.
3.
Jelaskan
kepada keluarga pasien pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ keluarga pasien mengetahui
pentingnya nutrisi
4.
Berikan
fariasi pada makanan
R/ untuk meningkatkan nafsu makan
5.
Ciptakan
suasana senyaman mungkin
R/ memposisikan pasien senyaman
mungkin
6.
Berikan
dorongan pada pasien untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencukupi nutrisi pada pasien
7.
Kolaborasi
:
- Konsul gizi
- Pemeriksaan laborat
R/ untuk mengetahu hasil dan tindakan selanjutnya
No comments:
Post a Comment