BAB I
KONSEP DASAR MASALAH
A.
PENGERTIAN
Ketuban
pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada ahir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu.
KPD yang memanjaang adalah KPD yang terjadilebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang
bulan. Pengelolahan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat kompleks,
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.
B.
ETIOLOGI
Walaupun
banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahiu. Kemungkinan
yang menjadi faktor predesposisi adalah Infeksi
Infeksi
yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada
cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Servik yang
inkopetensia,kanalis sevikalis yang
selalu
terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi, atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya berhubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
Keadaan sosial ekonomi
faktor lain:
a.
Faktor golongan darah
akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulakan bawaan
termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
b.
Faktor disproporsi
antara kepala janin dan panggul ibu
c.
Faktor multi grafiditas,
merokok dan pendarahan antepartum
d.
Defisiensi gizi dari
tembaga atau asam askorbat ( vit C )
Pada
sebagian besar kasus penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang di sebutkan
memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok dan perdarahan
selama kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD:
a. Inkompetensi
serviks ( leher rahim )
b. Polihidramnion
( cairan ketuban berlebih )
c. Riwayat
KPD sebelumnya
d. Kelainan
atau kerusakan selaput ketuban
e. Kehamilan
kembar
f. Trauma
g. Serviks
( leher rahim ) yang pendek ( < 25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu. Infeksi
pada kehamilan seperti vaginosis
C.
PATOFISIOLOGI
infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah
dini dengan mengontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikro organisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipit C yang dapat
meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi
myometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produksi sekresi akibat aktivitas
monosit/makrofag, yaitu sitokrin, interleukin1, factor nekrosis tumor dan
interleukinam. Latelet activating factor yang diproduksi oleh parau-paru janin
dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion. Secara sinergis juga
mengaktivasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion
juga akan merangsang sel-sel untuk memproduksi sitokin dan kemudian
prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban
adalah mekanisme lain terjadunya ketuban pecah dini akibat infeksi dan
inflamasi. Enzim bacterial atau produk house yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak
flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi
protease dan kolagenasi yang menurunkan kekuatann tenaga kulit ketuban.
Elastase leokosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe
III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang
terjadi
karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen
tipe II dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin
N, kolagenase yang dihasilkan nitrofil dan makrofage, nampaknya melemahkan
kulit ketuban. Sel inflamasi manusia juga menguraikan activator plasminogen
yang menguban plasminogen menjadi plasmin, potensial, potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini.
D.
TANDA
DAN GEJALA
Tanda
yang terjadi keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau manis, tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes masih menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi sampai kelahiran. Tetapi
jika anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “menganjal” atau “menyumbat” kebocoran,untuk sementara.
Demam,
bercak vagina yang banyak nyeri perut, denyut jantung semakin bertambah cepat
merupakan tanda – tanda infeksi yang terjadi.
E.
KOMPLIKASI
Komplikasi paling sering terjadi
pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom disstres pernafasan,
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada
kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korior dan amnion). Selain
itu kejadian prolaks atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Resiko kecacatan kematian janin
meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang
terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD pretern
ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi
intrauterin
b. Tali
pusar menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan
laboratorium
Cairan
yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau, dan pH nya.
Cairan yang dikeluarkan dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin
tidak berubah warna, tetap kuning.
a.
Tes Lakmus ( Tes
Nitrazina), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya
air ketuban ( alkalis). pH air ketuban 7-7.5, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.
b.
Mikroskopik ( Tes
Pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sederhana.
G.
PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan
1.
Obati infeksi
gonokokus, klamidia, dan viginosis bakterial
2.
Diskusikan pengaruh
merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk mengurangi atau berhenti
3.
Motivasi unyuk menambah
berat badan yang cukup selama hamil
4.
Anjurkan pasangan agar
menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada faktor predis posisi
B. Panduan
mengantisispasi : jelaskan kepada pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat
prenatal bahwa mereka harus segera melapor bisa ketuban pecah.
1.
Kondisi yang
menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali pusat
a.
Letak kepala selain
vertek
b.
Polihidramnion
2.
Herpes aktif
3.
Riwayat infeksi
streptokus beta hemolitikus sebelumnya
C. Bila
ketuban telah pecah
1.
Anjurkan pasien untuk
pergi kerumahsakit atau klinik
2.
Catat terjadinya
ketuban pecah
a.
Lakukan pengkajian
secara seksama. Upayakan mengetahui waktu terjadinya pecah ketuban
b.
Bila robekan ketuban
tampak kasar :
1)
Saat pasien berbaring
terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan dari vagina.
2)
Basahi kapas apusan
dengan cairan dan lakukan ulasan pada slide untuk mengkaji verning dibawah
mikroskop
3)
Sebagian cairan diusap
kekertas nitrazene. Bila positif, pertimbangkan uji diagnostik bila pasien
sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual, tidak ada perdarahan, dan tidak
dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y
c.
Bila pecah ketuban atau
tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan spekulum steril :
1)
Kaji nilai bishop
serviks
2)
Lakukan kultur serviks
hanya bila ada tanda infeksi
3)
Dapatkan spesimen cair
dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji verning
dibawah mikroskop
d.
Bila usia gestasi
kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes tipe 2, rujuk kedokter
D. Penatalaksanaan
konservatif
1.
Kebanyakan persalinan
dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah
2.
Kemungkinan infeksi
berkurang bila tidak ada alat yang dimasukkan ke vagina, kecuali
spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina
3.
Saat menunggu, tetap
pantau pasien dengan ketat
a)
Ukur suhu tubuh 4x
sehari, bila suhu meningkat secara siknifikan atau mencapai 38 °C, berikan dua
macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.
b)
Observasi rabas vagina
: bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan menunjukkan adanya infeksi
c)
Catat bila ada nyeri
tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apapun
E. Penatalaksaan
agresif
1.
Jel prostaglandin atau
Misoprotol (meskipun tidak disetujui penggunaannya ) dapat diberikan setelah
konsultasi dengan dokter.
2.
Mungkin dibutuhkan
rangkaian induksi piticin bila serviks tidak berespon
3.
Beberapa ahli menunggu
12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada tanda, mulai pemberian
pitocin.
4.
Berikan cairan per IV
pantau janin.
5.
Peningkatan resiko
seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
6.
Bila pengambilan
keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk diinduksi, kaji nilai bhisop
setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak
ada pemeriksaan lagi yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun
spekulum sampai persalinan dimulai atrau induksi dimulai.
7.
Periksa hitung darah
lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari berikutnya sampai
pelahiran atau lebih sring bila ada tanda infeksi.
8.
Lakukan NST setelah
ketuban pecah, waspada adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda
infeksi.
9.
Mulai induksi setelah
konsultasi dengan dokter bila
a.
Suhu tubuh ibu
meningkat signifikan
b.
Terjadi takikardia
janin
c.
Lokia tampak keruh
d.
Iritabilitas atau nyeri
tekan uterus yang signifikan
e.
Kultur vagina
menunjukkan streptocus beta hemolitikus
f.
Hitung drah lengkap
menunjukkan kenaikan sel darah putih
F. Penatalaksanaan
persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
1.
Persalinan spontan
a.
Ukur suhu tubuh pasien
setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam.
b.
Anjurkan pemantauan
janin internal
c.
Beritahu dokter
spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi perawat neonatus
d.
Lakukan kultur sesuai
panduan.
2.
Induksi persalinan
a.
Lakukan secra rutin
setelah konsultasi dengan dokter
b.
Ukur suhu tubuh setiap
2 jam
c.
Antibiotik : pemberian
antibiotik memiliki beragam panduan, banyak yang memberikan 1-2 g ampicilin per
IV atau 1-2 g mefoxim per IV setiap 6 jam sebagai provilaksis.
BAB II
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
BIODATA:
meliputi nama,
nama ibu, umur, agama, pendidikian, pekerjaan, suku atau bangsa, alamat rumah,
nama suami, agama, pekerjaan, suku atau bangsa, alamat rumah.
2.
RIWAYAT
a.
Jumlah cairan
yang hilang: pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang besar yang
diikuti keluarnya cairan yang terus menerus. Namun, pada beberapa kondisi pecah
ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatikan wanita adalah keluarnya sedikit
cairan yang terus menerus (jernih, keruh, kuning, atau hijau) dan perasaan
basah pada celana dalamnya.
b.
Ketidakmampuan
mengendalikan kebocoran dengan latihan kegel: membedakan PROM dari
inkontinensia urime
c.
Waktu terjadi
pecah ketuban
d.
Warna cairan:
cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur meconium, cairan akan
berwarna kuning atu hijau.
e.
Bau cairan:
cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakannya dari urine.
f.
Hubungan seksual
terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat disalahartikan sebagai cairan
amnion.
3.
POLA KEBUTUHAN
DASAR
a.
Sirkulasi
:hipertensi, edema, edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK)
penyakit jantung sebelumnya )
b.
Integritas ego:
adanya ansietas sedang
c.
Makanan atau
cairan ketidak adekuatan atau pembuahan berat badan berlebihan
d.
Nyeri atau tidak
kenyamanan: kontraksi intermitten sampai regular yang jarak jauhnya kurangdari
10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit
e.
Keamanan :
infeksi mungkin ada (misal: infeksi salur kemih (ISK) dan atu infeksi vagina)
f.
Interaksi
social: mungkin tergolong kelas social ekonomi rendah
4.
PEMERIKSAAN
FISIK
Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan
amnion. Apabila pecah ketuban pasti terdapat kemungkinan mendeteksi
berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding
abdomen di deskitar janin dan penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan
pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban. Ketuban yang pecah tidak menyebabkan
perubahan yang seperti ini dalam temuan abdomen.
5.
PEMERIKSAAN
SPEKULUM STERIL
a.
Inspeksi keberadaan
tanda-tanda cairan di genetalia eksternal.
b.
Lihat serviks
untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium.
c.
Lihat adanya
genangan cairan amnion di forniks vagina
d.
Jika anda tidak
melihat cairan, minta wanita mengejan (perasat valsava). Secra bergantian, beri
tekanan pada fundus perlahan-lahan atay naikkan dengan perlahan bagian
presentasi pada abdomen untuk memungkinkan cairan melewati bagian presentasi
presentasi pada kasus kebocoran berat sehingga anda dapat mengamati kebocoran
cairan.
e.
Observasi cairan
yang keluar untuk melihat lanugo atu verniks kaseosa jika usia kehamilan lebih
dari 32 minggu.
f.
Visualisasi
serviks untuk menentukan dilatasi jika pemeriksaan dalam tidak akan dilakukan.
g.
Visualisasi
serviks untuk mendeteksi prolapse tali pusat atau ekstremitas janin.
6.
UJI LABORATORIUM
a.
Uji pakis
positif: pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (argorization),
pada kaca objek (slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida
dan protein dalam cairan amnion (selama pemeriksaan steril, gunakan lidi kapas
steril untuk mengumpulkan specimen, baik cairan dari forniks vagina posterior
maupun cairan yang keluar dari orifisium serviks, tetapi hati-hati agar tidak
menyentuh atau masuk ke orifisium karena lender serviks juga berbentuk pakis,
walaupun dengan pola yang sedikit berbeda. Apus specimen pada kaca objek
mikroskop dan biarkan seluruhnya kering minimal selama 10 menit. Inspeksi kaca
objek dibawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis.
b.
Uji kertas
nitrazin positif: kertas bewarna mustard-emas yang sensitive terhadap pH ini
akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bersiat basa. Nilai pH
normal vagina adalah ≤4,5. Selama kehamilan terjadi peningkatan jumlah sekresi
vagina akibat eksfoliasi epitelium dan bakteri, sebagian besar lactobacillus,
yang menyebabkan ph vagina lebih asam. Cairan amnion memiliki pH 7,0 – 7,5
(letakkan sehelai kertas nitrazin pada lebih speculum setelah menarik speculum
dari vagina ).
Uji pakis lebih dapat terpercaya daripada uji kertas
nitrazin. Ini karena sejumlah bahan selain cairan amnion, memiliki pH yang
lebih alkali, termasuk lender serviks, rabas vagina akibat vaginosis bacterial
atau infeksi trikomonas, darahj, urine, semen, dan bubuk sarung tangan. Oleh
sebab itu specimen yhang diambil langsung dari orifisium serviks dan kemudian
dihapus pada kertas nitrazin dapat mengakibatkan perubahan warna yang
positif-palsu.
c.
Specimen untuk
kultur streptokokus grub B (grub B streptococcus, GBS ) : jika wanita ditapis
umtuk GBS antara minggu ke 35 dan ke 37 gentasi dan hasil kultur negative dalam
5 minggu sebelumnya didokumentasikan, set specimen lainnya untuk kultur tidak
diperlukan dan antibiotic provilaksis tidak dianjurkan. Jika kultur GBS tidak
dilakukan atau hasilnya tidak diketahui dan kehamilan wanita telah cukup bulan,
pengumpulan specimen untuk kultur GBS tidak di indikasikan, tetapi antibiotic
provilaksis diberikan jika pecah ketuban berlangsung 18 jam atau lebih sebelum
kelahiran atau wanita memiliki suhu tubuh ≥ 38ºC. jika kehamilan wanita kurang
dari minggu ke 37 gertasi dan kultur GBS juga belum pernah dilakukan atau
hasilnya belum diketahui, specimen vagina dan rectum harus diambil untuk kultur
GBS, dan kecuali jika telah jelas bahwa persalinan dan kelahiran premature
dapat dicegah, antibiotik mulai diberikan sampai hasil pemeriksaan diketahui.
B. DIAGNOSA
Diagnosa KPD di
tegagkan dengan cara:
1. Anamnesa
Penderita
merasa basah pada vagina atau mengeluarkan caioran yang banyak secara tiba –
tiba dari jalan lahir atau nyepyok. Cairan berbau khas dan perlu juga di
perhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his
belum teratur atau belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan
dengan mata akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah
dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan
dengan spekulum
Pemeriksaan
dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri
ekternum ( OUE), kalau belum juga tampak
keluar fundus uteri di tekan, penderita di minta batuk, mengejan atau mendadak
manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior
4. Pemeriksaan
dalam didapat cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa bengan
cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi
sedikit mungkin.
Diagnosa
yang mungkin muncul pada ketuban pecah dini:
1.
Nyeri akut atau
ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema, atau pembesaran atau
distensi, efek-efek hormonal
2.
Resiko tinggi
infeksi maternal berhubungan dengan prosedur infasif, pemeriksaan vagina,
berulang dan rupture membrane amniontic
C. INTERVENSI
1.
Ganggu rasa
nyaman Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, edema, atau pembesaran atau
distensi, efek-efek hormonal
Tujuan
: mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan.
Kriteria hasil
: nyeri klien berkurang atau hilang.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Tentukan adanya local dan sifat ketidaknyamanan
|
Mengidentifikasi kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat
|
Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi
|
Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut
|
Berika kompres Es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama
setelah kelahiran
|
Memberi anestesi local, meningktkan vasokonstriksi, dan mengurangi
edema dan vasodilatasi
|
Berikan kompres panas lembab (misalnya rendam duduk )
|
Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan
nutrisi pada jaringan atau menurunkan 9edema dan meningkatkan penyembuhan
|
Anjurkan duduk dengan otot gluteal berkontraksi di atas perbaikan
episiotomy
|
Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stress dan
tekanan langsung pada perineum
|
Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic 30-60 menit sebelum menyusui
|
Memberikan kenyamana, khususnya selama laktasi, bila after pain paling
hebat karena pelepasan oksitosin
|
2.
Resiko tinggi
infeksi maternal berhubungan dengan prosedur infasif, pemeriksaan vagina,
berulang dan rupture membrane amniontic.
Tujuan :
setelah diberikan tinakan keperawatan diharapkan infeksi laternal tidak
terjadi.
Kriteria Hasil :
tidak
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi bila pola kontraksi perilaku
ibu menandakan kemajuan
|
Penggulangan pemeriksaan vagina
berperan dalam insiden infeksi saluran asendens
|
Pantau suhu, nadi, pernapasan dan sel darah putih sesuai indikasi
|
Dalam 4 jam setelah membrane rupture, insiden korioamnionnitis
meningkat secara prekesif sesuai dengan waktu yang ditujukkan melalui ttv
|
Berikan antibiotic profilaktif bila diindikasikan
|
Antibiotic dapat melindungi perkembangan korikoamnionitis pada ibu
beresiko
|
pantau keadaan umum klien
|
untuk melihat perkembangan kesehatan klien
|
berikan lingkungan yang nyaman untuk klien
|
agar istirahat klien terpenuhi
|
berikan obat sesuai order
dokter
|
proses penyembuhan klien
|
3.
Kecemasan /Ansietas
berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus berpotensi lahir
premature.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3×24 jam di harapkan ansietas pasien
teratasi
kriteria hasil :
a.
Pasien tidak
cemas lagi
b.
Pasien sudah
mengetahui tentang penyakit
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau TTV sesuai indikasi
|
Stres mengaktifkan
sistem adrenokortikalhipofisis-hipotalamik, yang meningkatkan retensi dan
resorbsi natrium klorida dan air dan meningkatkan eksresi kalium. Reresobsi
natrium dan air dapat memperberat perkembangan toksemia intra partal atau
hipertensi, kehilangan kalium dapat memperberat penurunan aktivitas
miometrik.
|
Pantau pola kontraksi
uterus, laporkan disfungsi persalinan
|
Pola konstraksi
hipertonik atau hipotenik dapatterjadi bila stres menetap dan memperpanjang
pelepasan katekolamin.
|
Berikan suasana yang tenang dan ajarkan keluarga untuk memberikan
dukungan emosional pasien
|
Untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan kecemasan pasien
|
tinjau proses penyakit dan harapan
masa depan
|
memberikan pengetahuan dasar dimana
klien dapat membuat pilihan
|
Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut
|
Stress, rasa takut
dan ansietas mempunyai efek yang sangat dalam pada proses persalinan, sering
memperlama fase pertama karena penggunaa cadangan glukosa menyebabkan
keletihan epinefrin yang dilepaskan sdari stimulasi adrenal, yang menghambat
aktivitas miometrial dan meningkatkan kadar norenepinefrin yang cenderung
meningkatkan aktivitas uterus
|
Demonstrasikan metode
persalinan dan relaksasi
|
Menurunkan stressor
yang dapat memperberat ansietas, memberikan strategi koping
|
4.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan persalinan premature
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
di harapkan pasien memahami pengetahuan tentang penyakitnya . dengan
criteria hasil :
Kriteria Hasil :
a.
Pasien terlihat
tidak bingung lagi.
b.
Pasien mengerti
dan memahami tentang persalinan premature
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Berikan informasi
tentang perawatan diri termasuk perawatan perineal dan hygine, perubahan
fisiologis
|
Membantu mencegah
infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi
yang positif dari perubahan fisik danemosional
|
Ajarkan tentang apa yang harus dilakukan jika tanda KPD muncul
kembali.
|
Mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi yang bisa
membahayakan ibu-janin.
|
Libatkan keluarga agar memantau kondisi pasien .
|
Untuk membantu merencanakan tindakan berikutnya
|
Kaji apa pasien tahu tentang
tanda-tanda dan gejala normal selama kehamilan.
|
Untuk mengetahui tentang pemahaman pasien untuk tindakan selanjutnya
|
No comments:
Post a Comment