Friday, June 19, 2020

Asuhan Keperawatan dengan Bronkopneumonia


aBA
Asuhan Keperawatan dengan Bronkopneumonia

Sumber:
Ahern, Wilkinson, 2002, Buku Saku Diagnosa Keperwatan edisi 9, EGC: Jakarta
Suddarth, Bruner, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC: Jakarta
Syaifudin, 2002, Anatomi dan Fisiologi edisi 4, EGC: Jakarta
Jong, W, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC Jakarta


1.1  Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, kurang pengetahuan, intoleransi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Jika broncopnemonia terlambat di diagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada broncopnemonia dapat menimbulka empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kelompok kami akan membahas lebih dalam mengenai penyakit broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada pasien bronkopnemonia dengan proses keperawatan yang benar.

1.2  Tujuan
1.    Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk memahami tentang penyakit Broncopneumonia yang terjadi pada anak.
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak Broncopneumonia.

1
 

1.3  Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan di atas, rumusan masalah sebagai berikut.
a.       Apa konsep dasar dari Broncopnemonia?
b.      Bagaimana Anfis dari sistem pernafasan?
c.       Bagaimana patofisilogi dari Broncopneumonia?
d.      Bagaimana pemeriksaan penunjang tentang  Broncopneumonia?
e.       Bagaimana penatalaksanaan tentangBroncopneumonia?

1.4  Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah di atas, manfaat yang dapat diambil sebagai berikut;
a)      Mahasiswa
Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa untuk mengetahui tentang penyebab, proses jalannya penyakit, penanganan, asuhan keperawatan broncopneumonia..
b)      Masyarakat
Dapat menjadikan sumber pengetahuan kepada masyarakat untuk mengetahui tentang penyakit broncopneumonia, agar dapat mencegah penyakit broncopneumonia pada anak dan jika sudah terkena penyakit pada anak agar segera ditangani oleh petugas kesehatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  PENGERTIAN
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dan benda asing

2.2  ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
1)      Anatomi
Sistem pernapasan terdiri atas :
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru.
b. Faring atau tenggorokan
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
3
c. Laring atau pangkal tenggorokan
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak suara. Dan terdiri atas : epiglotis , glotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid,kartilaago aritenoid dan pita suara.
d. Trakea atau batang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang rawan.
e. Bronkus atau cabang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
f. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
2)    Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

2.3  ETIOLOGI
            Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:
1.    Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
2.    Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3.    Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4.    Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah :
1)      Faktor predisposisi
2)      Faktor pencetus
a.    gizi buruk/kurang
b.    berat badan lahir rendah (BBLR)
c.    tidak mendapatkan ASI yang memadai
d.   imunisasi yang tidak lengkap
e.    polusi udara
f.     kepadatan tempat tinggal

2.4  PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.

2.5  MANIFESTASI KLINIK
1.      Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas.
2.      Demam (390 – 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
3.      Anak sangat gelisah dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
4.      Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
5.      Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6.      Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
7.      Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
8.      Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.

2.6  KOMPLIKASI
1.      Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2.      Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3.      Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4.      Infeksi sistemik.
5.      Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6.      Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
7.      Otitis media, perikarditis, bronkiektasis.

2.7  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner.
2.      Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000/mm3.
3.      Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi. Terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial.
4.      Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
5.      Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya. Pewarnaan gram:  Untuk  seleksi awal anti mikroba.
6.      Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan.
7.      Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8.      Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
9.      Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti virus.

2.8  PENATALAKSANAAN
A.    Farmakologi
 Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
 Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).
2. Anak –anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia:
Penisilin prokain IM atau  Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari, Eritromisin atau Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. Oksigen 1-2 L/menit. v IVFD dekstrose 5 % ½ NaCl 0,225% 350cc / 24 jam v ASI/PASI 8 x 20cc per sonde.
B. Non farmakologi
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif.
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya.

2.9    PENCEGAHAN
            Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. Influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.



2.10     POHON MASALAH


BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1              Pengkajian
a. Pengumpulan Data
a) Anamnesa
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun,  trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
b) Keluhan utama
Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare atau diare dengan tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
c)      Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 390-400 C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
d)     Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi
e)      Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
f)       Riwayat kesehatan lingkungan.
12
Menurut Wilson dan Thompson, pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
g)      Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
h)      Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

b.    Pemeriksaan Persistem.
a)      Sistem Kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b)      Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c)      Sistem Pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan atau cairan personde.
d)     Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e)      Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f)       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g)      Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering.

3.2 Diagnosa keperawatan
a.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, peningkatan sputum.
b.        Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi.
c.         Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam alveoli.
d.        Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah).
e.         Resty injury (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit) berhubungan dengan hipoventilasi, dehidrasi.
f.         Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan output cairan dan makanan.

3.3 Rencana keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial, peningkatan produksi sputum.
Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama waktu 2x24 jam, anak dapat melakukan respirasi dengan lancar, tanpa hambatan.
Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan cyanosis.
Intervensi
Rasional
Instruksikan dan atau awasi pengendalian pernafasan dengan tehnik nafas dalam.
Meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar, ekspansi dada, dan perbaikan mobilitas dinding dada.
Gunakan tekhnik bermain untuk latihan bernafas pada anak-anak yang masih kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja).
Memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan ekspirasi.
Ajarkan penggunaan nebulizer, dan inhaler dosis terukur yang benar jika diindikasikan.
Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluaganya, dalam menggunakan dengan cara yang benar.
Melakukan perkusi dan drainase postural dan menganjurkan batuk jika diindikasikan.
Merangsang dan merontokkan dahak dalam bronkus.
Anjurkan berenang.
Anak dapat menghirup udara tersaturasi dengan lembab, dan berekhalasi dibasah air akan memperpanjang ekspirasi dan  meningkatkan tekanan akhir ekspirasi.
Posisikan pasien fowler tinggi
Ekspansi paru maksimal
Kolaborasikan pemberian obat dan pemakaian yang benar
Pengetahuan kepada pasien, dan mencegah obat menjadi resisten pada anak

b.        Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
Tujuan : Setelah pelaksanaan keperawatan selama 3x24 jam, pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak mengalami brokhospasme.
Kriteria hasil : Anak bernafas bersih, tidak mengalami asfiksia, pernafasan anak tidak sulit, frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami penurunan saturasi oksigen.
Intervensi
Rasional
Anjurkan tekhnik relaksasi

Mengurangi ansietas dan meningkatkan ekspansi paru
Posisi fowler tinggi atau berikan overbed table dengan bantal diatasnya untuk bersandar jika hal tersebut lebih nyaman bagi anak.
Ekspansi paru maksimal.

Kolaborasikan Pemberian oksigen lembab dengan masker wajah, atau kanula.
Mempertahankan Pemberian oksigen yang maksimal.
Pantau dengan ketat saturasi okesigen dan gas darah melalui oksimetri nadi.
mencegah asfiksia dini atau asfiksia yang mengancam
Pantau dengan ketat presentasi oksigen yang diberikan
Kadar yang tinggi dapat menekan pernafasan
Kolaborasi pemberian sedative dan obat penenang, jika diresepkan, dengan kecermatan yang tinggi dan jika agitasi tidak disebabkan oleh anoreksia.
Obat-obat ini dapat mendepresi pernafasan dan menyamarkan tanda-tanda anoreksia



c.         Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan 3 x 24 jam, anak dapat bernafas dengan pola nafas yang efektif
Kriteria hasil : Suara nafas bersih dan sama pada kedua sisi paru, laju nafas dalam rentang normal, tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, dan retraksi.
Intervensi
Rasional
Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, Suhu, dan tanda-tanda keefektifan jalan nafas.
evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan / telah diberikan.

Lakukan fisiotherapi dada secara terjadwal
Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks

evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru.
Lakukan suction secara bertahap
Membantu pembersihan jalan nafas.
Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, setiap 2-4 jam

Evaluasi berkala keberhasilan therapy / tindakan tim kesehatan.

Kolaborasikan Pemberian oksigen dengan masker wajah, atau kanula.
Mempertahankan Pemberian oksigen yang maksimal.
Kolaborasikan pemberian antibiotic dan anntipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam dan diare)
Memberantasan bakteri sebagai factor causa gangguan.


d.        Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat banyak, diaporesis, nafas mulut atau hiperventilasi, muntah)
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : anak memperlihatkan suhu tubuh dalam batas 36,50-37,20
C, diaporesis.
Intervensi
Rasional
o   Anjurkan cairan oral
o  
Menyeimbangkan antara intake dan out put cairan pada tubuh.
Beri cairan ( dan makanan ) dalam porsi sedikit tapi sering
Menghindari distensi abdomen yang dapat mempengaruhi ekskursi diafragmatik
Tawarkan cairan jika gawat nafas akut sudah berkurang
Menurunkan resiko aspirasi

Hindari cairan yang dingin
Dapat mencetuskan reflex bronkospasme
Gunakan tekhnik bermain yang sesuai dengan usia anak
meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi pemberian terapi cairan infus iv pada kecepatan yang tepat
Terapi cairan akan meningkatkan pengenceran secret (jalur iv biasanya merupakan dua pertiga atau tiga perempat dari terapi rumatan (kecuali jika terjadi dehidrasi) untuk meminimalkan risiko edema pulmonal akibat tekanan inspirasi yang terlalu tinggi
Ukur asupan dan haluaran cairan, atasi dehidrasi secara perlahan.

hidrasi berlebih dapat meningkatkan akumulasi cairan pulmonal interstitial, yang akan menyebabkan peningkatan obstruksi jalan nafas

e.         Risiko cedera / injury (asidosis respiratorik, ketidak seimbanagn elektrolit) berhubungan dengan hipoventilasi, dehidrasi).
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, pasien tidak mengalami asidosis, elektrolit, serum normal
Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda asidosis metabolic, anak menunjukkan elektrolit serum normal.

Intervensi
Rasional
Cegah dehidrasi dan muntah
Dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Pantau ketat pH darah
pH kurang dari 7,25 akan mengganggu aliran darah sistemik, paru dan koronaria, selain pH normal akan meningkatkan efek bronkhodilator.
Beri natrium bikarbonat sesuai instruksi
Untuk mencegah atau mengatasi asidosis

Cegah muntah dan dehidrasi
                                        
Awalnya anak akan mengalami alkalosis, namun jika muntah semakin parah atau tidak terkendali, dapat menyebabkan asidosis

Pertahankan infus IV

Untuk mencegah dehidrasi
Pantau ketat elektrolit serum

Karena dehidrasi dan obat dapat mengubah elektroolit serum normal.


f.       Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan output.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, diharapkan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak simbang, terpenuhi.
Kriteria Hasil : nafsu makan anak meningkat, anak tidak mual ataupun muntah, BB ideal atu meningkat, tidak diare.

Intervensi
Rasional
Kaji intake pasien
Sebagai informasi dasar untuk  perencanaan awal dan validasi data
Tingkatkan intake makan dan minum per oral
Menyeimbangkan dengn output anak yang keluar
Sajikan makanan dalam kondisi hangat dan menarik
Menambah nafsu makan pada anak
Jaga kebersihan mulut anak
Dapat meningkatkan nafsu makan pada anak
Berikan makan sedikit tapi sering
Memberikan intake makanan yang adekuat
Kolaborasi pemberian makanan dengan ahli gizi
Membikan diit gizi yang tepat pada anak.


No comments:

Post a Comment