Sumber:
Ahern, Wilkinson, 2002,
Buku Saku Diagnosa Keperwatan edisi 9, EGC: Jakarta
Suddarth, Bruner, 2002,
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC: Jakarta
Syaifudin, 2002,
Anatomi dan Fisiologi edisi 4, EGC: Jakarta
Jong, W, 1997, Buku
Ajar Ilmu Bedah, EGC Jakarta
1.1 Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada
paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia merupakan
penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi
19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak
efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, kurang
pengetahuan, intoleransi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Jika broncopnemonia terlambat di diagnosa atau
terapi awal yang tidak memadai pada broncopnemonia dapat menimbulka empisema,
rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan secara
menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kelompok
kami akan membahas lebih dalam mengenai penyakit broncopneumonia untuk dapat
mengetahui bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada pasien bronkopnemonia
dengan proses keperawatan yang benar.
1.2 Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia.
2.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini
adalah :
a. Untuk memahami tentang penyakit Broncopneumonia yang terjadi pada anak.
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak Broncopneumonia.
a. Untuk memahami tentang penyakit Broncopneumonia yang terjadi pada anak.
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak Broncopneumonia.
1
|
1.3 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
tujuan di atas, rumusan masalah sebagai berikut.
a.
Apa
konsep dasar dari Broncopnemonia?
b.
Bagaimana
Anfis dari sistem pernafasan?
c.
Bagaimana
patofisilogi dari Broncopneumonia?
d.
Bagaimana
pemeriksaan penunjang tentang
Broncopneumonia?
e.
Bagaimana
penatalaksanaan tentangBroncopneumonia?
1.4 Manfaat
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, manfaat yang dapat diambil sebagai berikut;
a)
Mahasiswa
Dapat
menjadi referensi bagi mahasiswa untuk mengetahui tentang penyebab, proses
jalannya penyakit, penanganan, asuhan keperawatan broncopneumonia..
b)
Masyarakat
Dapat
menjadikan sumber pengetahuan kepada masyarakat untuk mengetahui tentang
penyakit broncopneumonia, agar dapat mencegah penyakit broncopneumonia pada
anak dan jika sudah terkena penyakit pada anak agar segera ditangani oleh
petugas kesehatan.
|
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Bronchopneumonia adalah
radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam satu
area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru
(Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumonia
disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang
mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dan benda
asing
2.2 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
1) Anatomi
Sistem pernapasan
terdiri atas :
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan
dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru.
b. Faring atau
tenggorokan
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke
laring.faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
3
|
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi
utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan
napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga
disebut sebagai kotak suara. Dan terdiri atas : epiglotis , glotis, kartilago
tiroid, kartilago krikoid,kartilaago aritenoid dan pita suara.
d. Trakea atau batang
tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari
tulang-tulang rawan.
e. Bronkus atau cabang
tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
f. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri,
dimana paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2
lobus.
2) Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan
proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu
pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah
proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma
meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan
iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang.
Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru
kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini
adalah proses pasif. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks
dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler
dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan
konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas
merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise),
eritrosit dan Hb.
2.3 ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh
terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia
yang biasa ditemukan adalah:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus
Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi
benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah :
1) Faktor predisposisi
2) Faktor pencetus
a. gizi buruk/kurang
b. berat badan lahir rendah (BBLR)
c. tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. imunisasi yang tidak lengkap
e. polusi udara
f. kepadatan tempat tinggal
2.4 PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia
merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus yang masuk ke
saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan
jaringan sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12
jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia,
mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan.
Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
B. Stadium
II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi
merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi
kelabu (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi
kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi
(7 – 11 hari)
Disebut juga stadium
resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel
fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman
sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,
fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan
penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa
menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai
pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya
cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis
respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas.
2.5 MANIFESTASI KLINIK
1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas.
2. Demam (390 – 400C) kadang-kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
3. Anak sangat gelisah dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
4. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelektasis absorbsi.
2.6 KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik.
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
7. Otitis media, perikarditis, bronkiektasis.
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau
beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner.
2. Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000/mm3.
3. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami
imunodefiensi. Terjadi
lekositosis pada pneumonia bakterial.
4. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner
yang berhubungan dengan oksigen.
5. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum,
untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya. Pewarnaan gram: Untuk seleksi awal anti mikroba.
6. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan
terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan.
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi.
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti virus.
2.8 PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin,
gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum
penderita, dan dugaan kuman penyebab:
1. Umur 3 bulan-5
tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza
atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis
dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali
sehari dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau
kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam,
oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).
2. Anak –anak < 5
tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia:
Penisilin prokain IM atau Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam
oral, 4 kali sehari, Eritromisin atau Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2
kali sehari. Oksigen 1-2 L/menit. v IVFD dekstrose 5 % ½ NaCl 0,225% 350cc / 24 jam v ASI/PASI 8 x 20cc per sonde.
B. Non farmakologi
1. Istirahat, umumnya
penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
2. Simptomatik terhadap
batuk.
3. Batuk yang produktif
jangan ditekan dengan antitusif.
4. Bila terdapat
obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen
umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling
baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya.
2.9 PENCEGAHAN
Penyakit
bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas
seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi
Pneumokokus
2. Vaksinasi H.
Influenza
3. Vaksinasi Varisela
yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza
yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
2.10
POHON
MASALAH
|
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
a. Pengumpulan Data
a) Anamnesa
Umumnya anak dengan
daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang
menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia,
aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
b) Keluhan utama
Anak sangat gelisah,
batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah
dan diare atau diare dengan tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia
dan muntah.
c) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia
biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa
hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 390-400
C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
d) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita
penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti morbili,
pertusis, malnutrisi, imunosupresi
e) Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain
yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada
anggota keluarga yang lainnya.
f) Riwayat kesehatan lingkungan.
12
|
g) Imunisasi.
Anak yang tidak
mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat
untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan
pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada
usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada
usia 0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
h) Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau
meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
b. Pemeriksaan Persistem.
a) Sistem Kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan
cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,
pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada
sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan
pilek.
c) Sistem Pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang
tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan
dan cara pemberian makanan atau cairan personde.
d) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
e) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada
anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat,
kulit kering.
3.2 Diagnosa keperawatan
a.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, peningkatan sputum.
b.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau
hipoventilasi.
c.
Gangguan pola nafas
berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam
alveoli.
d.
Resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat
banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah).
e.
Resty injury (asidosis
respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit) berhubungan dengan hipoventilasi,
dehidrasi.
f.
Gangguan Nutrisi kurang
dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan output
cairan dan makanan.
3.3 Rencana keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial,
peningkatan produksi sputum.
Tujuan : setelah
tindakan keperawatan selama waktu 2x24 jam, anak dapat melakukan respirasi
dengan lancar, tanpa hambatan.
Kriteria hasil :
menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan
cyanosis.
Intervensi
|
Rasional
|
Instruksikan dan atau awasi pengendalian pernafasan dengan tehnik nafas
dalam.
|
Meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar, ekspansi dada, dan
perbaikan mobilitas dinding dada.
|
Gunakan tekhnik bermain untuk latihan bernafas pada anak-anak yang masih
kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja).
|
Memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan ekspirasi.
|
Ajarkan penggunaan nebulizer, dan inhaler dosis terukur yang benar jika
diindikasikan.
|
Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluaganya, dalam menggunakan
dengan cara yang benar.
|
Melakukan perkusi dan drainase postural dan menganjurkan batuk jika
diindikasikan.
|
Merangsang dan merontokkan dahak dalam bronkus.
|
Anjurkan berenang.
|
Anak dapat menghirup udara tersaturasi dengan lembab, dan berekhalasi
dibasah air akan memperpanjang ekspirasi dan meningkatkan tekanan akhir
ekspirasi.
|
Posisikan pasien fowler tinggi
|
Ekspansi paru maksimal
|
Kolaborasikan pemberian obat dan pemakaian yang benar
|
Pengetahuan kepada pasien, dan mencegah obat menjadi resisten pada anak
|
b.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan
atau hipoventilasi
Tujuan : Setelah
pelaksanaan keperawatan selama 3x24 jam, pasien memperlihatkan fungsi
pernafasan normal dan tidak mengalami brokhospasme.
Kriteria hasil :
Anak bernafas bersih, tidak mengalami asfiksia, pernafasan anak tidak sulit,
frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak
tidak mengalami penurunan saturasi oksigen.
Intervensi
|
Rasional
|
Anjurkan tekhnik relaksasi
|
Mengurangi ansietas dan meningkatkan ekspansi paru
|
Posisi fowler tinggi atau berikan overbed table dengan bantal diatasnya
untuk bersandar jika hal tersebut lebih nyaman bagi anak.
|
Ekspansi paru maksimal.
|
Kolaborasikan Pemberian oksigen lembab dengan masker wajah, atau kanula.
|
Mempertahankan Pemberian oksigen yang maksimal.
|
Pantau dengan ketat saturasi okesigen dan gas darah melalui oksimetri
nadi.
|
mencegah asfiksia dini atau asfiksia yang mengancam
|
Pantau dengan ketat presentasi oksigen yang diberikan
|
Kadar yang tinggi dapat menekan pernafasan
|
Kolaborasi pemberian sedative dan obat penenang, jika diresepkan, dengan
kecermatan yang tinggi dan jika agitasi tidak disebabkan oleh anoreksia.
|
Obat-obat ini dapat mendepresi pernafasan dan menyamarkan tanda-tanda
anoreksia
|
c.
Gangguan pola nafas
berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam
alveoli.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan perawatan 3 x 24 jam, anak dapat bernafas dengan pola nafas yang
efektif
Kriteria hasil : Suara
nafas bersih dan sama pada kedua sisi paru, laju nafas dalam rentang normal, tidak
terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, dan retraksi.
Intervensi
|
Rasional
|
Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, Suhu, dan tanda-tanda
keefektifan jalan nafas.
|
evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan / telah diberikan.
|
Lakukan fisiotherapi dada secara terjadwal
|
Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
|
Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
|
evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru.
|
Lakukan suction secara bertahap
|
Membantu pembersihan jalan nafas.
|
Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, setiap 2-4 jam
|
Evaluasi berkala keberhasilan therapy / tindakan tim kesehatan.
|
Kolaborasikan Pemberian oksigen dengan masker wajah, atau kanula.
|
Mempertahankan Pemberian oksigen yang maksimal.
|
Kolaborasikan pemberian antibiotic dan anntipiretik sesuai order, kaji
keefektifan dan efek samping (ruam dan diare)
|
Memberantasan bakteri sebagai factor causa gangguan.
|
d.
Resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat
banyak, diaporesis, nafas mulut atau hiperventilasi, muntah)
Tujuan : Setelah
dilakukan perawatan 3x24 jam, pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : anak memperlihatkan suhu tubuh dalam batas 36,50-37,20
C, diaporesis.
Intervensi
|
Rasional
|
o Anjurkan cairan oral
o
|
Menyeimbangkan antara intake dan out put cairan pada tubuh.
|
Beri cairan ( dan makanan ) dalam porsi sedikit tapi sering
|
Menghindari distensi abdomen yang dapat mempengaruhi ekskursi
diafragmatik
|
Tawarkan cairan jika gawat nafas akut sudah berkurang
|
Menurunkan resiko aspirasi
|
Hindari cairan yang dingin
|
Dapat mencetuskan reflex bronkospasme
|
Gunakan tekhnik bermain yang sesuai dengan usia anak
|
meningkatkan asupan cairan
|
Kolaborasi pemberian terapi cairan infus iv
pada kecepatan yang tepat
|
Terapi cairan akan meningkatkan pengenceran secret (jalur iv biasanya
merupakan dua pertiga atau tiga perempat dari terapi rumatan (kecuali jika
terjadi dehidrasi) untuk meminimalkan risiko edema pulmonal akibat tekanan inspirasi
yang terlalu tinggi
|
Ukur asupan dan haluaran cairan, atasi dehidrasi secara perlahan.
|
hidrasi berlebih dapat meningkatkan akumulasi cairan pulmonal
interstitial, yang akan menyebabkan peningkatan obstruksi jalan nafas
|
e.
Risiko cedera / injury (asidosis
respiratorik, ketidak seimbanagn elektrolit) berhubungan dengan hipoventilasi,
dehidrasi).
Tujuan : Setelah
dilakukan perawatan 3x24 jam, pasien tidak mengalami asidosis, elektrolit,
serum normal
Kriteria hasil :
anak tidak menunjukkan tanda-tanda asidosis metabolic, anak menunjukkan
elektrolit serum normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Cegah dehidrasi dan muntah
|
Dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit.
|
Pantau ketat pH darah
|
pH kurang dari 7,25 akan mengganggu aliran darah sistemik, paru dan
koronaria, selain pH normal akan meningkatkan efek bronkhodilator.
|
Beri natrium bikarbonat sesuai instruksi
|
Untuk mencegah atau mengatasi asidosis
|
Cegah muntah dan dehidrasi
|
Awalnya anak akan mengalami alkalosis, namun jika muntah semakin parah
atau tidak terkendali, dapat menyebabkan asidosis
|
Pertahankan infus IV
|
Untuk mencegah dehidrasi
|
Pantau ketat elektrolit serum
|
Karena dehidrasi dan obat dapat mengubah elektroolit serum normal.
|
f. Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara intake dan output.
Tujuan : Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, diharapkan pemenuhan kebutuhan
nutrisi pada anak simbang, terpenuhi.
Kriteria Hasil : nafsu makan anak
meningkat, anak tidak mual ataupun muntah, BB ideal atu meningkat, tidak diare.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji intake pasien
|
Sebagai informasi dasar untuk perencanaan awal
dan validasi data
|
Tingkatkan
intake makan dan minum per oral
|
Menyeimbangkan
dengn output anak yang keluar
|
Sajikan makanan dalam kondisi hangat dan menarik
|
Menambah nafsu makan pada anak
|
Jaga
kebersihan mulut anak
|
Dapat
meningkatkan nafsu makan pada anak
|
Berikan makan sedikit tapi sering
|
Memberikan intake makanan yang
adekuat
|
Kolaborasi pemberian makanan dengan ahli gizi
|
Membikan diit gizi yang tepat pada
anak.
|
No comments:
Post a Comment