Asuhan Keperawatan dengan Gastritis atau Maag
Sumber:
Sumber:
Aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnose medis & Nanda Nic Noc edisi revisi Jilid 1
tahun 2013.
Doenges, E. Marilynn.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. dan
Nancy R. Ahern. Buku saku diagnosis
keperawatan. edisi 9 Jakarta: EGC
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. DEFINISI
Gastritis
merupakan suatu keadaan peradangan atau pendarahn mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus, atau local. Dua jenis gastritis sering terjadi
adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis. (Price &
Wilson, 2006)
Gastritis
adalah inflamasi mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)
Gastritis
adalah suatu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang
bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan. ( J.
Reves, 1999 )
B. ETIOLOGI
Gastritis
disebabkan oleh infeksi kuman helicobacter pylori dan pada awal infeksi mukosa
lambung menunjukkan respons inflamasi akut dan jika diabaikan ana menjadi
kronik. (Sudoyo aru, dkk 2009)
1.
Infeksi
bakteri. Sebagian besar populasi di dunia
terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa
yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana
bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut
terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa
kanak – kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya
peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian
mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu
perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan
racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau
dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat
bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena
infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala
gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat
sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
2.
Pemakaian
obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin,
ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic
ulcer.
3.
Penggunaan
alkohol secara berlebihan. Alkohol
dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding
lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
4.
Penggunaan
kokain. Kokain dapat merusak lambung dan
menyebabkan pendarahan dan gastritis.
5.
Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma,
luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta
pendarahan pada lambung.
6.
Kelainan
autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis
terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam
dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap
menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu
tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat
dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophic gastritis
terjadi terutama pada orang tua.
7.
Crohn’s
disease. Walaupun penyakit ini biasanya
menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang
dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena
penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare
dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
8.
Radiasi and
kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti
kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh
terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi
dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan
dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung.
9.
Penyakit
bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang
membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati.
Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke
usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti
cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung.
Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam
lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
10.
Faktor-faktor
lain. Gastritis sering juga dikaitkan
dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan
gagal hati atau ginjal.
C. PATOFISIOLOGI
Bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia
yang masuk kedalam lambung menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya
sehingga lambung kehilangan barrier (pelindung). Selanjutnya terjadi
peningkatan difusi balik ion hidrogen. Gangguan difusi pada mukosa dan
penngkatan sekresi asam lambung yang meningkat / banyak. Asam lambung dan
enzim-enzim
pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi
peradangan. Inilah yang disebut gastritis. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi
peradangan. Inilah yang disebut gastritis. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang
bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung
(gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung
dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan atropi
kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan
berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan (gastitis atropik). Hilangnya mukosa
lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya
anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan
untuk karsinoma lambung. Gastritis kronis dapat pula terjadi
bersamaan dengan ulkus peptikum atau mungkin terjadi setelah tindakan
gastroyeyunostomi.
D. KLASIFIKASI
Gastritis
menurut jenisnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
Gastritis Akut
Gastritis
(inflamasi mukosa lambung) paling sering diakibatkan oleh kesembronoan diit,
misalnya makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang terlalu banyak
bumbu atau makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin,
fefluks empedu dan terapi radiasi. Gastritis dapat juga menjadi tanda pertama
infeksi sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh
asam kuat aatu alkali, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau
perforasi.
2.
Gastritis
Kronis
Inflamasi
yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas,
oleh bakteri H. Pylori . gastritis kronis mungkin diklasifikassikan sebagai
Tipe A atau Tipe B. Tipe A ini terjadi pada fundus atau korpus lambung. Tipe B
(H. Pylori) mengenai antrum dan pylorus. Mungkin berkaitan dengan bacteria H.
Pylori. Faktor diit seperti minuman panas, bumbu penyedap,penggunaan obat,
alcohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung.
E. MANIFESTASI
KLINIS
1.
Gastritis
akut: nyeri epigastrium, mual, muntah, dan pendarahan terselubung maupun nyata.
Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hyperemia dan udeme, mungkin juga
ditemukan erosi dan pendarahan aktif
2.
Gastritis
kronik: kebanyakan gastritis asimptomatik, kelihan lebih berkaitan dengan
komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak lambung, defisiensi zat besi,
anemia pernisiosa, dan karsinoma lambung ( Wim de jong. 2005)
F. KOMPLIKASI
1.
Gastritis Akute
a. Perdarahan saluran cerna atas, hingga anemia dan
kematian.
b. Ulkus pada lambung: Karena erosi pada area yang mengelilingi
membrane mukosa lambung. biasanya terjadi akibat keseringan menggunakan
obat-obat anti-inflamasi nonsteroid, penggunaan alcohol, dan perokok berat,juga
oleh H. Pylori. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah
atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segeraPerforasi
lambung.
2.
Gastritis Kronis
a. Gangguan penyerapan Vitamin B12 karena atropi lambung
dan akan terjadi anemia pernisiosa.
b. Gangguan penyerapan zat besi.
c. Penyempitan daearah fillorus.
d. Kanker lambung; biasanya terjadi pada individu usia 40
tahun keatas dan juga pad individu yang lebih muda. Diit yang mengiritasi
biasanya adalah factor utamanya. (makanan yang diasap dan sedikit mengkonsumsi
buah dan sayur), penyakit ini timbul akibat gastritis yang sudah kronis, anemia
pernisiosa, ulkus gastrikum.
G. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Bila seorang
pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan
pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan
tersebut meliputi :
1.
Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan
untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam darah. Hasil tes yang
positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu
dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena
infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi
akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
2.
Pemeriksaan pernapasan. Tes ini
dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau
tidak.
3.
Pemeriksaan feces. Tes ini
memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak. Hasil
yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya
pendarahan pada lambung.
4.
Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes
ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam
esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu
dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien
merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang
terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari
jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam.
Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah
rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5.
Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini
akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum
dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat
lebih jelas ketika di ronsen.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya, diet
lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara spesifik
dapat dibedakan sebagai berikuT:
1.
Gastritis
Akut
a. Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala
menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi
b. Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan
IV.
c. Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa
dengan hemoragie yang terjadi pada saluran gastrointestinal bagian atas.
d. Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau
alkali, encerkan dan netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium
hidroksida, antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan
sukralfat (untuk sitoprotektor).
e. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat,
gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
f. Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung
karena bahaya perforasi.
2.
Gastritis
Kronis
a. Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
b. H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis;
tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol).
I. TERAPI
Terapi gastritis sangat
bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam
gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus yang jarang, pembedahan untuk
mengobatinya.
1.
Terapi terhadap asam lambung
Asam lambung
mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan menyebabkan sakit dan
peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi sebagian besar
tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi atau
menetralkan asam lambung seperti :
a. Anatsida. Antasida
merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat
yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam
lambung dengan cepat.
b. Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut,
dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin,
nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
c. Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam
lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil
asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari
“pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole,
lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga
menghambat kerja H. pylori.
d. Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi
jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke
dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara
teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat
golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth
subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. pylori.
e. Terapi terhadap H. pylori Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi
infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari
antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth
subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa
proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan
meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H.
pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H.
pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi
kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat.
Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan
10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H.
pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi
dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis
pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H.
pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa
bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah
hilang.
J. PENCEGAHAN
Walaupun
infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran
untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :
1. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam,
gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan
yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan
jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
2. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam
lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
3. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat lambung lebih
rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam lambung,
sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya
kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama
bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang dapat
membantu untuk berhenti merokok.
4. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan
jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu
mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
5. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan
sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress
juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan.
Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah
mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat
yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
6. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS,
obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri
yang mengandung acetaminophen.
K. POHON
MASALAH
BAB III
RENCANA ASKEP GASTRITIS
A.
Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikologis
7. Genogram
8. Pemeriksaan fisik
B
1 (breath) : takhipnea
B 2 (blood) :
takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer lambat,
warna kulit pucat.
B 3 (brain) :sakit
kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri
epigastrum.
B 4 (bladder) :
oliguri, gangguan keseimbangan cairan.
B 5 (bowel) :
anemia, anorexia,mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan
pedas.
B 6
(bone) : kelelahan,
kelemahan
B.
DAFTAR DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan mukosa
lambung teriritasi
2. Resiko
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pendarah, mual dan muntah
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat
C.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam
dan 3 x 24 jam pascabedah gastrekotomi, nyeri berkurang/hilang atau
teradaptasi.
KH: - secara
subjektib melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
- Skala
nyeri 0-1 (0-4).
- Dapat
mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- pasien
tidak gelisah
Intervensi
1.
Istirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul
R/ istirahat secara fisiologis akan
menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolism basal.
2.
Ajarkan
tehnik relaksasi nafas pada saat nyeri
R/ Meningkatkan asupan oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal
3.
Ajarkan
tehnik distraksi pada saat nyeri
R/ Distraksi (pengalihan Panggilan )
dapat menurunkan stimulus internal.
4.
Manajemen
Lingkungan: Lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan istirahatkan pasien.
R/ Lingkungan tenang akan
menurunkanstimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan oksigen ruanganyang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
5.
Lakukan
Manajemen sentuhan
R/ Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
6.
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian:
1).
Pemakaina penghambat H2 ( seperti Simetidin /Ranitidin).
2).
Antasida
R/ Simetidin
penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam lambun, meningkatkanpH Lambung
dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung, penting untuk penyembuhan dan
pencegahan lesi. Antasida untuk mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5
2.
Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pendarah, mual dan muntah
Tujuan: Dalam
wkatu 1 x 24 jam tidak terjadi pendarahan
KH: menunjukkan
perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urin adekuat dengan
berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler cepat.
Intervensi
1.
Catat karakteristik muntah dan/atau
drainase.
R/
membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning
kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi
usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut,
mungkin karna ulkus gaster, darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan
dalam usus) atau perdarahan vena dari varises. Penampilan kopi gelap diduga
sebagai darah tercerna dari area perdarahan lambat. Makanan tak tercerna
menunjukkan obstruksi atau tumor gaster.
2.
Awasi tanda vital. Ukur TD dengan
posisi duduk, berbaring. Berdiri bila mungkin.
R/
perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah.
Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
3.
Pertahankan tirah baring, mencegah
muntah dan tegangan padasaat defekasi.
R/
aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intra-abdomen dan dapat mencetuskan
perdarah lanjut.
4.
Tinggikan kepala tempat tidur selama
pemberian antasida.
R/
mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimanadapat menyebabkan
komplikasi paru serius.
5.
Kolaborasi
a.
Berikan cairan/darah sesuai
indikasi.
R/
penggantian cairan bergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan.
Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan darah dan pencocokan
silang dapat diselesaikan dan transfusi darah dimulai.
b.
Lakukan lavase gaster dengan cairan
garam faal dingin atau dengan suhu ruangan sampai cairan aspirasi merah muda
bening atau jernih dan bebas bekuan.
R/
mendorong keluar/pemecahan bekuandan dapat menurunkan perdarahan dengan
vasokonstriksi lokal. Memudahkan visualisasi dengan endoskopi untuk
melokalisasi sumber perdarahan.
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake tidak adekuat
Tujuan:Setelah
dilakukan tindakan keperawatan dan pelaksanaan tim medis 1x24 jam nafsu makan
meningkat dan nutrisi tercukupi
KH : Mual berkurang, Tidak ada muntah, nafsu
makan bertambah, Berat badan sesuai
Intervensi :
1.
Observasi
penurunan berat badan, catat adanya mual muntah dan anoreksia
R/ Untuk mengetahui perubahan nutrisi
pada klien.
2.
Observasi
dan monitor status nutrisi
R/ mempertahankan intake output
cairan.
3.
Jelaskan
kepada keluarga pasien pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ keluarga pasien mengetahui
pentingnya nutrisi
4.
Berikan
fariasi pada makanan
R/ untuk meningkatkan nafsu makan
5.
Ciptakan
suasana senyaman mungkin
R/ memposisikan pasien senyaman
mungkin
6.
Berikan
dorongan pada pasien untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencukupi nutrisi pada pasien
7.
Kolaborasi
:
- Konsul gizi
- Pemeriksaan laborat
R/ untuk mengetahu hasil dan tindakan
selanjutnya
No comments:
Post a Comment