Sumber:
Betz,Cecily
l,Linda A.S.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.Jakarta : EGC
Muscari,
Mary E. 2005. KeperawatanPediatrikEdisi 3. Jakarta :
EGC
Ngastiyah,1997.Perawatan
Anak Sakit.Jakarta.EGC
Nursalam,dkk.
2005. AsuhanKeperawatanBayidanAnak. Jakarta:SalembaMedika
Ralph,Sheila
S,Taylor M.C.2010.Diagnosa Keperawatan
Edisi 10 .Jakarta:EGC
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Disentri merupakan salah satu jenis
diare akut atau timbul mendadak , umumnya banyak dialami anak pada usia balita
. penyebab disentri yakni infeksi kuman shigella (disentri basiler) dan parasitentamoebah histolitika (disentri bazamoba) . gejala disentri pada
anak biasanya didahului demam ( pada disentri basiler) , ada gejala sakit perut
ketika BAB dan setelahnya rasa sakit tersebut hilang serta feses berlendir dan
berdarah.
Disentri juga dikenal sebagai fluks
atau fluks berdarah yang merupakan gangguan peradangan usus terutama usus besar
yang menghasilkan diare berat yang mengandung lender atau darah dalam feses .
disentri jika terlambat di obati akan mengakibatkan fatal .
Disentri pada dasarnya mengacu pada
ganggaun pencernaan yang ditandai dengan peradangan pada usus atau infeksi usus
. Hal ini disebabkan oleh amuba yang disebut Entamoebahistolitika . Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia WHO , disentri ini dikategorikan dalam diare ,
diamana darah bisa muncul saat buang air besar dan encer.
Dalam musim penghujan penyakit
disentri sangat umum terjadi pada setiap kelompok usia sehingga pada musim
tersebut sangat perlu dilakuan pencegahan penyakit disentri. Dengan melakukan
sedikit usaha dan memberikan perhatian yang layak kearah itu kita dapat
mencegah diri kita dari terjangkit penyakit itu .
Disentri ini terkait dengan kondisi
sanitasi yang buruk dan menyebar terutama melalui makanan dan air yang
terkontaminasi . Ketika sesorang terinfeksi , organisme hidup pada usus dan
dilewatkan dalam tinja orang yang terinfeksi . Jika ini terjadi kontak dengan
makanan atau air , hal itu akan terkontaminasi hal ini biyasanya ditularkan
oleh makanan atau air .
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan disentri?
2.
Apa saja klasifikasi dari disentri?
3.
Bagaimana prevalensi disentri ?
4.
Apa saja penyebab dari disentri ?
5.
Bagaimana patofisiologi terjadinya
disentri ?
6.
Bagimana manifestasi klinis dari anak
penderita disentri?
7.
Apa saja pemeriksaan penunjang untuk
anak dengan disentri ?
8.
Bagaimana penatalaksanaan anak dengan
disentri ?
9.
Apa saja komplikasi dari disentri?
10. Bagaimana
konsep Asuhan Keperawatan anak dengan disentri ?
C.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Diharapkan mahasiswa mahasiswi mampu memahami
bagaaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia
2.
Tujuan
Khusus
a. Mampu
menjelaskan pengertian disentri.
b. Mampu
memahami jenis – jenis disentri.
c. Mampu
menyebutkan prevalensi terjadinya disentri.
d. Mampu
menjelaskan penyebab disentri.
e. Mampu
memahami dan menjelaskan mekanisme (patofisiologi)terjadinya disentri.
f. Mampu
menyebutkan tanda dan gejala disentri pada anak.
g. Mampu
memahami pemeriksaan penunjang untuk disentri.
h. Mampu
memahami dan melakukan penatalaksanaan anak dengan disentri.
i.
Mampu menyebutkan komplikasi thalasemia.
j.
Mampu menjelaskan dan mengaplikasikan konsep
asuhan keperawatan anak dengan thalasemia.
D.
Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk ;
1. Mahasiswa
keperawatan
Makalah ini bermanfaat
untuk menambah wawasan sebagai pedoman asuhan keperawatan thalasemia pada anak
guna menyiapkan perawat yang intelektual dan berwawasan.
2. Para
medis, khususnya perawat
Makalah ini bermanfaat
sebagai pedeoman dalam menangani klien yang menderita thalasemia, khususnya
pada anak.
BAB II
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN
Disentri merupakan peradangan pada
usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer
secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. (Hembing Wed,2006)
Disentri merupakan peradangan pada
usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer
secara terus menerus(diare) yang bercmpur lender dan darah (J.Kopecko,2005)
Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
Akibat dari disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadi komplikasi pada mukosa(Soeparman Sarwono Waspadji,1990).
B.
EPIDEMINOLOGI
Bangsa
Indonesia seperti bangsa yang sedang berkembang lainnya mempunyai lingkungan
serta perilaku masyarakatnya yang kurang menguntungkan, sehingga dapat
menyebabkan tingginya kejadian penyakit menular yang masih merupakan salah satu
masalah di bidang kesehatan. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama
kematian dan kesakitan anak-anak di negara berkembang. Diperkirakan sekitar
1000 juta kejadian diare tiap tahun anak balita dengan perkiraan 5 juta
kematian tiap tahun. Sekitar 80% kematian ini terjadi pada dua tahun pertama
kehidupan anak (Buku Ajar Diare, Dep.Kes.RI,1990). Menurut Adhyatma (1982) di
Indonesia penyakit diare yang mempunyai angka kesakitan 40% per tahun
(1980-1984), menyerang terutama anak balita (60-80%). Sedangkan angka kematian
disebabkan oleh diare merupakan 20-40% dari seluruh kematian, sehingga diare
perlu mendapat perhatian dalam program upaya pemberantasan penyakit maupun
penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan pada umumnya.
Sementara angka kesakitan diare di daerah tranmigrasi dari 18 propinsi yang melaporkan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare per 1000 penduduk tertinggi ada di propinsi Sulawesi selatan (86.11), propinsi DI Aceh 63,45) menyusul propinsi Irian Jaya (36,84) dan terkecil adalah propinsi Jambi 8,75 per 1000 penduduk, sedangkan pada tahun 1999 tertinggi terjadi di propinsi Sulawesi Utara (102,53), menyusul Irian Jaya (84,29), Sulawesi Tenggara (54,78) dipropinsi Maluku (1,02).
Sementara angka kesakitan diare di daerah tranmigrasi dari 18 propinsi yang melaporkan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare per 1000 penduduk tertinggi ada di propinsi Sulawesi selatan (86.11), propinsi DI Aceh 63,45) menyusul propinsi Irian Jaya (36,84) dan terkecil adalah propinsi Jambi 8,75 per 1000 penduduk, sedangkan pada tahun 1999 tertinggi terjadi di propinsi Sulawesi Utara (102,53), menyusul Irian Jaya (84,29), Sulawesi Tenggara (54,78) dipropinsi Maluku (1,02).
C.
KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu
- Disentri Amoebica/Disentri Amoeba
Disentri amoebica disebabkan
entamoeba hystolitica,lebih sering pada anak usia >5tahun,Disentri ini
disebabkan entamoeba hystolitica
- Disentri Bacilaris/Disentri Basiler
Disentri
basiler yaitu gangguan pada radang usus yang menimbulkangejala meluas, tinja, lendir bercampur darah. (R. Linggappa, 1997)
Disentri basiler adalah infeksi usus yang menyebabkan
diare hebat.Infeksi melalui tinja orang terinfeksi juga bisa ditularkan melalui
kontak mulut ke dubur atau dari makanan,benda-benda atau alat lain(R.Butterten,2005)
Perbedaan disentri Amoebica dan Basilaris
Disentri Amoebica
|
Disentri Bacilaris
|
|
Penyebab
Dimulai
Panas
Berak
Berjangkitnya
Diagnosa
Prognosis
|
Entamoeba Histolitika
Tidak dengan tiba-tiba dan hebat
Tidak ada
Tidak sering kali, tidak banyak darah dan lender dan
baunya amat busuk
Tidak berat dan tidak secara wabah
Dapat dengan mikroskop
Pada penyakit endokrin tergantung pada penyakit
dasarnya. Pada penyebab obat-obatan tergantung kemampuan menghindari pemakaian
obat.
|
Shigela Disentri
Dengan hebat dan tiba-tiba
Ada
Terlalu sering, lebih banyak darah, lender dan nanah,
tidak bau busuk.
Hebat dan sering secara wabah
Menghendaki pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.
Pada bentuk berat angka kematian tinggi, kecuali
mendapat pengobatan dini. Pada bentuk sedang angka kema
|
D.
ANATOMI FISIOLOGI
1.
Usus
Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar
dari dalam ke luar adalah :
a. Selaput lender
b. Lapisan otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan ikat.
Fungsi
Usus Besar
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat inggal bakteri koli
c. Tempat feses
E.
ETIOLOGI
1.
Bakteri
(Disentri basiler) Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri
yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella
a.
Escherichia
coli enteroinvasif
(EIEC)
b.
Salmonella
c.
Campylobacter
jejuni, terutama
pada bayi
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan
beberapa keadaan seperti diare ringan tanpa demam, disentri disertai demam.
Sepsis, kejang terutama pada anak, tenesmus dan tinja berlendir dan air darah.
Golongan Shigella yang sering menyerang manusia ialah S. disentri, S.
Flexinceri, S. boydii dan S. sonnei. Di daerah tropis yang tersering ditemukan
ialah S. dysentri dan S. Flexneri, sedangkan S sonnei sering dijumpai di daerah
sub tropis atau daerah industry.
Gambar
E-Coli Bacterium
.
Gambar Shigella
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan
Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun.
Di
dunia terdapat tidak kurang dari 1500 serotipe Salmonella, beberapa di
antaranya dapat menyerang manusia dan binatang. Gejala klinis yang ditimbulkan
dapat berbeda-beda. S. Typhimurin, S. enteritis, S. Heidelberg, S. Oranienberg,
S. kreped, S. Havana dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis pada manusia.
S. typi, S. paratyphi A dan B dapat menyebabkan demam enteric sedangkan S.
choleramis dapat menyebabkan infeksi purulenta seperti abses S. osteomielitis.
Kuman penyebab diare
menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan, minuman yang tercemar tinja
atau yang kontak langsung dengan tinja penderita.Berikut Faktor resiko
pendukung etiologi :
1. Perilaku
khusus meningkatkan resiko terjadinya diare
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan, Menggunakan botol susu yang tercemar, Menyimpan makanan masak pada
suhu kamar dalam waktu cukup lama, Menggunakan air minuman yang tercemar oleh
bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci tangan setelah buang air besar,
sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan, Tidak membuang tinja
secara benar.
2. Faktor
yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, Kurang gizi,
Campak, Imunodefisiensi / imunosupressif.
3. Umur
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan, insiden paling banyak 6 – 10 bulan (pada masa pemberian makanan
pendamping).
4. Variasi
musiman
Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak
geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi
pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus) puncaknya pada musim
dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensi
meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada
musim hujan.
5. Infeksi asimtomatik
kebanyakan
infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan proporsi ini meningkat di
atas umur 2 tahun karena pembentukkan imunitas aktif
F.
PATOFISIOLOGI
Basil membentuk indotoksin dan
eksotoksin, menyebabkan infeksi lokal pada dinding usus terutama daerah kolon
sebagai ileum. Setelah mengadakan kerusakan pada mukosa usus tersebut,
terbentuklah tukak dengan tanda peradangan disekitarnya. Berbeda dengan tukak
akibat amubiasis yang tidak disertai dengan tanda – tanda peradangan yang khas.
Biasanya disertai pembengkakan kelenjar getah bening sekitarnya. Tukak tersebut
kadang – kadang dapat mencapai daerah sub mukosa tetapi jarang terjadi
perforasi.
G.
.PATOGENESIS
Pathogenesis
terjadinya diare Shigella spp. Ialah dsisebabkan kemampuan menggadakan invasi
ke epitel sel mukosa usus, berkembang biak di daerah invasi tersebut serta
mengeluarkan eksotoksin yang selalu merangsang terjadinya perubahan system
enzim di dalam sel muksa usus halus (adeil siklase) juga mempunyai sifat
sitotoksik. Daerah yang sering diserang ialah ileum terminalis dan usus besar.
Akibatnya invasi bakteri terjadi infiltrasi sel polimorfonuklier dan
menyebabkan matinya sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak kecil
didaerah iritasi yang menyebabkan sel darah merah dan plasma proteik ke luar
dan sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar bersama tinja.
Patogenesis Salmonella spp, seperti halnya dengan
Shigella dapat melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus perbedaannya adalah
terus masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabkan inflamasi sel radang.
S. typhimarium dapat membentuk enterotoksia yang dapat mengakibatkan diare, S.
typhi dan S. paratyphi mengakibatkan infeksi sistemik, termasuk menyerang
system retikulo-endotelial (RES) dan septisemia (bakterisema) sehingga terjadi
demam.
Amoeba
yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba
sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan sub
mukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus dipermukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bahan usus
besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum,
kolon asenden, rektu, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
S.
dysentriae, S. Flexeneri, dan S. sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShEt
1, ShET 2, dan toksin, dan neurotoksik. Enterotoksik tersebut merupakan salah
satu factor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel epitel mukosa
kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lender yang mempunyai warna hijau
yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya
sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus
mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengna peritoneum.
H.
MANIFESTASI KLINIS
1. Disentri basiler
a.
Diare
mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis,
pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam
pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan
lendir dalam tinja.
b.
Panas
tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
c.
Muntah-muntah.
d.
Anoreksia.
e.
Sakit
kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
f.
Kadang-kadang
disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala,
letargi, kaku kuduk, halusinasi).
g.
Disentri Basiller
Masa tunas berkisar
antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala merata 7 hari sampai 4 minggu. Pada
fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai
40 derajat Celsius. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung
darah dan lender, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk
klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit
perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja
sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating
cases) iasanya disebabkan oleh S. dysentrae. Gejalanya timbul mendadak dan
berat, dan berat berjangkit cepat, berak-berak seperti air dengan lender dan
darah, untah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi.
Saat
ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik factor kerentanan tubuh pasien,
sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
2. Disentri amoeba
a.
Diare
disertai darah dan lendir dalam tinja.
b.
Frekuensi
BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
c.
Sakit
perut hebat (kolik)
d.
Gejala
konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
Tanda gejala disentri amoeba menurut
macamnya:
a.Carrier
(Cyst Paser)
Pasien
ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding
usus.
b.
Disentry amoeba ringan
Timbulnya
penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut
kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare
ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur
darah dan lender. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmpid, jaraing nyeri
di daerah epigastrium. Kadang tersebut tergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan
umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (sub febris). Kadang
dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikitt nyeri tekan.
c. Disentri
amoeba sedang
Keluhan
pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi pasien
amsih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan
darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali
yang nyeri ringan.
d. Disentri
amoeba berat
Keluhan
dan gejala klinis lebih berat lagi. Penderita mengalami diare disertai darah
yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 derajat Celsius-40,5 derajat
Celsius) disertai mual dan anemia.
e. Disentri
amoeba kronik
Gejalanya
menyerupai disentri amoeba ringan, serangan diare diselingi dengan periode
normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurasthenia. Serangan diare
yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit
dicerna.
I.
TEST DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan
tinja
2.
Makroskopis :
suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam
tinja
3.
Benzidin
test
4.
Mikroskopis :
leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
5.
Biakan
tinja
6.
Media :
agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
7.
Pemeriksaan
darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat
ditemukan leucopenia.
8.
Endoscopy : memberikan visualisasi area
yang terlibat.
J.
KOMPLIKASI
1.
Disentri Basiler
a. Stenosis
b. Peritonitis
c. Hemoroid
d. Neuritis
perifer
e. Artritis
Disentri
basiler
Beberapa komplikasi ekstra
intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di negara yang
masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi
S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk.
Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic
syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi olehShigella.
Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada
saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria,
penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul
anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula
terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter),
trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat
bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan
sikap yang aneh.
Artritis juga
dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat
terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit
polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat
berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi
iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada
usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini
jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae
yang toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik
megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi
peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun
terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis
dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang
mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul
dan hemoroid.
2.
Disentri Amoebica
a. Perdarahan usus
b. Perforasi
c. Ameboma
d. Striktura
Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik
berat maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi
menjadi:
a. Komplikasi intestinal
· Perdarahan
usus
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding
usus besar dan merusak pembuluh darah.
· Perforasi
usus
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan
muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang
mortalitasnya tinggi.
· Peritonitis
juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
· Ameboma
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang
mengakibatkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di
daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.
· Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang
memerlukan tindakan operasi segera.
· Penyempitan
usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau
akibat ameboma.
b) Komplikasi ekstraintestinal
· Amebiasis
hati
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang
paling sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau
tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh
getah bening. Mula-mula
terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul
nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka
abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah
kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan(chocolate paste) yang
terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat
berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
· Abses
pleuropulmonal
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses
hati. Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini.
Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding
usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga
penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti
hati. Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat
embolisasi amoeba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati
walaupun sangat jarang terjadi.
· Amebiasis
kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus
besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau
dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba
yang berasal dari anus.
J.PENULARAN
Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman
diare. Air sumur atau air tanah yang telah tercemar kuman diare, atau makanan
dan minuman yang telah terkontaminasi kuman diare, atau tidak mencuci tangan
sebelum memberikan makan/minum pada bayi/anak, memasak dll yang tanpa disadari
sebenarnya tangan telah terkontaminasi kuman diare yang tak tampak oleh mata
telanjang.
K.PENCEGAHAN
1.
Buang
airlah ditempatnya dan tidak disembarang tempat, latih anak untuk buang air
dikakus
2.
Cuci
tangan sebelum makan dan sesudah makan.
3.
Cuci
tangan sebelum memasak makanan dan pastikan tangan anda selalu bersih ketika
memberikan makan pada bayi atau balita. Pastikan peralatan makan dan minum anak
bersih dan tidak terkontaminasi kuman apapun juga. Untuk bayi usahakan
4.
Selalu
memasak/merebus peralatan makan dan minumnya terlebih dahulu.
5.
Minum
dan makanlah makanan yang sudah dimasak. Hindari memberikan makanan setengah
masak/setengah matang pada anak.
6.
Pastikan
air yang dimasak benar-benar mendidih.
7.
Berikanlah
ASI selama mungkin kepada anak, disamping pemberian makanan lainnya.
8.
Bayi
yang minum susu botol lebih mudah terserang diare dari pada bayi yang disusui
ibunya.
9.
Tetap
menyusui anak walaupun anak terserang diare.
10. Pastikan tangan sipengasuh tetap
bersih ketika mengasuh anak atau memberikan makan dan minum pada anak.
11. Jaga kebersihan diri dan kebersihan
lingkungan tempat tinggal.
L.PENATALAKSANAAN
1.
Perhatikan
keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk
mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi
sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.
2.
Komponen
terapi disentri
a.
Koreksi
dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara
umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri
setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan
keseimbangan elektrolit.
3.
Diet
Anak dengan disentri harus
diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein
untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang
diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat
diberikan sinbiotik dan preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus
diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak
diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.
4.
Antibiotika
Anak
dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi
yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa
sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
Pilihan
utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) :
·
Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2
dosis, selama 5 hari.
·
Alternatif
yang dapat diberikan :
a. Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis
b. Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam
2 dosis
c. Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis
tunggal IV atau IM
d. Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis.
Perbaikan
seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam
tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi
perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
·
Terapi
antiamebik diberikan dengan indikasi :
a. Ditemukan trofozoit Entamoeba
hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja.
b. Tinja berdarah menetap setelah
terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2
hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
c. Terapi yang dipilih sebagai
antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
5.
Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak
untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk
mencegah autoinfeksi.
BAB
III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama :
No.Register :
Umur :
Alamat :
Jenis
kelamin :
Keadaan
lingkungan :
Agama :
Dx.Medis :
Perlu diperhatikan adalah usia.
Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan
terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. KeluhanUtama
BAB lebih dari 3 x,konsistensi : encer,berlendir dan terdapat darah
BAB lebih dari 3 x,konsistensi : encer,berlendir dan terdapat darah
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur
lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3
kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK.
5. Riwayat Nutrisi ASI
Pada anak usia toddler makanan yang
diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari
dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada
salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
·
Kenaikan
BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10
cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
·
Kenaikan
linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
·
Tumbuh
gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
·
Erupsi
gigi : geraham perama menusul gigi taring.
9. Pola
kebutuhan dasar
a. Pola
makan
Karena adanya
anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat
rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
b. Pola
aktivitas
Anak terlihat lemah da
tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
10. Pengkajian
Fisik
a. Keadaan
umum
Anak biasanya terlihat
lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
b. Mata
konjungtiva anemis,cowong
c. Mulut
dan bibir : kering,pecah - pecah
d. Kulit
Kelembapan kulit
menurun,terasa kering dan berkerut
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan peristaltik usus
2. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan
3. Defisit volume cairan berhubungan
dengan Kehilangan cairan sekunder terhadap diare, perdarahan(Diare disertai
darah)
4. Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi sekunder terhadap diare
5. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan umum
6. Gangguan istirahat tidur berhubungan
dengan rasa tidak nyaman (Nyeri akut abdomen)
7. Kecemasan anak berhubungan dengan
tindakan invasive
8. Resiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan peristaltic usus
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24 jam nyeri yang dirasakan pasien berkurang
Kriteria hasil:
Nyeri yang dirasakan psien skala
0-1
Ekspresi wajah pasien tenang
‘Pasien dapat beristirahat
Pasien dan anggota keluarga
menunjukan koping nyeri yang baik
|
|
Lakukan Pengkajian nyeri secara
komperhensif termasuk lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas
|
Nyeri akibat peningkatan
peristaltic sering dirasakan kram dan kaku,awitan cepat,dengan intensitas
bervariasi
|
Observasi bahasa nonverbal dan
ketidaknyamanan
|
Ekspresi non verbal dapat
menggambarkan kondisi kesehatan dan rasa kurang nyaman yang dilami
|
Kaji riwayat nyeri masa lampau
|
Riwayat nyeri masa lalu
menggambarkan riwayat penyakit dan nyeri yang sering dialami pasien
|
Berikan pengalihan seperti
reposisi dan aktivitas yang menyenangkan
|
Reposisi dapat mengurangi
nyeri,Aktivitas menyenangkan mengalihkan dan mengurang persepsi nyeri
|
Berikan dan ajarkan management
nyeri pada keluarga :
Kompres hangat dan masssage
|
|
Ajarkan tekhnik relaksasi sesuai
kemampuan dan pemahaman anak
|
Meningkatkan control
diri,Menurunkan stress,ansietas dan
nyeri yang dirasakan
|
Kolaborasi pemberian analgetik
|
Analgetik
mendepresi pusat nyeri,menurunkan nyeri,nyeri yang dirasakan pasien dapat
berkurang serta menurunkan spasme otot
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake,out put,anoreksia
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan
perawatan selama dirumah selama 5-7x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien dapa
terpenuhi
Kriteria :
Nafsu makan meningkat
Menghabiskan porsi yang disediakan
Makan 2-3x/Hari
BB dapat dipertahankan/Menunjukan
peningkatan BB
|
|
Timbang dan catat berat badan
pasien pada jam yang sama setiap hari
|
Mendapatkan bacaan akurat dan
mengetahui status kesehatan pasien
|
Tanyakan pada pasien /keluaraga
tentang perasaan ataupun maslah yang berhubungan dengan pemenuhan nutrisi
|
Identifikasi maslah utama,penetuan
tindakan efektif
|
Diskusikan dan jelaskan tentang
pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau
dingin)
|
Serat tinggi, lemak,air terlalu
panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
|
Ciptakan lingkungan yang bersih,
jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan
hangat
|
situasi yang nyaman, rileks akan
merangsang nafsu makan.
|
Berikan jam istirahat (tidur)
serta kurangi kegiatan yang berlebihan
|
Mengurangi pemakaian energi yang
berlebihan
|
Monitor
intake dan out put dalam 24 jam
|
Mengetahui jumlah output dapat
merencenakan jumlah makanan.
|
Kolaborasi dengan tim kesehtaan
lain :
a. terapi gizi :
Diet TKTP rendah serat
Penyajian makanan dengan cara
yang menarik
Sajikan selagi hangat
b. obat-obatan atau vitamin ( A,C,D) |
Mengandung zat yang diperlukan ,
untuk proses pertumbuhan
|
BB ddan TB bertambah sesuai usia
anak
|
Berat badan ideal pada anak
disesuaikan dengan tinggi dan usia anak
|
Diagnosa :
Defisit v oloume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan
secara maksimal
Kriteria hasil :
Intake
dan output seimbang
Mukosa lembab
Tanda vital stabil : nadi 60- 100 x/menit, RR 20 x/mnt Nadi teraba : kuat,stabil
Haluaran urin 0,5-1ml x kgBB/Jam
Kapileri refill < 2
detik
Tanda – tanda vital dalam batas
normal
(N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor:
elastik , membran mukosa bibir lembab, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi
-3x/hari
|
||
Intervensi
|
Rasional
|
|
Pantau tanda dan gejala kekurangan
cairan dan elektrolit
|
Penurunan sisrkulasi volume cairan
menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan warna urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
|
|
Pantau intake dan output
|
Dehidrasi dapat meningkatkan laju
filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.
|
|
Timbang berat badan setiap hari
|
Mendeteksi kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
|
|
Anjurkan keluarga untuk memberi
minum 1-2lt/sesuai indikasi pada pasien
|
Mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang secara oral
|
|
Kolaborasi :
Pemeriksaan laboratorium serum
elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
|
koreksi keseimbang cairan dan
elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
|
|
Pemeriksaan HB,
PCV, trombosit
|
HB < 10 gram/dL
dikaitkan dengan anemia defisiensi besi,sebab lain pendarahan.PCV <45%
menggambarkan penurunan volume darah,Trombosit < 150.000 /mm³ menggambarkan adanya perdarahan dan
kehilangan darah
|
|
( IV line ) sesuai dengan umur
|
Cairan parenteral mengganti cairan
dan elektrolit secara adekuat dan cepat
|
|
Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik)
|
anti sekresi untuk menurunkan
sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
|
|
Observasi konsistensi feses,adanya
darah dan frekuensi
|
Peningkatan frekuensi BAB dengan
adanya darah yang keluar bersamaan dengan feses menjadi salah satu penyebab
adanya kehilangan volume cairan dan elektrolit
|
|
Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi penigkatan suhu tubuh,suhu tunbuh
psiwn dapat dikondisikan/dipertahankan pada batas normal (36-37,50C)
Kriteria hasil :
suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur,
dolor, kalor, tumor, fungsio laesa)
Pasien tidak mngalami konvulsi
|
|
Monitor suhu tubuh setiap 4 jam
|
Deteksi dini terjadinya perubahan
abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)evaluasi kefektifan intervensi
|
Pantau dan catat denyut dan irama
jantung,tekanan darah,dan kecepatan pernapasan minimal setiap 4 jam
|
Peningkatan denyut nadi,penurunan
tekanan vena sentral,dan penurunan tekanan darah dapat mengindikasikan
hipovolemia,yag mengarah pada penurunan perfusi jaringan.Kulit yang
dingin,pucat dan burik dapat mengindikasikan perfusi jaringan,peningkatan
frekuensi pernafasan berkompensasi pada hipoksia jraingan
|
Berikan kompres hangat
|
merangsang pusat pengatur panas
untuk menurunkan produksi panas tubuh
|
Berikan anti piretik sesuai advis
|
Merangsang pusat pengatur panas di
otak ,menurunkan suhu tubuh.
|
Management suhu tubuh :
1.Lepaskan Selimt,dan pasangkan
kain sebatas pinggang pada pasien (loincloth)
2.Anjurkan pasien mengenakan
pakaian renggang ,menyerap keringat dan tipis
3.Berikan kompres air biasa pada
aksilla dan lipatan paha,seka tubuh pasien dengan air hangat
|
Pakaian longgar,kompres dan
pakaian tipis efektif i mengevaporasi suhu panas tubuh,menurunkan suhu tubuh,memberikan
kenyamananan
|
Beri dorongan menaati aspek
pentalaksanaan keperaawatan,meliputi :Diet,Pakaian
|
Kepatuhan dan kerjasama dengan
pasien dalam memertahankan dan meningkatkan status kesehatan dapat
berpengaruh dalam keefektifan tindakan dan peningkatan status kesehatan.
|
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan :
Setelah
silakukan tindakan selama 3x 24 jam pasien menunjukajn toleransi dalam
aktifitas
Kriteria
Hasil :
Tidak
terjadi peningkatan tanda tanda vital ketika atau setalah melakukan aktifitas
Tidak
terjadi penurunan kondisi kesehatan
|
|
Observasi
Tanda tanda vital Sebelum dan setelah aktivitas
|
Peningkatan/penuruna tanda tanda vital mengindikasiakan
intoleransi
|
Observasi
perubahan /keluhan pada a pasien setelah melakukn aktifitas
|
Identifikasi
hal yang memperburuk keadaan pasien
|
Diskusikan
dengan klien aktifitas yang dapat dilakukan secara mandiri dan tidak
|
Meningkatkan
kesadaran status kesehatan ,Menghindari cidera
|
Beritahukan
kepada keluarga tentang kondisi kesehatan dan anjurkan ntuk membantu
aktifitas
|
Adanya
pihak keluarga dapat membantu memenuhi kebutuhan aktifitas dan membrikan
susasana nyaman
|
Jadwalkan
program istirahat
|
Meminimalkan
penggunaan energy berlebih .Menjaga kestabilan kondisi pasien
|
Memberikan
informasi pada keluarga untuk berada di dekat anak dan membantu aktifitasnya
|
Pengetahuan
yang baik dapat menunjang keberhasilan proses perawatan
|
Kecemasan anak berhubungan dengan
tindakan invasive
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :
Anak kooperatif dan menerima tindakan perawatan
klien tampak tenang dan tidak
rewel
Pasien menunjukan respon yang baik
dalam tindakan keperawatan
|
|
Libatkan keluarga dalam melakukan
tindakan perawatan
|
Pendekatan awal pada anak melalui
ibu atau keluarga
|
Hindari persepsi yang salah pada
perawat dan RS
|
mengurangi rasa takut anak
terhadap perawat dan lingkungan RS
|
Berikan pujian jika klien mau
diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
|
menambah rasa percaya diri anak
akan keberanian dan kemampuannya
|
Lakukan kontak sesering mungkin
dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
|
Kasih saying serta pengenalan diri
perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
|
Berikan mainan sebagai rangsang
sensori anak,mengisi waktu.
|
Salah satu pengalihan kondisi
kesahtan,menciptakan lingkugan nyaman,menurunkan stress.
|
Resiko gangguan integritas kulit
perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah
sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
Tidak
terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Pasien
dan keluarga dapat mengerti manfaat dan
bagaimana menjaga kondisi bersih yang baik bagi kesehatan
|
|
Intrvensi
|
Rasional
|
Diskusikan
dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur bersih
|
Kebersihan
mencegah perkembang biakan kuman
|
Demontrasikan
serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
|
Mencegah
terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
|
Inspeksi
keadaan kulit perianal
|
Menunjukan
keefektifan program peratwatan,menghindari kerusakan integritas berlanjut
|
Atur
posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
|
Melancarkan
vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .
|
Berikan
kesempatan atau tanyakan bagaimana perasaan pasien tentang maslah kulitnya
|
Mengurangi
ansietas dan meningkatkan keterampilan koping
|
Kolaborasi
pemberian analgetik
|
Pengurangan
nyeri diperlukan untuk meberikan rasa nyaman pada pasien
|
Berikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kulit kepada pasien/anggota keluarga:
1.petahankan
hygiene yang baik
2.Inspeksi
kulit secara teratur
3.Gunakan
sabun yang tidak menimbulkanniritasi (nonalkali)
4.Kenali
tand awal kerusakan kulit(kemerahan)dan laporkan gejalanya
|
Mendorong
keatuhan pasien dank lien mematuhi tindakan penatalaksanaan perawatan
|
D.
IMPLEMENTASI
1. Kembalikan
status hidrasi yang adekuat
a. Berikan
terapi oral untuk diare sedang, berat dan dehidrasi.
b. Berikan
cairan IV untuk diare berat dan dehidrasi. Biasanya diberikan larutak dekstrosa
5% dan salin normal. Bolus awal yang diberikan adalah 20 sampai 30 mL/kg, dan
cairan IV biasanya diberikan pada 24 jam pertama.
c. Pantau
asupan dan haluaran cairan serta berat badan setiap hari
2. Pertahankan
pemberian nutrisi yang adekuat
a.
Observasi dan catat toleransi anak
terhadap makanan.
b.
Berikan terapi oral, diikuti dengan
perkenalan kembali terhadap makanan sesegera mungkin. Pemberian ASI harus tetap
dilanjutkan pada bayi.
c.
Perkenalkan kembali makanan secepatnya.
Hindari makanan berupa pisang, sereal nasi, apel dan roti panggang. Makanan
tersebut merupakan jenis diet yang rendah energy, kalori, protein, serta tinggi
karbohidrat.
3. Cegah
infeksi
a.
Pertahankan tindakan pencegahan infeksi
enteric
b.
Lakukan tindakan cuci tangan yang benar
c.
Ajarkan anak dan keluarga untuk mencuci
tangan yang benar
d.
Anjurkan orang tua untuk mengimunisasi
bayinya dengan vaksin rotavirus.
4. Berikan
perawatan kulit
a.
Biarkan popok terpajan dengan udara
b.
Ganti popok dengan sering
c.
Jaga area tetap kering, hindari produk
penyeka komersial yang dapat mengandung zat kmia dan mengiritasi
d.
Oleskan salep sesuai indikasi
5. Evaluasi
hasil akhir
a.
Anak akan mencapai rehidrasi
b.
Status nutrisi anak adekuat
c.
Anak bebas dari infeksi
d.
Kulit anak dalam keadaan utuh
E. EVALUASI
1. Masalah dikatakan teratasi apabila
Tanda vital dalam batas S; 36-37,50 c, RR : 16-24 x/mnt,Nadi 60-100x/menit )
2. Turgor elastik , membran mukosa
bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
3. Konsistensi fese BAB lembek, frekwensi 1-3x/hari
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Penyakit Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang
ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus
(diare) yang bercampur lendir dan darah. (Hembing
Wed,2006)
Penyakit
disentri di klasifikasikan dalam 2 klasifikasi yaitu disentri amoeba dan
basiler.dua klasifikasi ini berdasarkan etiologi dari masing masing klasifikasi
,penyebab secara umum adalah adanya Escheria coli,Shigella Salmonella,Staphylococcus
aurous.
Manifestasi yang dirasakan ialah diare yang disertai
adanya perdarahan,nyeri akut hingga kolik abdomen,peningkatan suhu tubuh sering
dialami akibat adanya infeksi bakteri ke dalam tubuh.
Penatalaksanaan ialah dengan hidrasi
cairan,pemberian antiamobik,anti analgetik dan pemberian anti
piretik,penanganan status nutrisi dan pemantauan asuapan hingga haluaran.
B.
SARAN
Adanya konsep asuhan keperwatan pada anak dengan
gangguan sistem pencernaan disentri diharapkan dapat menjadi referensi
pembelajaran dan bahan proses diskusi guna meningkatkan kemapuan analisi dan
pengetahuan
Kami menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan
,sehingga saran dan kritik sangat diperlukan guna meningkatkan pengetahuann dan
keterampilan mahasiswa serta perawat.
No comments:
Post a Comment