Friday, June 19, 2020

Asuhan Keperawatan Maternitas dengan Preeklampsia

Asuhan Keperawatan Maternitas dengan Preeklampsia

Sumber:

Buku ajar keperawatan maternitas lowdermilk.

Kasus emergency kebidanan oleh dr. Taufan nugroho.



BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A.      DEFINISI
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Hanifa Wiknjosastri, 2007)
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari Preeklampsia yang ringan sampai Preeklampsia yang berat (geogre, 2007).
B.      KLASIFIKASI
Preeklampsia terbagi atas 2 macam, yaitu :
a.   Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau masa nifas. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
b.   Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 60/110 mmHg aatu lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

C.      ETIOLOGI
Telah  terdapat  teori  yang  mencoba menerangkan  sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori  yang  dapat diterima  harus  dapat  menerangkan  hal-hal berikut:
a.       Sebab  bertambahnya  frekuensi primigraviditas,  kehamilan  ganda, hidramnion, mola hidatidosa.
b.      Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c.       Sebab  dapat  terjadinya  perbaikan  keadaan  penderita  dengan  kematian janin dalam uterus.
d.      Sebab  jarangnya  terjadi  eklampsia  dalam  kehamilan-kehamilan berikutnya.
e.      Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.

D.      PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi  merupakan  dasar  pathogenesis  pre  eklampsia. Vasokonstriksi  menimbulkan  peningkatan  total  perifer  resisten  dan menimbulkan  hipertensi.  Adanya  vasokonstriksi  juga  akan  menimbulkan hipoksia  pada  endotel  setempat,  sehingga  terjadi  kerusakan  endotel, kebocoran arteriola disertai perdarahan mikro pada  tempat endotel.
Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan  menyebabkan  terjadinya  penurunan  perfusi  uteroplasenter  yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksia  atau  anoreksia  jaringan  merupakan  sumber  reaksi hiperoksidasi  lemak, sedangkan   proses  hiperoksidasi  itu  sendiri  memerlukan  peningkatan  konsumsi  oksigen, sehingga  dengan  demikian akan  mengganggu  metabolism  di  dalam  sel.
Peroksidasi  lemak  adalah hasil  proses  oksidasi  lemak  tak  jenuh  yang  menghasilkan  hiperoksidasi lemak  jenuh.  Peroksidasi  lemak  merupakan  radikal  bebas.  Apabila keseimbangan  antara  peroksidasi  terganggu,  dimana  peroksidasi  dan oksidan  lebih dominan,  maka  akan  timbul  keadaan  yang  disebut  stress oksidatif.
Pada  pre  eklampsia,  serum  anti  oksidan  kadarnya  menurun  dan plasenta  menjadi  sumber  terjadinya  peroksidasi  lemak. Sedangkan  pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidasi lemak  beredar  dalam  aliran  darah  melalui  ikatan  lipoprotein.  Peroksidasi lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk selsel endotel  yang  akan  mengakibatkan  rusaknya  sel-sel  endotel  tersebut. Sel-sel  endotel  ini biasanya  berfungsi  mencegah  mikroagulasi  dan memodulasi  tonus  vascular.
 Jejas  pada endotel  vaskular  menyebabkan koagulasi dan mengubah respons otot polos vaskular menjadi zat vasoaktif yang  dapat  menimbulkan  vasokonstriksi  pada  endotel  yang  rusak. Jejas pada endotel inilah yang dapat menjelaskan trias dasar dari preeklampsia: Hipertensi  (vasospasme),  edema  (kebocoran  kapiler), dan  proteineuria (kerusakan sel ginjal akibat hipoperfusi) Selain itu,rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan, antara lain:
a.       Adhesi dan agregasi trombosit.
b.      Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
c.       Terlepasnya  enzim  lisosom,  tromboksan  dan  serotonin sebagai  akibat dari rusaknya trombosit.
d.      Produksi prostasiklin terhenti.
e.      Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
f.        Terjadi  hipoksia  plasenta  akibat konsumsi oksigen  oleh  peroksidase lemak.

Wanita pada preeklamsidapat  mengalami  kelainan  pada  sistem imun dan hal ini dapat menghambat invasi trofoblas  pada pembuluh darah ibu. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana preeklampsi lebih sering terjadi pada  wanita  yang  terpajan  antigen  paternal untuk yang pertama  kali  : kehamilan  pertama  atau  pada  wanita  multigravida,  kehamilan  yang pertama  dengan  pasangan  yang  baru.  Hilangnya  toleransi  imunitas  juga menjelaskan mengapa interval antarkehamilan yang jauh merupakan faktor resiko  preeklampsi.
Aktivasi abnormal  pada sistem imun merupakan penyebab penyakit autoimun lainnya, seperti lupus eritromatosus sistemik. Kadar  sitokin  serum  yang  meningkat  terdetekdi  pada  wanita  dengan preeklampsi juga dapat disebskan oleh kelainan imunologis primer.
Kelainan  genetik  tertentu  dapat  terlibat  pada  patofisiologi preeklampsia.  Wanita yang  membawa  mutasi  pada  komplemen  reseptor CR-1  memiliki  faktor  resiko  yang  meningkat  pada  preeklampsia. Resistensi insulin yang telah ada juga meningkatkanresiko.
Ketidakcocokan  antara  kebutuhan  janin  atau  plasenta dengan kemampuan  ibu  untuk  memenuhinya  dapat  menyebabkan  preeklampsia dan  akan  menjelaskan  berbagai  faktor  resiko seperti kehamilan  multiple, penyakit  vaskular  ibu,  dan  status  hiperkoagulasi.
Teori  ini  menjelaskan bahwa  janin  yang  kurang  gizi  mengirimkan  sinyal  kepada  ibu  untuk meningkatkan  perfusi  plasenta.  Jika  ibu  tidak  dapat mengkompensasi sinyal tersebiut, janin akan akan mengirimkan sinyal lebih banyak lagi dan terjadilah preeklampsia.
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi  peningkatan  hematokrit.  Perubahan  ini  menyebabkan  penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatalunit. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
E.       TANDA dan GEJALA
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Preeklampsia Ringan:
a)      Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.
b)      Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka.
c)       Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter.

Sedangkan Preeklampsia Berat memiliki tanda dan gejala:
a)      Tekanan  darah  sistol  160  mmHg  atau  lebih,  atau  tekanan  darah diastol 110 mmHg atau lebih.
b)      Protein dalam air kemih yang dikumpulkan selama 24 jam sebesar 5 gr/liter atau lebih; atau pada pada pemeriksaan kualitatif protein air kemih menunjukkan hasil positif 3 atau 4.
c)       Air kencing sedikit, yaitu kurang dari 400 ml dalam24 jam.
d)      Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
e)      Trombosit < 100.000/mm3
f)       Adanya  keluhan  sakit  kepala,  gangguan  penglihatan,  serta  nyeri  di ulu hati.
g)      Penimbunan cairan di paru-paru  yang ditandai dengansesak napas, serta pucat pada bibir dan telapak tangan akibat kekurangan oksigen.
h)      Perdarahan di retina (bagian mata)
i)        Koma

1.       PENATALAKSANAAN
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara sistematis karena etiologi preeklampsia,  dan  faktor-faktor  apa  dalam  kehamilan yang menyebabkannya. Tujuan utama penanganan ialah:
a.       Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia.
b.      Melahirkan janin hidup.
c.       Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada  dasarnya  penanganan  preeklampsia  terdiri  atas  pengobatan medik  dan  penanganan  obstetrik.  Penanganan  obstetrik  ditujukan  untuk melahirkan  pada  saat  yang  optimal,  yaitu  sebelum  janinnya  mati  dalam kandungan, namun cukup matur untuk hidup di luar uterus.

1.       Rawat Jalan (ambulatoir)
Jika  kehamilan  masih  muda  dan  preeklampsia  masih  ringan dapat  dirawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak  istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada  umur  kehamilan  di  atas  20  minggu,  tirah  baring dengan  posisi miring  menghilangkan  tekanan  rahim  pada  vena  cava  inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.  Penambahan  aliran  darah  ke  ginjal  akan  meningkatkan  filtrasi glomeruli  dan  meningkatkan  diuresis.  Dieresis  dengan  sendirinya meningkatkan  ekskresi natrium, menurunkan reaktifitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan  curah jantung  akan  meninkatkan  pula  aliran  darah  rahim,  menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

2.       Rawat Inap (dirawat di rumah sakit)
Pada  keadaan  tertentu  ibu  hamil  dengan  preeklamsia  ringan perlu  dirawat  di  rumah  sakit.  Kriteria  preeklamsi  ringan  dirawat  di rumah sakit, ialah :
a.       Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu
b.      Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklamsi berat.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG  dan  Doppler  khususnya  untuk  evaluasi  pertumbuhan  janin  dan jumlah cairan amnion.
Pada  preeklamsi  berat  pemeriksaan  sangat  teliti  diikuti  dengan observasi  harian  tentang  tanda-tanda  klinik  berupa  :  nyeri  kepala, gangguan  virus,  nyeri  epigastrium,  dan  kenaikan  cepat  berat  badan. Selain  itu,  perlu  dilakukan  penimbangan  berat  badan,  pengukuran proteinuria,  pengukuran  tekanan  darah,  pemeriksaan  laboratorium, pemeriksaan USG dan NST.



3.       Pengobatan Medikamentosa
Penderita  preeklamsi  berat  harus  segera  masuk  rumah sakit  untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miringke satu sisi (kiri). Perawatan  yang  penting  pada  preeklamsi  berat  ialah  pengelolaan cairan  karena  penderita  preeklamsi  mempunyai  resiko tinggi  untuk terjadinya  edema  paru  dan  oliguria.  Factor  yang  sangat  menentukan terjadinya  edema  parudan  oliguri  ialah  hipovolemia, vasospasme, kerusakan  sel  endotel,  penurunan  gradien  tekanan  onkotik  koloid  / pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh  karena  itu,  monitoring  input  cairan  (melalui  oral  maupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus  dilakukan  pengukuran  secara  tepat  berapa  jumlah  cairan  yang dimasukkan  dan  dikeluarkan  melalui  urin.  Bila  terjadi  tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa :
a.       5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125 cc/jam.
b.      Infuse Dekstrose 5% yang setiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer laktat (60 – 125 cc/jam) 500cc.
Jika preeklampsia berat, istirahat baring sebaiknyadilakukan di rumah  sakit.Biasanya  diperlukan  pemeriksaan  teratur untuk menentukan  keadaan  ibu  dan  bayi.  Pemeriksaan  lain  adalah ultrosonografi untuk menentukan volume cairan amnion. Obat-obatan  biasanya  diberikan  untuk  menurunkan  tekanan darah  sampai  tiba  masa  melahirkan.  Jika  preeklampsia  berat  atau terjadi sindrom HELLP, maka diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat memperbaiki fungsi hati dan trombosit. Selainitu, berguna untuk
mematangkan  paru-paru  janin  dalam  sedikitnya  dalam  waktu  48  jam dan  membantu  mempersiapkan  kondisi  bayi  prematur  setelah persalinan.  Antikonvulsif  diberikan  pada  preeklampsia  berat  seperti magnesium sulfat untuk mencegah kejang.

2.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada  umumnya  diagnosa  pre-eklampsia  didasarkan  atas adanya  2 dari trias tanda utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna  untuk  kepentingan  statistik,  tetapi  dapat  merugikan  penderita karena  tiap  tanda  dapat  merupakan  bahaya  kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan.

a.       Pemeriksaan Funduskopi
Berguna  karena  pendarahan  dan  eksudat  jarang  ditemukan  pada pre-eklampsia, kelainan  tersebut  biasanya  menunjukkan  hipertensi menahun.
b.      Pemeriksaan Proteinuria
Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan:
·         Urin  dipstik  :  100  mg/l  atau  +  1,  sekurangkurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam.
·         Pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria lebih dari sama dengan 300 mg/24jam.
c.       Tes Kimia Darah
Ureum,  kreatinin  dan  asam  urat  menilai  fungsi  ginjal.  Biasanya konsentrasi  ureum  dan  kreatinin  tidak  meningkat;  asam  urat  lebih mungkin  meningkat  sebagai  akibat  penurunan  bersihan ginjal.  Kadar asam  urat  serum  lebi  besar  dari  7mg%  memberi  kesan  risiko  janin yang meningkat.
d.      Tes Fungsi Hati
Bilirubin,  laktat  dehidrogenase  (LDH),  dan  SGOT  menilai beratnya penyakit hepar.
e.      Pemeriksaan Koagulasi
Memberikan kesan koagulasi intravaskuler diseminata. Penurunan jumlah  trombosit  mungkin  merupakan  manifestasi  pertama  dari koagulopati yang serius.
f.        Pengukuran Keluaran Urin
Merupakan suatu indikator penting dari beratnya proses penyakit. Oliguria adalah suatu tanda bahaya dari fungsi ginjal yang mengalami kegagalan. Kumpulan urin 24 jam membantu dalam menilai beratnya proteinuria.
g.       Pemantauan  Denyut  Jantung  Janin,  menyingkirkan  gawat  janin sepanjang:
·         Denyut jantung dasar dalam batas normal
·         Variabilitas denyut ke denyut normal
·         Akselerasi timbul saat gerakan janin
·         Tidak ada deselerasi saat kontraksi uterus



h.      USG
Pengukuran secara seri dari diameter biparietal dapat menerangkan kejadian  dini  dari  retardasi  pertumbuhan  intra  uteri.  Gerakan pernapasan  janin,  aktivitas  janin  dan  volume  cairan ketuban memberikan penilaian tambahan dari kesehatan janin.Sonografi dapat mengidentifikasi kehamilan ganda atau anomali janin.


























BAB II
Konsep Dasar Keperawatan

2.1   Pengkajian
1.       Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35 tahun, Jenis kelamin.
2.       Riwayat Kesehatan
a)      Keluhan Utama : biasanya  klirn dengan preeklamsia mengeluh demam, sakit kepala,
b)      Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c)       Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi   kronik, DM
d)      Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e)      Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
f)       Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
g)      Riwayat Kehamilan; Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
h)      Riwayat KB
        Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi) serta lamanya menggunakan kontrasepsi

3.       Pola aktivitas sehari-hari
a)      Aktivitas
Gejala :biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-. Tanda : pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.

4.       Abdomen
Gejala ;
Inspeksi :biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak  ( - ) Palpasi :
a.       Leopold I : biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler.
b.      Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di sebelah kanan.
c.       Leopold III : biasanya teraba masa keras, terfiksir.
d.      Leopold IV : biasanya pada  bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul.
Auskultasi : biasanya terdengar BJA 142 x/1’ regular

5.       Eliminasi
Gejala :biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
6.       Makanan / cairan
Gejala :biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan , muntah-muntah
Tanda :biasanya nyeri epigastrium,
7.       Integritas ego
Gejala : perasaan takut.
Tanda : cemas.
8.       Neurosensori
Gejala :biasanya terjadi hipertensi
Tanda :biasanya terjadi kejang atau koma
9.       Nyeri / kenyamanan
Gejala :biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan penglihatan.
Tanda :biasanya klien gelisah,
10.   Pernafasan
Gejala :biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing, sonor
Tanda :biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak.
11.   Keamanan
Gejala :apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
12.   Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus

2.2   Pemeriksaan Fisik
1.       Keadaan Umum : baik, cukup, lemah
2.       Kesadaran : Composmentis (e = 4, v = 5, m = 6)
3.       Pemeriksaan Fisik (Persistem)

a)      Sistem pernafasan
Pemeriksaan pernapasan, biasanya pernapasan mungkin kurang, kurang dari 14x/menit, klien biasanya mengalami sesak sehabis melakukan aktifitas,  krekes mungkin ada, adanya edema paru hiper refleksia klonus pada kaki.
b)      Sistem cardiovaskuler
1.       Inspeksi : apakah Adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva anemis.
2.        Palpasi  :
Tekanan darah : biasanya pada preeklamsia terjadi peningkatan TD, melebihi tingkat dasar setetah 20 minggu kehamilan,
Nadi : biasanyanadi meningkat atau menurun
Leher  : apakah ada bendungan atau tidak  pada Pemeriksaan Vena Jugularis, jika ada bendungan menandakan bahwa jantung ibu mengalami gangguan. Edema periorbital yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam Suhu dingin
3.       Auskultasi :untuk mendengarkan detak jantung janin untuk mengetahui adanya fotal distress, bunyi jantung janin yang tidak teratur gerakan janin melemah.
c)       System reproduksi
a.       Dada
Payudara : Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada payudara.
b.      Genetalia
Inspeksi adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir bercampur darah, adakah pembesaran kelenjar bartholini / tidak.
c.       Abdomen
Palpasi : untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin, lokasi edema, periksa bagian uterus biasanya terdapat kontraksi uterus
d.      Sistem integument perkemihan
1.       Periksa vitting udem biasanya terdapat edema pada ekstermitas akibat gangguan filtrasi glomelurus yang meretensi garam dan natrium, (Fungsi ginjal menurun).
2.       Oliguria
3.       Proteinuria
e.      Sistem persarafan
Biasanya hiperrefleksi, klonus pada kaki

f.        Sistem Pencernaan
Palpasi : Abdomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium (kuadran II kiri atas), anoreksia, mual dan muntah.
.
2.3   Pengelompokan Data
1)      Data Subyektif
a.       Biasanya ibu mengeluh Panas
b.      Biasanya  ibu mengeluh sakit kepala
c.       Biasanya ibu mengeluh nyeri kepala
d.      Biasanya ibu mengeluh nyeri perut akibat fotal distress pada janin
e.      Biasanya ibu mengeluh tegang pada perutnya
f.        Biasanya mengeluh nyeri
g.       Skala nyeri (2-4)
h.      Klien biasanya mengatakan kurang  nafsu makan
i.         Klien biasanya  sering mual muntah
j.        Klien biasanya sering bertanya
k.       Klien biasanya sering mengungkapkan kecemasan

2)      Data Obyektif
a.       Biasanya teraba panas
b.      Biasanya tampak wajah ibu meringis kesakitan
c.       Biasanya ibu tampak kejang
d.      Biasanya ibu tampak lemah
e.      Biasanya penglihatan ibu kabur
f.        Biasanya klien tampak cemas
g.       Biasanya klien tampak gelisah
h.      Biasanya klien tampak kurus,
i.         Biasanya klien tampak lemah, konjungtiva anemis.
j.        Tonus otot perut tampa tegang
k.       Biasanya ibu tampak meringis kesakitan
l.         Biasanya tamapa cemas
m.    Biasanya DJJ bayi cepat >160
n.      Bisanya ibu tampak meringis kesakitan
o.      biasanya ibu tampak cemas
p.      Bianyasa skala nyeri  4 = nyeri berat (skala nyeri 1-5)
q.      aktivitas janin menurun
r.        DJJ meningkat >160


MASALAH KEPERAWATAN
a.       Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ ( vasospasme  dan peningkatan tekanan darah ).
b.       Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta.
c.       Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir.
d.      Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan



POHON MASALAH
Faktor predisposisi: primigravida, hidramnion, gemelli, mola, hida, tidosa, gestase , usia lebih dari 35 tahun,obesitas.
PRE EKLAMPSIA
Peneurunan tekanan osmotic koloid
Gangguan perfusi jaringan
Resiko tinggi cidera
Gangguan rasa nyaman
Kardiovaskuler: Penurunan plasma, syok
Ginjal: BUN, Proteinuria
Jringan/otot: Penimbunan asam laktat
Otak : Nyeri kepala, penurunan kesadaran
Gangguan perfusi
Gangguan psikologis cemas
Odema
Hipertensi
psikologis
vasospasme




























C.       PERENCANAAN

Diagnosa keperawatan I :
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu

Kriteria Hasil :
·         Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6
·         Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah  : 100-120/70-80 mmHg   Suhu      : 36-37 C
Nadi                                       : 60-80 x/mnt                     RR           : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1.       Monitor tekanan darah tiap 4 jam.
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
2.       Catat tingkat kesadaran pasien.
R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
3.       Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria ).
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada  otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
4.       Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus.
R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
5.       Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM .
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang

Diagnosa keperawatan II :
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin

Kriteria Hasil :
·         DJJ ( + ) : 12-12-12
·          Hasil NST :
·         Hasil USG ;

Intervensi :
1.       Monitor DJJ sesuai indikasi
R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta
2.       Kaji tentang pertumbuhan janin.
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR
3.       Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,  perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
4.       Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM.
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
5.       Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST.
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

Diagnosa keperawatan III :
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya
Kriteria Hasil :
·         Ibu mengerti penyebab nyerinya
·         Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya
Intervensi :
1.       Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
2.       Jelaskan penyebab nyerinya.
R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
3.       Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
4.       R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
5.       Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

Diagnosa keperawatan IV :
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
·         Ibu tampak tenang
·         Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
·         Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi :
1.       Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
2.       Jelaskan mekanisme proses persalinan.
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptive
3.       Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4.       Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati

D.       IMPLEMENTASI
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.

E.       EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan criteria hasil yang telah ditentukan.




























No comments:

Post a Comment