Asuhan Keperawatan dengan Bronkitis
Sumber:
Sumber:
Aplikasi
asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & Nanda Nic Noc edisi revisi
Jilid 1 tahun 2013.
Doenges,
E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Somantri,Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson,
Judith M. dan Nancy R. Ahern. Buku saku
diagnosis keperawatan. edisi 9 Jakarta: EGC
BAB II
KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Bronkiti
adalah suatu infeksi salura pernafasan yang menyebabkan inflamasi yang mengenai
trakea, bronkus utama dan menengah yang manifistasi sebagai batuk, dan biasanya
akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya di sebabkan oleh
firus seperti Rhinovirus, RSV, Virus influenza, Virus parainfluinza, Adenovirus,
Virus rubeola, dan paramyxovirus dan bronchitis karena bakteri biasanya di
kaitkan dengan mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis,atau corynebakterium
diphtheria.
B. ETIOLOGI
Bronkitis
oleh virus seperti rhinovirus, RSV, Virus influenza, Virus parafluinza,
Adanovirus, Virus rubeola, dan paramyxovirus. Menurut laporan penyebab lainnya
dapat terjadi melalui zat iritan asam lambung seprti asam lambung, atau folusi
lingkungan dan dapat ditemukan setelah pejanan yang barat, seprti saat aspirasi setelah muntah,
atau pejanan dalam jumlah besar yang di sebabkan zat kimia dan menjadikan
bronkitis kronis.
Bronkitis
karena bakteri biasanya di kaitkan dengan
Mycloplasma pneumumonia yang dapat menyebabkan bronchitis akut dan
biasanya terjadi pada anak usia di atas 5 tahun atau remaja, Bordetella
pertussis dan Corynebacterium diiphthriae biasa terjadi pada anak yang tidak di
imunisasi dan di hubungkan dengan kejadian trakeo bronchitis, yang selama
stadium kataral portusis, gejala-gejala infeksi respiratori lebih dominan. Gejala
khas berupa batuk kuat berturut turut dalam satu ekspirasi yang di ikuti usaha
keras dan mendadak untuk inspirasi, Sehingga menimbulkan whoop. Batuk biasanya
menghasilkan mucus yang kental dan
lengket.
C. KLASIFIKASI
Bronkitis di bedakan menjadi
dua:
1. Bronkitis
Akut
Merupakan infeksi
saluran pernafasan akut bawah. Di tandai
dengan awitan gejala yang mendadak yang berlangsung lebih singgkat.Pada
bronchitis jenis ini, inflasi peradangan bronkus biasanya di sebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri, dan kondisiny di perparah oleh pemaparan terhadap
iritan, seprti asap rokok, udara kotor, debu asap kimiawi, dan lain-lain.
2. Bronkitis
Kronis
Ditandai dengan gejala yang
berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2tahun berturut turut). Pada
bronchitis kronis peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberpa waktu dan
terjadi obstruksi atau hambatan pada aliran udara yang normal di dalam bronkus
.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul
pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi
kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini
adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit
yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus
pada lobis atas sering dan memberikan gejala dgn keluhan –keluhan :
1. Batuk
Batuk
pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik
dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular
type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian.
a. Lapisan teratas agak keruh
b. Lapisan tengah jernih, terdiri atas
saliva (ludah)
c. Lapisan terbawah keruh terdiri atas
nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (celluler debris).
2. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus
bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi
mulai dari yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup
banyak (massif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau
terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis (daerah berasal dari
peredaran darah sistemik).
Pada dry bronchitis
(bronchitis kering), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis
jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah
menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya
minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis (sekunder) ini merupakan penyebab
utama komplikasi haemaptoe.
3. Sesak
nafas (dispnue)
Pada sebagian besar pasien (50 %
kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas
tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa
jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai
akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan
emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi (wheezing),
akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung
pada distribusi kelainannya.
4. Demam
berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang
berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada
paru, sehingga sering timbul demam demam berulang.
5. Kelainan
fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan
meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada
kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal
kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus
bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci
basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi
diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta
kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat
terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi
komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing
sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
6. Bronchitis
Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa
komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda
klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan
dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya
terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai
pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat.
7. kelainan
laboratorium
Pada
keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing
ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan
leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya normal
kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria.
Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu
dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
8. Kelainan
radiologis.
Gambaran
foto dada (plain film) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil
dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang
terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran
bronchitis akan jelas pada bronkogram.
9. Kelainan
faal paru.
Pada
penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara
ekspirasi satu detik pertama (FEV1), terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah
berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional (maupun difus)
distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
10.
Tingkat beratnya penyakit.
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis :
batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe
ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis :
batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat, (umumnya warna
hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat), adanya haemaptoe, umumnya
pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering
ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag terkena, gmbaran foto dada
masih terlihat normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis :
batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering
ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi
nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumny
pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik
pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses
metastasis, amiloidosis.
Pada
gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple
cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi
basah kasar pada daerah yang terkena.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi dari
bronchitis menurut Irman somantri, (2009) adalah:
1. Bronchitis akut akan menjadi
bronchitis kronis
Karena
bronchitis akut merupakan terjadinya suatu penyakit bronchitis yang terjadi
karena adanya kelainan dengan saluran bronkus sendiri sehingga dengan waktu
yang singkat dapat menjadi bronchitis kronis yang bersifat menahun.
2. Bronkiektaksis
Bronkiektasis
merupakan penyakit yang menyebabkan saluran bronkus yang mengalami penebalan
dan peradangan sehingga saluran udara dan mucus menjadi terhambat dan
mengakibatkan dilatasi pelebaran yang disebut dengan penyakit bronkiektasis.
3. Pneumonia
Pneumonia
paru-paru basah disebabkan oleh adanya infeksi sehingga menyebabkan terjadi nya
radang paru –paru
4. Gagal jantung kongestif
Hal
ini terjadi karena kurangnya darah yang masuk dalam atrium dan ventrikel
kiri.gagal jantung yang sering terjadi yaitu gagal jantung kiri.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
Hiperinflasi
paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan
area udara retrosternal, penurunan tanda viskularisasi (emfisema), peningkatan
bronkovaskuler (bronchitis).
2. Tes fungsi paru
Untuk
menentukan penyebab dispnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau retruksi, dan untuk
mengevaluasi efek terapi.
3. Kapasitas inspirasi : menurun pada
emfisema
4. Volume residues : meningkat pada
emfisema, bronchitis kronis, dan asma.
5. GDA
PaO2
menurun, PaCO2 normal
atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema), dan menurun pada asma, pH
normal atau asidosis, alakalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi.
6. Bronkogram
Menunjukan
dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi kuat
(emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
7. Kimia darah: menyakinkan defisiensi
dan diagnose emfisema primer
8. Sputum: menentukan adanya infeksi,
pathogen, gangguan alergi.
9. EKG
Deviasi
aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmiaatrial (bronchitis),
peninggian gelombang P pada lead II,III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis
vertikel QRS (emfisema)
10. JDL (jumlah darah lengkap) dan
diferensialHemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil asma.
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis menurut yaitu :
a. Terapi oksigen : Beriakn nafas
buatan atau ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
b. Fisioterapi dada
c. Pengkajian seri GDA
d. Obat-obatan
e. Bronkodilator
f. Antibiotic
g. Diuretic
h. Kortikosteroid
i. Vaksinasi influenza
j. Kardiotonik
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan
keperawatan menurut dongoes yang penting pada pasien PPOM adalah fisioterapi
dada, batuk efektif, latihan nafas dalam, memberikan posisi semifowler, cegah
terjadinya polusi lingkungan, kaji tingkat ketergantungan pasien, mendiskusikan
efek bahaya merokok dan menganjurkan pasien untuk menghindari rokok, tingkatkan
masukan cairan sampai 3000ml/hari.
H. POHON MASALAH
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BRONKITIS
A. Pengkajian
1.
Identitas
2.
Keluhan utama
3.
Riwayat penyakit sekarang
4.
Riwayat penyakit dahulu
5.
Riwayat penyakit keluarga
6.
Riwayat psikologis
7.
Genogram
8.
Pemeriksaan fisik
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pemeriksaan
kesadaran compomentis, batuk-batuk, tampak agak sesak, tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 92 x/mnt, suhu 37OC, pernafasan 26 x/mnt teratur.
b. Kepala dan leher
Kepala
berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, terpotong
pendek.
c. Mata tidak ada anemi,
ikterus tidak ada.
d. Telinga tidak ada
serumen.
e. Hidung tidak terdapat
pernafasan cuping hidung.
f. Mulut bersih, tidak terdapat karies gigi.
g. Leher tidak terdapat
pembesaran kelenjar, klien mampu menelan tanpa terasa sakit/ nyeri, tidak ada
kaku kuduk.
h. Dada dan thoraks
Pergerakan
dada simetris, Wheezing +/+, Ronchi +/+, retraksi otot bantu pernafasan ringan.
Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal
tidak ada bising/ murmur.
i. Abdomen
Bentuk
supel, tidak ada meteorismus, bising usus + normal 5 x/ mnt, tidak ada nyeri
tekan, hepar dan limpa tidak teraba.
j. Ekstrimitas
Tidak
ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot adalah 5 untuk masing-masing
ekstrimitas. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak
sendi.
B. Daftar Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan Edema/mebengkakan pada mukosa atau secret berlebih
2.
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan
dengan Kompensasi frekuensi nafas meningkat
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia,
mual/muntah
4.
Hipertermi
berhubungan dengan Proses inflamasi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1.
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan Edema/mebengkakan pada mukosa atau secret berlebih
Tujuan: setelah dilakukan 1x24jam Klien
tidak merasa sesak nafas dan sputum tidak ada
KH: - Mempertahankan jalan nafas
paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas
-
Menunjukan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas minsalnya :batuk efektif
Intervensi:
1.
Kaji
fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan irama.
R/ Membantu adanya
perubahan pola nafas
2.
kaji
posisi nyaman untuk klien
R/ Dapat memperlancar
sirkulasi pernafasan dalam tubuh
3.
Ajar
dan anjurkan klien untuk batuk efektif
R/
Mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri
4.
Lakukan
suction pada klien
R/ membersihkan jalan nafas
5.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi. Misalnya
: aminofilin
R/ Menurunkan edema
mukosa dan spasme otot polos
2.
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan
dengan Kompensasi frekuensi nafas meningkat
Tujuan:
1x24jam pernafasan klien teratur setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH: RR=
dewasa 16x-24x/mnt, Nafas teratur
INTERVENSI
1. Pertahankan
posisi semi fowler
R/ Memperlancar
sirkulasi pernafasan dalam tubuh
2. kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
R/ Kecepatan biasanya meningkat.
Dispenia dan terjadi peningkatan kerja napas.
3. Observasi
pola batuk dan karakteristik secret
R/ Untuk mengetahui keluarnya scret
pada saluran nafas
4. berikan
oksigen tambahan
R/ memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia,
mual/muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam
terjadi peningkatan berat badan
K.H : 1.
Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
2.Menunjukkan
perilaku atau perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
1. Kaji keluhan klien terhadap mual,
muntah dan anoreksia
Rasional: menentukan penyebab
masalah
2. Lakukan perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan serta ciptakan
lingkungan yang bersih dan nyaman
Rasional: menghilangkan tanda
bahaya, rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
3. Anjurkan klien untuk makan sedikit
tapi sering
Rasional: dapat meningkatkan nutrisi
dalam tubuh meskipun napsu makan berkurang
4. Timbang berat badan klien setiap
minggu
Rasional: Berguna menentukan
kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan komposisi diet
Rasional: berguna untuk kestabilan
dan gizi yang masuk untuk pasien
4.
Hipertermi
berhubungan dengan Proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam Klien dapat mencapai suhu normal
K.H
: Suhu tubuh normal (36,50C-37,50C)
Intervensi
1. Berikan kompres hangat atau kompres
dingin sesuai dengan persetujuan klien.
R/ Kompres
hangat membantu melebarkan pori-pori permukaan kulit sehingga mempercepat
pengeluaran panas.
2. Anjurkan
klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
R/ Pakaian yang tipis tidak menghambat pengeluaran panas
tubuh.
3. Ganti
pakaian atau alat tenun yang lembab atau basah karena keringat yang banyak
R/ Pakaian/alat tenun yang lembab/basah akan menimbulkan
ketidaknyamanan pada klien.
4. Berikan
selimut yang tipis
R/
Selimut yang tebal akan menghambat pengeluaran panas tubuh.
Kolaborasi:
5. Berikan antidiueretik
R/
Dapat
membantu menurunkan panas tubuh
No comments:
Post a Comment