Karsinoma Serviks Uteri
(Sumber/ source: Tambunan, Ganin W.1995.Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia.Jakarta:EGC.)
(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta.2014. silahkan mengikuti di dalam blog/ please follow in the blog: www.ithinkeducation.blogspot.com or/ atau www.ithinkeducation.wordpress.com)
A)    Pendahuluan
Karsinoma serviks uteri merupakan penyakit
 keganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama
 di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Frekuensi 
kesakitan dan kematian karena neoplasma ini merupakan yang terbanyak 
dari penyakit keganasan ginekologik. Menurut laporan berbagai sentra 
patologi di Indonesia, karsinoma serviks uteri menempati urutan pertama 
dari penyakit keganasan yang ada. Berbeda dengan di Indonesia, di Negara
 masju karsinoma serviks uteri berada pada urutan kelima setelah 
karsinoma payudara, kolorektal, paru dan kulit. Perbedaan ini 
kemungkinan disebabkan adanya program tes Pap di Negara maju yang 
dilakukan periodic dalam upaya deteksi karsinoma dini serviks uteri.
Tes Pap merupakan alat skrining kanker 
serviks uteri yang dipergunakan untuk memantau perubahan sel epitel 
serviks uteri mulai dari perubahan dysplasia ringan, dysplasia sedang, 
dysplasia berat dan karsinoma in situ. Di Negara maju tes Pap 
dilaksanakan periodic dan teratur terutama pada wanita golongan risiko 
tinggi bertujuan untuk mendeteksi karsinoma dini sehingga angka 
kesakitan karsinoma serviks menurun tajam. Kombinasi tes Pap dan 
kolposkopi merupakan sarana diagnosis dalam mendeteksi karsinoma dini 
serviks uteri. Berkat adanya metode tes Pap dan apalagi disertai 
kolposki, dewasa ini status karsinoma serviks uteri dapat dikategorikan 
ke dalam penyakit yang dapat diobati (curable dan bahkan penyakit yang 
dapat dicegah (preventable). Manajemen bedah yang tepat dan kemajuan 
teknik radioterapi dan kemoterapi, AKH 5 tahun karsinoma invasive 
semakin meningkat.
B)    Epidemologi
Frekuensi karsinoma uteri banyak dijumpai 
di Negara sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, 
Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan 
frekuensi serviks uteri juga merupakan terbanyak dari penyakit keganasan
 yang ada. Di Indonesia karsinoma serviks uteri menduduki tempat teratas
 dari urutan penyakit keganasan yang ada.
C)    Etiologi
Penyebab karsinoma serviks uteri belum jelas diketahui. Namun ada beberapa factor risiko dan predisposisi yang menonjol:
1)      Umur pertama kali melakukan 
hubungan seksual. Penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda 
wanita melakukan hubungan seksual semakin besar risiko mendapat 
karsinoma serviks uteri. Kawin pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda.
2)      Jumlah kehamilan dan partus. 
Karsinoma serviks uteri terbanyak dijumpai pada wanita yang sering 
partus. Semakin sering partus semakin banyak risiko mendapat karsinoma 
serviks uteri. Kategori partus sering belum ada keseragaman, menurut 
beberapa pakar berkisar 3-5 kali.
3)      Jumlah perkawinan. Wanita yang 
sering melakukan hubungan seksual dan sering berganti pasangan mempunyai
 factor risiko yang besar terhadap kejadian tumor ini. Pada penelitian 
sitologi tes Pap sekelompok wanita tuna susila dan wanita biasa ternyata
 jumlah kasus prakarsinoma lebih banyak (bermakna) pada wanita tuna 
susila.
4)      Infeksi virus. Infeksi virus 
herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma 
akuminata diduga sebagai factor penyebab. Adanya infeksi virus dapat 
dideteksi dari perubahan sel epitel serviks uteri pada tes Pap. Pada 
infeksi virus sering dijumpai sitologi abnormal.
5)      Social ekonomi. Karsinoma serviks 
uteri banyak dijumpai pada golongan social ekonomi rendah. Mungkin 
factor social ekonomi ada kaitannya dengna gizi dan imunitas. Pada 
golongan social ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan 
kurang dan hal ini memengaruhi imunitas tubuh. Akhir ini merokok juga 
diperhitungkan sebagai factor predisposisi.
6)      Hygiene dan sirkumsisi. Wanita 
Yahudi jarang dijangkiti karsinoma serviks. Diduga ini ada kaitannya 
dengna hygiene dan sirkumsisi. Pada wanita muslim India, karsinoma 
serviks lebih rendah secara bermakna dibanding dengan wanita non muslim.
 Akan tetapi di Indonesia dimana muslim merupakan mayoritas, factor 
sirkumsisi tampaknya tidak berpengaruh pada kejadian karsinoma serviks 
uteri. Pada wanita yahudi yang dikenal mempunyai hygiene seksual yang 
baik jarang ditemukan karsinoma serviks.
Kontrasepsi
 pil atua suntikan pernah dikhawatirkan ikut merupakan salah satu factor
 penyebab karsinoma serviks uteri. Akan tetapi para pakar peneliti 
membuktikan bahwa pil anti hamil tidak ada hubungan dengan kejadian 
neoplasma ini. Masalah sebaliknya, pemakaian pil anti hamil dapat 
menimbulkanregresi prakarsinoma serviks uteri. Pemakaian kontrasepsi 
dalam rahim (AKDR) juga pernah diduga mempunyai hubungan dengan kejadian
 karsinoma serviks uteri. Akan tetapi hasil penelitian para pakar di 
Indonesia ataupun Negara maju menunjukkan bahwa memang kasus diplasia 
lebih banyak pada akseptor AKDR, namun tidak ada yang berkembang menjadi
 karsinoma.
D)    Patogenesis
Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari 
karsinoma sel skuamos dan sisanya merupakan adenokarsinoma dan jenis 
kanker lain. Hamper seluruh karsinoma serviks didahului derajat 
pertumbuhan prakarsinoma yaitu dysplasia dan karsinoma in situ. Proses 
perubahan dimulai di daerah sambungan skuamos-kolumnar (SSK) dari 
selaput lendir porsio. Perubahan mula-mula ditandair dengan epitel 
atipik dengan mitosos aktif, susunan sel tidak teratur meliputi 
sepertiga bagian absal epidermis, dan perubahan ini disebut dysplasia 
ringan. Bila proses berlanjut maka perubahan akan melibatkan separoh 
atau duapertiga atau seluruh lapisan epidermis dan masing-masing disebut
 dysplasia sedang, berat, dan karsinoa in situ yang sangat potensial 
menjadi karsinoma invasive.
Proses perubahan epitel menjalar kea rah 
endoserviks dan ektoserviks. Pada daerah endoserviks terjadi hyperplasia
 sel cadangan yang terletak di bagian basal epitel endoserviks dan 
potensial tumbuh menjadi karsinoma sel kecil (small cell carcinoma). 
Karsinoma yang tumbuh di daerah ektoserviks dikenal sebagai karsinoma 
sel skuamos dengna keratin dan di daerah peralihan sel skuamos dan 
kolumnar akan tumbuh karsinoma sel skuamos tanpa keratin.
Terjadinya perubahan derajat sel epitel 
dysplasia dan karsinoma in situ memerlukan waktu yang relative lama. 
Demikian juga perubahan karsinoa in situ menjadi karsinoma invasive 
terjadi setelah bertahun-tahun. Salah satu bukti yang menyokong teori 
ini adalah perbedaan umur yang bermakna antara penderita prakarsinoma 
dan karsinoma invasive. Umur penderita prakarsinoma 10-15 tahun lebih 
muda dari pada penderita karsinoma invasive. Perilaku biologis sel tumor
 dalam proses pertumbuhan memungkinkan neoplasma ini dapat dideteksi 
pada tingkat pertumbuhan awal.
Dalm perjalanan pertumbuhan prakarsinoma 
sebagian besar dispasila regresi menjadi epitel dengan perubahan minimal
 sampai normal. Demikian juga karsinoma in situ sebagian kecil mengalami
 regresif menjadi dysplasia sedang ataupun ringan. Akan tetapi karsinoma
 invasive tidak pernah mundur menjadi karsinoma in situ atau dysplasia. 
Dari proses pertumbuhan neoplasma ini dapat dipelajari bahwa pada 
prakarsinoa stadium pertumbuhan lanjut sebagian berubah menjadi 
prakarsinoma stadium pertumbuhan awal dan sebagian tumbuh menjadi 
karsinoma invasive. Kapan waktu point of no return dari proses ini belum
 diketahui. Akan teptai semakin laam dalam status prakarsinoma semakin 
sedikit kemungkinan terjadi reversible.
E)     Hispatologi
Secara hispatologis pertumbuhan sel karsinoma serviks uteri diklasifikasikan ke dalam empat stadium:
1)      Dysplasia
Dysplasia adalah pertumbuhan aktif 
disertai ganguan proses pematangan epitel serviks uteri yang dimulai 
pada bagian basal sampai ke lapisan superfasial. Perubahan permulaan 
dimulai di inti sel di mana rasio inti-sitoplasma bertambah, warna lebih
 gelap, bentuk dan besar sel mulai bervariasi, susunan tidak teratur dan
 mitosis aktif. Berdasarkan derajat perubahan sel individu dan lapisan 
sel epitel yang jelas mengalami perubahan, dysplasia dibagi dalam 3 
derajat pertumbuhan yaitu:
a)      Displasi ringan, perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis
b)      Dysplasia sedang, perubahan terjadi pada separuh epidermis
c)      Dysplasia berat, perubahan terjadi
 pada duapertiga epidermis. Dysplasia berat hamper tidak dapat dibedakan
 dengna karsinoma in situ. Oleh sebab itu dalam pola tindakan klinis 
biasanya sma seperti karsinoma in situ.
2)      Karsinoma in situ
Pada karsinoma in situ perubahan sel 
epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel 
skuamos, namun membrane basalis dalam keadaan utuh. Menurut Kos, 
karsinoma in situ yang tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel 
skuamos-kolumnar dan sel cadangan endoserviks masing-masing disebut karsinoma insitu dengan keratin, karsinoma in situ tanpa keratin, dan karsinoma in situ kecil.
3)      Karsinoma mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping 
perubaahn derajat pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus 
membrane basalis dan invasive pada stroma sejauh tidak lebih 5 mm dari 
membrane basalis. Biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan 
pada ksrining kanker atau ditemukan bertepatan pada pemeriksaan penyakit
 lain di serviks uteri. Pada pemeriksaan fisik juga tidak terlihat 
perubahan pada porsio. Akantetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dapat 
diprediksi adanya prakarsinoma.
4)      Karsinoma invasive
Pada karsinoma invasive perubahan derajat 
pertumbuhan sel menonjok, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap 
dan khromatin berkelompok tidak merata serta susunan sel makin tidak 
teratur. Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi membrane basal dan 
tumbuh infiltrative ke dalam stroma. Kadang terlihat invasi sel tumor 
pada pembuluh getah bening atuapun pembuluh darah (angioinvasi). Seperti
 karsinoma in situ, karsinoma invasive pun dibagi dalam 3 sup tipe 
yaitu:
a)      Karsinoma sel skuamos dengan 
keratin. Sekelompok sel mengandung keratin dan biasanya jenis tumor ini 
tumbuh di area ektoserviks dan kurang sensitive terhadap radioterapi.
b)      Karsinoma sel skuamos tanpa 
keratin. Tumor tumbuh di area peralihan sel skuamos-kolumnar, dimulai 
dari pertumbuhan metaplasia sel skuamos. Jenis tumor ini agak sensitive 
pada radioterapi.
c)      Karsinoma sel kecil (small cel 
carcinoma). Perubahan tumor berasal dari sel cadangan epitel di area 
endoserviks. Ukuran sel kecil bentuk memanjang atau oval. Tumor ini 
sensitive terhadap radiasi.
F)     Pertumbuhan Karsinoma Invasive
Karsinoma invasive muncul di area bibir 
posterior atau anterior serviks dan biasanya meluar ketiga jurusan yaitu
 jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus
 uteri. Kemudian meluas perkontinuitatum ke dinding vesika urinaria, 
rectum, ligamentum utero sacral dan organ sekitarnya. Dalam pertumbuhan 
karsinoma serviks dikenal 3 bentuk kelainan:
1)      Pertumbuhan eksofitik berbentuk 
bunga kool, tumbuh kea rah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina
 tanpa infiltrasi ke dalam parametrium. Bentuk pertumbuhan ini mudah 
nekrosis dan perdarahan.
2)      Pertumbuhan endofitik, biasanya 
lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progresif meluas ke forniks posterior 
dan anterior ataupun ke korpus uteri dan parametrium.
3)      Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat laun lesi berubah berbentuk ulkus.
Perbedaan bentuk pertumbuhan tidak ada 
hubungannya dengan jenis hispatologi, kecuali bentuk nodul yang berasal 
dari endoserviks dimana sebagian besar merupakan karsinoma sel kecil.
Metasis. Karsinoma 
serviks uteri biasanya menyebar secara limfogen ke dalam getah bening di
 iliaka eksterna, hipogastrika dan kemudian paraortal, mediastinum dan 
supraklavikuler. Kemudian secara hematogen menyebar ke organ lain 
seperti paru. Di samping itu metasis hematogen juga dapat terjadi 
melalui system vena porta yang beranastomosis dengna pleksus vena vagina
 dan deposit di hati.
G)    Simtomatologi
Simtom karsinoma serviks uteri tergantung 
pada tingkat pertumbuhan (stadium) tumor. Prakarsinoma biasanya 
asimtomatik dan hanya ditemukan pada waktu pemeriksaan skrining kanker 
tes. Pap atau ditemukan berketapatan pada histerektomi karena penyakit 
lain. Simtom penyakit ini tidak ada spesifik yaitu
1)      Perdarahan per vagina,
Perdarahan di luar siklus haid ataupun 
haid yang lama sering merupakan keluhan permulaan penderita. Keluhan 
contac bleeding yang terjadi sesudah senggama sering ditemukan. Vagina 
discharge berwarna kuning atau merah seperti cairan cucian daging yang 
berbau amis sering dijumpai pada karsinoma serviks uteri stadium lanjut.
2)      Nyeri,
Keluhan rasa nyeri hamper tidak bervariasi
 yang merupakan petunjuk pada diagnosis karsinoma serviks uteri. Nyeri 
progresif sering dimulai dengan low back pain dii daerah lumbal, 
menjalar pada pelvis dan tungkai bawah. Terjadinya nyeri mungkin sebagai
 reflex pain terhadap penekanan tumor pada syaraf simpatikus yang ada di
 parametrium. Nyeri di daerah dorsolumbal biasanya disebabkan penekanan 
tumor pada ureter yang lambat laun menimbulkan hidronefrosis.
3)      Gangguan miksi,
Pada
 stadium permulaan dapat terjadi polakisuria dan nokturia karena radang 
pada uretra dan kantong kemih akibat iritasi cairan vagina. Gejala yang 
sama muncul lebih berat apabila tumor menginvasi dinding kantong kemih. 
Lambat laun dinding kantong kemih dapat perforasi sehingga timbul 
fistula vesikovaginal. Urin keluar melalui fistel dan bermuara di 
vagina.
4)      Konstipasi.
Apabila tumor meluas pada dinding rectum, kemungkinan terjadi keluhan konstipasi dan fistula rektovaginal.
H)    Diagnosis
1)      Anamnesis
Penderita karsinoa serviks sering mengeluhkan adanya perdarahan per vagina, abnormal yang bervariasi antara lain:
a)      Contact bleeding yaitu perdarahan yang terjadi sesudah hubungan seksual
b)      Haid yang berkepanjangan, lebih dari 7 hari atau perdarahan terjadi di antara 1 masa haid
c)      Perdarahan sesudah 2 tahun postmenopause
d)     Perdarahan yang mirip dengan cairan cucian daging, berbau amis, biasanya dijumpai pada stadium lanjut
Keluhan low back pain, sakit pinggul yang 
persisten, konstipasi, gangguan miksi dan berat badan yang semakin 
menurun, sering menjadi keluhan penderita karsinoa serviks uteri stadium
 lanjut. Akan tetapi penderita karsinoma serviks tidak selalu mempunyai 
keluhan. Tiga puluh persen dari neoplasma ini ditemukan pada waktu 
skrining tes Pap tanpa keluhan. Pada ksus demikian factor risiko 
merupakan salah satu pentunjuk kemungkinan adanya karsinoma serviks.
2)      Pemeriksaan fisik
Sebelum pemeriksaan ginekologik, palpasi 
abdomen bagian bawah perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
 masa di rongga abdomen. Palpasi fosa iliaka bertujuan untuk meraba 
limfadenopati sebagai manifestasi metastasis karsinoma di kelenjar getah
 bening iliaka. Pemeriksaan umum dilakukan untuk survey kemungkinan 
adanya metastasis pada beberapa organ seperti pembesaran kelenjar getah 
bening inguinal, supraklavikuler dan hepatomegali.
Pemeriksaan
 serviks uteri merupakan prosedur mutlak perlu dilakukan untuk melihat 
perubahan porsio vaginalis dan mengambil bahan usapan untuk pemeriksaan 
sitologi ataupun biopsy. Sebelum diambil bahan pemeriksaan usapan atau 
biopsy. Sebelum diambil bahn pemeriksaan usapan atau biopsy, jangan 
dilakukan palpasi vagina. Dalam posisi litotomi, labium mayus dibuka 
lebar dan dalam posisi mirik speculum cocor bebek dimasukan ke dalam 
vagina melalui celah di antara kedua labium mayus tersebut. Setelah 
ujung speculum masuk jauh ke dalm vagina, speculum diputar 90 derajat 
menurut arah jarum jam secara pelan-pelan dan hati-hati. Kemudian 
speculum ditarik sedikit kea rah luar sampai kelihatan porsio vaginalis.
 Permukan porsio vaginalis dengan cermat untuk melihat perubahan mukosa 
serviks, erosi servitis, pertumbuhan polipoid atau bunga kool, ulkus dan
 nodul. Perdarahan contact bleeding mungkin terjadi pada waktu 
pemasangan speculum.
Dengan mempergunakan spatula Ayre atau 
lidi-kipas yang dibasahi dengan NaCl fisiologis ataupun sitobrush, 
diambil bahan usapan dari mukosa serviks di daerah SSK. Spatula Ayre 
atau lidi-kapas atau sitobrush, diputar 360 derajat sesuai dengan 
peraturan jarum jam, kemudian bahan usapan dihapuskan satu arah di atas 
kaca objek dan segera dimasukkan ke dalam cairan pengawwet alkohol 95% 
untuk pemeriksaan sitologi tes Pap. Setelah inspeksi porsio dan 
pengambilan bahan usapan atau biopsy, pemeriksaan dilanjutkan dengna 
palpasi bimanual vagina dan rectum untuk mengetahui massa tumor pada 
serviks, parametrium dan rectum.
3)      Tes Pap
Apusan sitologi Pap atau tes Pap diterima 
secara universal sebagai alat skrining karsinoma serviks uteri. Metode 
ini peka terhadap pemantauan derajat percobaan pertumbuhan epitel 
serviks termasuk dysplasia dan karsinoma in situ, sehingga pertumbuhan 
lebih lanjut dapat dicegah. Berkat tes Pap, dewasa ini karsinoma serviks
 uteri dapat dikategorikan pada penyakit yang dapat disembuhkan 
(curable) dan bahan penyakti yang dapat dicegah (preventable disease). 
Itulah sebabnya di Negara maju telah melaksanakan program skrining 
kanker serviks dan tes Pap, angka kejadian dan kematian karsinoma 
serviks uteri menurun tajam. Sampai saat ini karsinoma serviks uteri 
merupakan satu-satunya kanker yang dapat “dijinakkan”.
| Tabel Klasifikasi Menurut Papanicolaou | |
| Kelas I | Smir normal | 
| Kelas II | Smir atipik atau abnormal namun tidak dikatagorikan pada neoplasma | 
| Kelas III | Sel epitel diskariotik atau dysplasia ringan, dysplasia sedang dysplasia berat | 
| Kelas IV | Sangat mencurigakan malignan (karsinoa in situ) | 
| Kelas V | Definitif maligna (karsinoma invasive) | 
| Kelas 0 | Inkonklusif atau unsatisfied smear | 
Klasifikasi sitologii. Dalam interpretasi 
sitologi tes Pap dikenal 2 jenis klasifikasi Papanikolaou dan WHO pada 
dasarnya kurang lebih sama
| Negatif | Tidak ada sel maligna | 
| Dysplasia | Kecurigaan maligna | 
| Positif | Terdapat sel maligna | 
| Inkonklusif | Sediaan tidak dapat diinterpretasi | 
Nilai diagnositik sitologi klinik
Diagnostic sitologi tes Pap bernilai dalam
 menentukan langkah selanjutnya. Pada sitologi negative, biasanya di tes
 Pap ulang 1 tahun kemudian (program skrining). Apabila hasil tes Pap 
dalam dua kali berturut-turut negative, tes Pap berikutnya dapat 
dilakukan sekali dalam 2-3 tahun. Akan tetapi pada wanita golongan 
risiko tinggi, tes Pap dianjurkan lebih sering.
Apusan atipik hanya terjadi karena proses 
radang khronik, gangguan nutrisi dan perokok. Pada kasus ini, dianjurkan
 tes Pap ulang 6-12 bulan kemudian, setelah terapi konservatif menekan 
proses radang, pemberian vitamin dan makanan yang bergizi serta berhenti
 merokok.
Pada tes Pap aatipik persisten, dianjurkan
 pemeriksaan kolposkopi untuk melihat kmeungkinan derajat pertumbuhan 
sel epitel yang lebih tinggi. Beberapa pakar melaporkan bahwa pada 
evaluasi kolposkopik kasus sitologi atipik persisten ditemukan 
prakarsinoma.
Pada sitologi dysplasia ringan dan 
dysplasia sedang, dianjurkan tes Pap ulang 3-6 bulan kemudian setelah 
mendapat terapi konservatif yang adekuat. Akan tetapi cara ini lebih 
sering tidak dapat dijalankan pasien yang kurang disiplin. Oleh sebab 
itu pada sitologi abnormal (dysplasia dan karsinoma in situ), langsung 
diperiksa dengan kolposkopi dan biopsy, terutama pada golongan risiko 
tinggi. Menurut laporan beberapa pakar, pada evaluasi kolposkopik dan 
biopsy kasus sitologi abnormal ditemukan stadium pertumbuhan lebih 
lanjut. Pada dysplasia ringan ataupun sedang, banyak dipilih tindakan 
lebih agresif yaitu kriokoagulasi ataupun elektrokoagulasi sebagai 
terapi.
Dysplasia
 berat dan karsinoma in situ hamper tidak dapat dibedakan satu sama 
lain. Oleh sebab itu pola tindaan pada kedua kelainan ini tidak beda 
yaitu kolposkopi dan biopsy verifikasi histopatologi. Terapi juga 
berbeda yaitu konisasi atau histerektomi total, tergantung pada kondisi 
social penderita. Penderita muda dan menginginkan anak, pilihan terbaik 
adalah konsasi, kriokoagulasi, leketrokoagulasi ataupun dengan laser.
Pada sitologi definitive maligna, 
dilakukan biopsy untuk konfermasi histopatologi. Pada umumnya diagnosis 
definitive karsinoma serviks adalah berdasarkan histopatologi, sedang 
sitologi tes Pap merupakan diagnosis pendahuluan atau skrining.
4)      Kolposkopi
Kolposkopi adalah alat ginekologi yang 
dipergunakan untuk melihat perbhana stadium dan luas pertumbuhan 
abnormal epitel serviks uteri. Metode ini mampu mendeteksi prakarsinoma 
serviks dengan akurasi diagnostic yang tinggi. Namun demikian kolposki 
tidak lazim dipergunakan untuk skrining karsinoma leher rahim, oleh 
karena biaya mahal, pemeriksaan memerlukan waktu dan prosedur 
pemeriksaan kurang praktis dibanding dengna tes Pap. Itulah sebabnya 
Kolposkopi hanya dipergunakan selektif pada sitologi tes Pap abnormal 
yaitu dysplasia dan Karsinoma in situ ataupun pada kasus yang klinis 
mencurigakan maligna. Kombinasi tes Pap dan kolposkopi memberi ketepatan
 diagnosis yang lebih akurat. Fungsi Kolposkopi adalah sebagai berikut:
a)      Koresi terhadap diagnosis sitologi atipik persisten dan sitologi abnormal (dysplasia, karsinoma in situ)
Menurut para penyelidik bahwa pada 
evaluasi kolposkopik sitologi atipik persisten ditemukan sejumlah kasus 
dysplasia berat yang sulit dibedakan dengan karsinoma in situ. Penulsi 
lain melaporkan bahwa pada evaluasi kolposkopik sitologi dysplasia 
ringan dan sedang ditemukan sejumlah kasus dysplasia berat ataupun 
karsinoma in situ.
b)      Mengevaluasi luas neoplasma
Apabila pada kolposkopi batas seluruh 
neoplasma tidak dapat dievaluasi, maka kuret endoserviks perlu dilakukan
 untuk melihat kemungkinan keterlibatan endoserviks.
c)      Pemadu biopsy atau konisasi
d)     Penilaian untuk menemukan tindakan klinik yang tepat pada wanita hamil (dengan karsinoma serviks uteri).
Pada
 wanita sedang hamil dengan sitologi tes Pap abnormal, evaluasi 
kolposkopi sangat bernilai dalam menentukan tindakan klinik yang tepat. 
Apabila pada evaluasi kolposkopik ditemukan dysplasia berat atau 
karsinoma in situ tindakan konisasi dapat ditunda sampai post partum. 
Apabila ditemukan karsinoma invasive maka perlu dipertimbangkan tindakan
 yang lebih agresif.
5)      Biopsi
Biopsy adalah prosedur diagnostic yang 
penting sekalipun sitologi usapan serviks menunukkan karsinoma. Specimen
 diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengna jaringan normal. Untuk
 memperoleh specimen yang adekuat, teknik biopsy biasanya dilakukan 
sebagai berikut:
a)      Biopsy ganda buta (randomized)
Secara random, biopsy dilakukan pada beberapa tempat misalnya pada jam 9, 12, 3, 6 arah putar jarum jam
b)      Biopsy dengan tes Schiller
Tes schiller bertujuan untuk menentukan 
target biopsy. Solusi jodium dioleskan pada mukosa serviks uteri. Daerah
 yang mengambil warna sedikit menjadi pusat menunjukkan daerah 
neoplasma. Biasanya kadar glikogen dalam masa tumor sedikit sehingga 
reaksi dengan solusi jodium lemah, warna tampak pucat
c)      Biopsy dengan panduan kolposkop
Biopsy dengan panduang kolposkopi biasanya
 dilakukan pada sitologi abnormal ataupun pada kasus dimana gejala 
klinis tidak jelas. Dengan panduan kolposkop, biopsy dapat dilakukan 
secara adekuat.
d)     Konisasi dengan panduan kolposkop
Konisasi adalah pengambilan sebagian dari 
serviks uteri dengan teknik sedemikian rupa, sehingga sepsimen berbentuk
 kerucut (konus) dan kanalis endoserviks di bagian tengah sebagai sumbu.
 Untuk mempermudah evaluasi histopatologi, pada specimen, area neoplasma
 sebaiknya diberi tanda misalnya dengan benang jahitan. Evaluasi 
histopatologi konisasi sangat bernilai dalam menentukan tindakan klinis 
selanjutnya. Konisasi, selain tujuan diagnostic, tapi juga sebagai 
terapi.
Sebelum terapi, terlebih dahulu ditentukan stadium tumor bertujuan untuk memilih terapi yang tepat dan evaluasi prognosis. Stadium tumor ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopatologi biopsy atau konisasi, kerokan endoserviks, urografi dan survey metastasis. Stadium yang paling sering digunakan adalah klasifikasi menurut FIGO.
| STADIUM KARSINOMA SERVIKS UTERI MENURUT FIRGO | |
| STADIUM | INTERPRETASI | 
| 0 | Karsinoma in situ | 
| I | Karsinoma terbatas pada serviks uteri | 
| Ia | Karsinoma mikroinvasif, tanpa gejala klinik | 
| Ib | Karsinoma terbatas pada serviks uteri dengan gejala klinik | 
| II | Karsinoma tumbuh meluas ke luar serviks ke vagina, tapi belum mencapai 1/3 distal vagina atuapun dinding pelvis | 
| IIa | Parametrium tidak jelas terlibat | 
| IIb | Parametrium jelas terlibat | 
| III | Karsinoma meluas pada dinding pelvis. Pada palpasi rectum, antara massa tumor dan dinding pelvis tidak ada ruangan yang bebas karsinoma. Karsinoma meluas pada 1/3 distal vagina | 
| IV | Karsinoma meluas sampai dinding kantong kemih atau rectum dan metastasis pada organ jauh | 
J) Terapi
Dalam hal ini dikenal:
1) Terapi bedah
Pada karsinoma in situ dan mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Ahli ginekologi lebih banyak memilih histerektomi total disertai pembuatan manset vagina kecil. Khusus karsinoma mikroinvasif banyak ahli ginekologi memilih tindakan yang lebih agresif yaitu histerektomi radikal. Pada wanita yang masih menginginkan anak atau penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau krikoagulasi atau elektrokoagulasi.
Pada karsinoma invasive stadium Ib dan IIa, lebih banyak dipilih tindakan histerektomi radikal dengan teknik Wartin-Meihg atau Shauta atau teknik EVRUEL (Abdomino-Vagina Radical Utero-Extirpasi Lymphadenectomi).
2) Radioterapi
Pada karsinoma invasive stadium lanjut (IIb, III, IV) terapi biasanya bersifat paliatif, dititik beratkan pada radiasi eksternal dan internal. Kemajuan teknologi radioterapi pada saat ini dimana radiasi dapat diarahkan pada masa tumor secara adekuat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak menimbulkan penyulit yang berarti. Pada stadium IV lebih bnayak memilih mutilasi eksentrasi total yang mengangkat kantong kemih, rectum dan dibuat uretra dan anus tiruan (praeternaturalis).
3) Kemoterapi
Pada umumnya sitotatika hanya merupakan terapi ajuvan. Khemoterapi yang sering digunakan pada karsinoma serviks uteri adalah Methotrexate, Cyclophosphamide, Adriamycin dan Mitomycin-C. sitostastika biasanya diberi kombinasi.
K) Prognosis
Angka ketahanan hidup (AKH) 5 tahun karsinoma in situ mencapai 100%, mikroinvasif 98%, karsinoma invasive stadium I 75%-90%, stadium II 45%-60%, stadium III 20%-25% dan stadium IV 5%-10%.
No comments:
Post a Comment