Di seluruh dunia pasti telah mengetahui dan mendengar salah satu kebudayaan
yang ada di Indonesia, khususnya kebudayaan yang ada di Jawa Timur. Salah satu
kebudayaan Jawa yaitu yang berada di kota Ponorogo adalah Grebeg Suro. Setiap
daerah yang berada di seluruh dunia pada waktu datangnya bulan Muharram, setiap
daerah memperingati bulan Muharram tersebut, dengan berbagai cara dan menurut
versi mereka masing-masing. Tetapi yang sangat unik disini adalah perayaan
bulan Muharram yang ada di kota Ponorogo sangat begitu meriah dan megah.
Acara Grebeg Suro ini selalu diadakan setiap tahun oleh pemerintah Ponorogo dan
Masyarakatnya. Sehingga acara ini termasuk acara rutinan dan bahkan menjadi
budaya yang ada di Ponorogo. Grebeg Suro ini digelar oleh masyarakat Ponorogo
untuk menyambut bulan Suro atau bertepatan dengan tahun baru Islam 1 Suro. Saat
itu masyarakat Ponorogo mengadakan tirakatan semalam suntuk dengan
mengelilingi kota dan berhenti di Alun-Alun Ponorogo.
Grebeg Suro Ponorogo merupakan acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam
wujud pesta rakyat. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog
Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di
Telaga Ngebel.
Dalam acara Grebeg Suro ini banyak agenda didalamnya, sehingga banyak
acara-acaranya didalam acara Grebeg Suro ini. Dalam laporan observasi ini akan
dibahas berbagai hal yang mengenai acara budaya Grebeg Suro menurut versi
penulis.
2.1 Pengertian Grebeg Suro
Kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi dan akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal.
Ada pendapat yang mengatakan budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi
merupakan unsur rohani, sedangkan daya merupakan unsur jasmani manusia.Dengan
demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia(Winarto,2009)
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latincolere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Dalam bahasa Belanda, cultuur berarti
sama dengan culture.Culture atau cultuur bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani.Dengan demikian kata budaya ada hubungannya dengan
kemampuan manusia dalam mengolah sumber-sumber kehidupan, dalam hal ini adalah
pertanian. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia(Hermanto,2009)
Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan
oleh para ahli.Beberapa contoh sebagai berikut: (Wikipedia)
a)
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu
yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai seperorganik.
b)
Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta
keseluruhan struktur-struktur social, religious, dan lain-lain, ditambah lagi
dengan segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
c)
Edward B. Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
d)
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
e)
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan
belajar beserta dari hasil budi pekertinya.
f)
M. Jacobs dan B.J. Stern berpendapat bahwa
kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan
social.
g)
Dr. K. Kupper mengatakan bahwa kebudayaan
merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam
bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
h)
William H. Haviland berpendapat bahwa kebudayaan
adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
i)
Ki Hajar Dewantara mengatakan kebudayaan berarti
buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat,
yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai.
j)
Francis Merill mengatakan kebudayaan itu
pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social dan semua perilaku
dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat
yang di temukan melalui interaksi simbolis.
k)
Bounded et.al mengatakan kebudayaan adalah
sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia
melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol
yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu
masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di
dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
l)
Mitchell (Dictionary of Soriblogy) mengatakan
kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas
manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara
sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
m)
Robert H Lowie mengatakan kebudayaan adalah
segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan,
adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh
bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang
di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
n)
Arkeolog R. Sokmono mengatakan kebudayaan adalah
seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah
pikiran dan dalam penghidupan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan
yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, aorganisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat(Winarto,2009)
J.J. Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi
3 yaitu: (Winarto,2009)
a.
Gagasan(wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat.Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka tersebut dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal
itu berada dalam karangan dan buku- buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
b.
Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini seing pula disebut dengan system
sosialyang terdiri dari aktifitas- aktifitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontrak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat konkrit, terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan.
c.
Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang
berupa hasil dari aktivitas perbuatan, dan karya semua msnusia dalam masyarakat
berupa benda- benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan
didokumentasikan.Artefak sifatnya paling konkrit diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Koentejaradiningrat membagi wujud kebudayaan
menjadi tiga pula, yaitu:
·
Suatu kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan
sebagainya.
·
Suatu kumpleks aktivias atau tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
·
Suatu benda-benda hasil
karya manusia.
Sedangkan mengenai unsure kebudayaan, dikenal
adanya tujuh unsure kebudayaan yang bersifat universal.Dikatakan universal
karena dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan dimanapun dan kapanpun berada.
Unsur- unsur tersebut, yaitu: (Winarto,2009)
a.
Sistem peralatan dan perlengkapan hidup
(teknologi)
b.
Sistem mata pencarian hidup.
c.
Sistem kemasyarakatan atau organisasi hidup.
d.
Bahasa.
e.
Kesenian.
f.
Sistem pengetahuan.
g.
Sistm religi.
Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena
manusia dianugrahi akal dan budi daya.Karena manusia adalah pencita kebudayaan
maka manusia adalah makhluk yang berbudaya. Mempelajari pengertian kebudayaan bukan
suatu kegiatan yang mudah, mengingat banyaknya batasan konsep dari berbagai
bahasa, sejarah dan sumber bacaannya atau literaturnya, baik yang berwujud
ataupun yang abstrak yang secara jelas. menunjukkan jalan hidup bagi kelompok
orang (masyarakat). Demikian pula dalam pendekatan modern sudah banyak disiplin
ilmu lain seperti sosiologi, psikoanalisis, psikologi (perilaku) mengkaji
bermacam-macam masalah kebudayaan, yang tingkat kejelasannya bergantung pada
konsep dan penekanan masing-masing unsure konsepnya. Bahkan ada yang bertentangan dalam
hal pertanyaan tentang segi epistemologis. Walaupun demikian, menurut Kluckhohn
(1951) hampir semua antropolog Amerika setuju dengan dalil proposisi yang
diajukan oleh Herkovits dalam bukunya yang berjudul Man and His Work tentang
teori kebudayaan yaitu :
a)
Kebudayaan dapat dipelajari
b)
Kebudayaan berasal atau bersumber dari segi biologis,
lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia
c)
Kebudayaan mempunyai struktur
d)
Kebudayaan dapat dipecah-pecah kedalam berbagai aspek
e)
Kebudayaan berisifat dinamis
f)
Kebudayaan mempunyai variable
g)
Kebudayaan memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis
dengan metode ilmiah
h)
Kebudayaan merupakan alat bagi seseorang (individu) untuk
mengatur keadaan totalnya dan menambah arti bagi kesan kreatifnya.
Pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh E.B. Taylor
maupun dalil-dalil yang dikemukakan oleh Herkovits masih bersifat luas sehingga
pengkajian kebudayaan masih sangat bervariasi. Untuk memperoleh pengertian
kebudayaan yang lebih sistematis dan ketat, diperlukan konsensus tentang
definisi mengingat kebudayaan merupakan totalitas pandangan hidup. Untuk maksud
tersebut, Kroeber dan Klukhohn (1950) mengajukan konsep kebudayaan sebagai
kupasan kritis dari definisi-definisi kebudayaan (konsensus) yang mendekati.
Definisinya adalah Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku
mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan
oleh simbul-simbul yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari
kelompok-kelompok mausia,termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi;
pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama
keterikatan terhadap nilai-nilai. Ketentuan-ketentuan ahli kebudayaan itu sudah
bersifat universal, dapat diterima oleh pendapat umum meskipun dalam praktek,
arti kebudayaan menurut pendapat umum ialah sesuatu yang berharga atau baik.
Dari definisi di atas kita dapat memperoleh suatu kesimpulan
mengenai kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea
tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan wujud kebudayaan
itu dapat dilihat dari benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk
yang berbudaya berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata. Terciptanya
kebudayaan itu merupakan hasil dari interaksi manusia dengan segala isi alam
raya ini, mereka dapat menciptakan kebudayaan tersebut karena manusia di
anugrahi akal dan budi daya sehingga mereka dapat menciptakan dan mengembangkan
kebudayaan. Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia disebut
sebagai makhluk berbudaya karena kebudayaan merupakan ekspresi dan eksistensi
manusia di dunia.dengan kebudayaannya manusia mampu menampakkan jejak-jejaknya
dalam panggung dunia.
Walaupun setiap masyarakat mempunyai
kebudayaan yang saling berbeda satu dengan lainnya, setiap kebudayaan mempunyai
sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di mana pun juga.
Sifat hakikat kebudayaan tadi adalah
sebagai berikut:
Ø Kebudayaan
terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
Ø Kebudayaan
telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
Ø Kebudayaan di
perlukan oleh manusia dan di wujudkan tingkah lakunya
Ø Kebudayaan
mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan
yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan
tindakan-tindakan yang diizinkan.
Jawaban atau tanggapan merupakan
perilaku seseorang. Sebagai misal, apabila seseorang harus menyelesaikna
perselisihan yang terjadi antara dua orang. Keinginannya untuk
menyelesaikan perselisihan, keinginan untuk tidak mengacuhkan ataupun keinginan
mempertajam perselisihan tersebut, merupakan kepribadiannya, sedangkan
tindakannya dalam mewujudkan keinginan tersebut merupakan perilakunya.
Beberapa pendapat tentang kebudayaan Indonesia Kebudayaan
Indonesia ialah kebudayaan suku-suku yang memuncak pada suatu saat. Dengan kata
lain, kebudayaan Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan suku. Sehingga dapat
dibayangkan bahwa apa yang terbaik dan paling baik dalam kebudayaan suku
menjadi kebudayaan Indonesia. Kebudayaan Indonesia itu merupakan sebuah sintesa
dari berbagai macam budaya suku, melahirkan suatu yang baru. Malahan kebudayaan
Indonesia itu lain sama sekali dengan kebudayaan suku. Sesuatu yang baru, dan
lahir bukan dari suku-suku.
Timbulnya kebudayaan disebabkan oleh:
a.
Discavery ; adalah penemuan sesuatu
yang baru yang terjadi dengan tidak sengaja dan secara
kebetulan serta tidak direncanakan. Contoh penemuan obat Cina
b.
Invention : kebudayaan tercipta karena suatu
rancangan/ perencanaan kebudayaan dengan melalui suatu proses. Contoh
model pakaian, computer dan lain-lain.
Perubahan kebudayaan dapat terjadi karena adanya:
1. Defusi : adalah penyebaran unsur kebudayaan
dari suatu masyarakat ke masyarakat lain antar individu antar
keluarga ataupun golongan. Difusi ini dapat menyebar dengan cara :
a)
Penetration Pacifiqua : masuknya unsur kebudayaan dari
masyarakat satu kemasyarakat lain tanpa adanya paksaan : misalkan listrik masuk
desa
b)
Penetration Hard : masuknya unsur kebudayaan dari masyarakat
satu kemasyarakat lain disertai kekerasan : misal model pakaian yang tidak
sesuai dengan adat setempat
c)
Penetration simbolik : masuknya kebudayaan secara Berdampingan
saling menguntungkan dan tidak merugikan contoh koperasi
2. Akulturasi : adalah diterimanya kebudayaan
lain/luar kemudian diolah menjadi kebudayaan sendiri. Misalnya : politik
dakwah, pendidikan. Musik padang pasir menjadi musik gambus.
3. Asimilasi : Terjadi pada kelompok masyarakat
yang tidak sama kebudayaannya tapi dapat hidup secara berdampingan dengan damai
saling mendekat lambat laun menjadi sama bahkan menjadi model kebudayaan yang
baru. Kebudayaan ini dibentuk dari unsur yang berbeda-beda oleh mobilitas
penduduk Contoh : keroncong dan langgam menjadi campur sari
Unsur-unsur kebudayaan, untuk
kepentingan ilmiah dan analisisnya diklasifikasikan kedalam unsur-unsur pokok
atau besar kebudayaan, lazim disebut cultural universals istilah ini
menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal, yaitu dapat
dijumpai pada setiap yang membahas persoalan tersebut secara lebih
mendalam belum mempunyai pandangan seragam yang dapat diterima. Antropolog C.
Kluckhohn di dalam sebuah karyanya yang berjudu Universal categories of
culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai hal itu.
Menurut Melvile J. Herkovits, 4 unsur pokok kebudayaan :
a.
Alat-alat teknologi
b.
Sistem ekonomi
c.
Keluarga
d.
Kekuasaan politik
Menurut Bronislaw Malinowski, unsur-unsur pokok kebudaSyaan
yaitu :
a. Sistem norma yang memungkinkan kerja
sama antara pra anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya
b. Organisasi ekonomi
c. Alat-alat dan lembaga atau petugas
pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
utama
d. Organisasi kekuatan.
Menurut
RaphLinton kegiatan kebudayaan (cultural activity) dibagi menjadi :
1. Cultural Universal pencaharian hidup dan ekonomi,
antara lain kegiatan-kegiatan pertanian, peternakan, sistem produksi dan
lain-lain. Kesenian misalnya, meliputi kegiatan-kegiatan seni tari, seni rupa,
seni suara dan lain-lain
2. Trail-comple, misalnya kegiatan pertanian menetap
meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, sistem hak
milik atas tanah
3. Items, adalah unsur kebudayaan yang paling
kecil, misal bagian dari alat bajak.
Seorang sosiolog dalam mempelajari kebudayaan sebagai hasil masyarakat, tidak
akan membatasi diri pada struktur kebudayaan tersebtt, yaitu unsur-unsurnya
yang statis, tetapi perhatiannya juga dicurahkan pada gerak kebudayaan
tersebut. Semua kebudayaan mempunyai dinamika atau gerak. Gerak kebudayaan
sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup di dalam masyarakat yang menjadi
wadah kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadi sebab dia mengadakan hubungan-hubungan
dengan manusia lainnya. Artinya, karena terjadinya hubungan antar kelompok
manusia di dalam masyarakat.
Ponorogo berasal dari dua
kata yaitu pramana dan raga. Pramana berarti daya
kekuatan, rahasia hidup, sedangkan raga berarti badan, jasmani. Kedua
kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa di balik badan manusia tersimpan suatu
rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan
dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah / lawamah, shufiah
dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap
dan mapan akan menempatkan diri di manapun dan kapanpun berada(Wikipedia).
Asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan dalam musyawarah bersama Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama, bertempat di tanah
lapang dekat sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Dalam musyawarah tersebut disepakati
bahwa kota yang akan didirikan dinamakan Pramana Raga yang akhirnya
berubah menjadi Ponorogo.
Sejarah
diadakannya Grebeg Suro di Kabupaten Ponorogo adalah adanya kebiasaan
masyarakat pada malam 1 Suro yang mengadakan tirakatan semalam suntuk dengan
mengelilingi kota dan berhenti di alun-alun Ponorogo. Pada tahun 1987 Bupati
Soebarkah Poetro Hadiwirjo melihat fenomena ini dan melahirkan gagasan kreatif
untuk mewadahi kegiatan mereka dengan kegiatan yang mengarah pada pelestarian
budaya. Sebab ditengarainya minat para pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo
mulai luntur, untuk itu diadakanlah Grebeg Suro dan memasukkan Reog didalamnya.
Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas
Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.
Perayaan Grebeg Suro adalah
acara yang diadakan Kabupaten Ponorogo setiap tahun guna menyambut datangnya
tahun baru Islam (1 Muharram). Berbagai acara-acara dihelat di Kota Reyog dari
awal bulan November ini seperti Tari SI Potro, Istighozah, Lomba Kakang Senduk,
pameran-pameran karya masyarakat Ponorogo, pameran bonsai, Festival Reyog
Nasional XVIII, dan masih banyak lagi. Grebeg Suro memiliki arti tersendiri
bagi warga Ponorogo pada umumnya.Grebeg Suro adalah acara tradisi
kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta rakyat. Seni dan tradisi yang
ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab
Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.Grebeg suro merupakan acara
tahunan yang dirayakan setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro pada tahun Jawa).
Acara ini merupakan kegiatan awal dalam menyongsong Tahun Kunjungan Wisata Jawa
Timur setiap tahun. Rangkaian Grebeg Suro di antaranya, prosesi penyerahan
pusaka ke makam bupati pertama Ponorogo. Kemudian disusul pawai ratusan orang
menuju pusat kota dengan menunggang bendi dan kuda yang dihiasi. Berikutnya
akan ada Festival Reog Nasional di alun-alun kota. Saat itu puluhan grup reyog
di Jawa Timur bahkan dari Kutai Kartanagara, Jawa Tengah, Balikpapan, dan
Lampung akan turut tampil memeriahkan acara meriah ini.
2.2 Tujuan dan Manfaat Grebeg Suro
Kegiatan
ini dirayakan untuk mengenang kejayaan kerajaan Bantarangin yang berjaya dan
dikenalnya warok ( kesatria-kesatria pilih tanding yang sakti mandraguna. Acara yang selalu
diisi dengan pelepasan sesaji, kapala kerbau, nasi tumpeng atau yang lainnya
ini menurut banyak kalangan “hanya sebuah ritual” atau “upaya melestarikan
budaya leluhur”. Grebeg
Suro berikut acara pelepasan sesajiannya dengan maksud apa pun adalah
pelanggaran yang besar terhadap ajaran Islam. Umumnya para penyelenggara dan
peserta berharap kepada Sang Pencipta bahwa dengan acara ini mereka diberi
keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta maksud-maksud yang lainnya. Dan
tidak sedikit juga -dari mereka- yang mengharapkan hal serupa dari para
leluhur. Dalam buku-buku babad Ponorogo menyatakan bahwa, Batoro Katong
(pendiri Ponorogo) adalah utusan Kerajaan Demak untuk menyebarkan Islam di
Ponorogo, serta beliau adalah saudara kandung tapi lain ibu dari Raden Patah,
Sultan Demak kala itu.
3.1 Gambaran lingkungan
Kabupaten Ponorogo mempunyai luas 1.371,78 km² yang terletak
antara :111° 17’ - 111° 52’ Bujur Timur dan 7° 49’ - 8° 20’ Lintang Selatan
dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter diatas permukaan laut,
yang berbatasan dengan :
1. Sebelah utara Kabupaten Madiun,
Magetan dan Nganjuk.
2. Sebelah Timur Kabupaten Tulungagung
dan Trenggalek.
3. Sebelah Selatan Kabupaten Pacitan.
4. Sebelah Barat Kabupaten Pacitan dan
Wonogiri (Jawa Tengah).
Adapun jarak Ibu Kota Ponorogo dengan Ibu Kota Propinsi Jawa
Timur (Surabaya) kurang lebih 200 Km arah Timur Laut dan ke Ibu Kota Negara (
Jakarta ) kurang lebih 800 Km ke arah Barat. Dilihat dari keadaan
geografisnya,Kabupaten Ponorogo di bagi menjadi 2 sub area, yaitu area dataran
tinggi yang meliputi kecamatan Ngrayun, Sooko dan Pulung serta Kecamatan Ngebel
sisanya merupakan daerah dataran rendah. Sungai yang melewati ada 14 sungai
dengan panjang antara 4 sampai dengan 58 Km sebagai sumber irigasi bagi lahan
pertanian dengan produksi padi maupun hortikultura. Sebagian besar dari luas
yang ada terdiri dari area kehutanan dan lahan sawah sedang sisanya digunakan
untuk tegal pekarangan Kabupaten Ponorogo mempunyai dua iklim yaitu penghujan
dan kemarau.
3.2 Bentuk Kebudayaan
Tradisi yang tepatnya diperingati
pada tanggal 1 Muhharam pada kelender Islam ini tidak hanya di peringati
sebagai tradisi yang hanya dilaksankan oleh masyarakat Ponorogo saja namun
sudah menjadi agenda Tahunan Pemerintah Kabupaten Ponorogo (Pemkab Ponorogo).
Budaya ini telah dilaksanakan oleh masyarakat sejak lama , dan hal ini sudah
dianggap menjadi agenda wajib Tahunan yang harus di laksanakan di Ponorogo. Pemerintah
Kabupaten pun telah memiliki agenda khusus dalam agenda kerja tahunan beserta
dengan anggaran khusus untuk semua acara “Grebeg Suro” Tahun tersebut.
PEMILIHAN DUTA WISATA PONOROGO
Setiap tahunnya, Ponorogo selalu menghelat acara pemilihan
duta wisata Ponorogo. Ajang ini biasa disebut dengan pemilihan Kakang Senduk.
Pada ajang ini, para remaja akan di adu pengetahuan dan pemahamannya terhadap
kota kelahiran mereka. Bahasa yang digunakan pada ajang ini pun juga memakai
bahasa jawa dengan logat khas Ponorogo. Tentunya bagi para peserta Kakang(untuk
laki-laki) harus menguasai logat khusus sebagai seorang warok pada saat
menjawab pertanyaan dari dewan juri.
Bagi
mereka yang terpilih pada even ini, selanjutnya akan bertugas selama satu tahun
menjadi duta wisata Ponorogo. Tugas mereka akan di awali pada even terdekat
yaitu grebeg Suro, yang biasa diperingati setiap tanggal 1 Muharram yang juga
merupakan hari jadi Kabupaten Ponorogo.Datang dan saksikan perhelatan reog
besar-besaran setiap tanggal 1 Muharram di Ponorogo. Kalau anda sudah
terlewatkan untuk ajang tahun ini, anda tetap bisa merasakan atmosfir Ponorogo
dengan memborong oleh-oleh khas Ponorogo dari Tokoreog.com. Dimanapun anda
berada, kami akan mengirimkan pesanan anda. Kami sudah melayani sebagian besar
wilayah Indonesia, mulai pulau Sumatera hingga Papua.
Tradisi ini diawali dengan Kirab
Pusaka yaitu pencucian pusaka-pusaka yang dimiliki Ponorogo Oleh para orang
yang dianggap memiliki peran spiritual yang di beri amanat untuk menjaga dan setiap
tahunnya mencuci pusaka-pusaka tersebut. Pusaka yang terdiri dari Tombak dan
Payung tersebut setelah dicuci lalu diarak dari tempat penyimpanannya yang
terletak di kota lama Ponorogo menuju Alun-Alun Kota Ponorogo sekarang dengan
berjalan kaki serta diiringi dengan iring-iringan para pemimpin dan semua
perwakilan masyarakat Ponorogo, Momen ini mendapat antusiasme yang sangat baik
dari seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo. Hal ini dapat dilihat dari
orang-orang yang memenuhi sepanjang jalan yang di lewati oleh hiring-iringan
tarsebut.
Setelah tradisi Kirab Pusaka telah
usai dilaksnakan oleh Pemkab Ponorogo, Selanjutnya tradisi dilanjutkan di
lingkungan tempat tinggal seluruh masyarakat, tradisi yang biasa disebut dengan
“Mapak Tanggal Suran” tradisi ini berarti menjemput tanggal di awal tahun baru
Islam, biasanya seluruh masyarakat di Ponorogo akan melakukan doa bersama atau
sering disebut dengan “Selametan” dengan membawa nasi kuning yang ditempatkan
pada wadah yang terbuat deri daun pisang yang diberi janur kelapa pada
sekelilingnya, jumlah nasi kuning yang dibawa yaitu sesuai dengan jumlah
anggota keluarga yang ada di dalam satu rumah tersebut, setelah nasi kuning
tersebut di kumpulkan, lalu masyarakat berkumpul di tempat diselanggarakannya
selametan,biasanya di mushola atau di tempat-tempat biasanya dilaksanakan
selametan masyarakat sering menyebut tempat tersebut dengan sebutan “Cakruk”
setelah melakukan doa bersama memohon segala yang terbaik untuk tahun ini,
selanjutnya nasi yang telah dikumpulkan tersebut di makan bersama-sama. Acara
ini berakhir sekitar pukul 8 malam.
Perayaan
Kirab Pusaka diadakan pada awal bulan suro. Diawali
dengan rekontruksi keberangkatan Prabu Klono Siswo Handono atau Prabu Klono
Sewandono menuju Kediri untuk melamar Putri Kerajaan Kediri, Putri
Songgolangit. Kerajaan Wengker II dihadirkan lengkap dengan pasukan putri
pemanah, ksatria tombak serta pasukan berkuda yang dipimpin oleh patih
tercintanya, Pujangga Anom atau lebih dikenal dengan Bujang Ganong. Acara ini
digelar untuk upaya pelestarian budaya, juga untuk menginggatkan kembali warga
Ponorogo tentang sejarah kota Ponorogo.
KIRAB PUSAKA
Kirab dimulai dengan upacara resmi yang di selenggarakan di Halaman
petilasan/makam Batoro Kathong, setelah usai upacara resmi di lanjutkan kirab
pemberangkatan ke empat pusaka kejayaan kabupaten Ponorogo yaitu Tunggul Nogo
pusaka berbentuk tombak, Songsong Tunggul Wulung pusaka berbentuk payung,
Angkin Cinde Puspito pusaka berbentuk sabuk serta Pusaka Kiai Baru.
Kirab menandai keberadaan pemerintah kabupaten
Ponorogo yang sempat dua kali boyong. Perpindahan pertama dari sebelah timur
atau kutho wetan ke kutho tengah yang sekarang menjadi alun-alun. Perpindahan
ke dua adalah dari kutho tengah kekutho kulon atau daerah Sumoroto. Lokasi ini
adalah daerah hutan yang diberi nama Wengker yang juga disebut Bantara Angin.
Tidak kurang dari 120ekor kuda dikerahkan untuk
mengangkut para tokoh replica prajurit, pembesar kerajaan Wengker serta Bupati
dan Wakil Bupati , jajaran Forpinda, hingga para kepala dinas dan camat yang turut berkeliling
memeriahkan acara menggunakan dokar hias.
FESTIVAL
REOG PONOROGO
Penari pembuka FRN
Penampilan Dadak Merak
Penampilan Tari Jatilan
Penampilan Tari Bujangganong
Festival
Reog Nasional yang dilaksanakan selama 4 hari dengan jumlah peserta 51 yang
berasal dari 21 peserta dari Ponorogo dan 30 dari Luar Ponorogo. Dari
keseluruhan peserta diambil 10 besar group Reog terbaik dan 10 besar pembina
terbaik. Seluruh peserta menampilkan traian Reog yang berfariasi tetapi tidak
mengubah jalannya makna dalam tarian Reog. Dari kalangan sekolah yang ada di
Ponorogo pun tidak ketinggalan ikut serta dalam perayaan FRN pada setiap
tahunya. Festifal Reog Nasional ini merebutkan tropi bergilir bagi para
pemenangnya.
LARUNG RISALAH DOA
Larung sesaji merupakan sisa-sisa peninggalan kebudayaan
Hindhu-Budha yang masih melekat kuat dalam adat istiadat masyarakat. Pada
awalnya larung sesaji digunakan untuk meminta keselamatan, keberkahan dan
kesuksesan kepada roh-roh gaib. Tapi yang ini lebih sebagai sebagai modifikasi
yang dilakukan pemerintah daerah setempat. Dalam perkembangannya, larung sesaji yang penuh aroma gaib memang
menjadi kontroversi di masyarakat Ponorogo. Larung sesaji menjadi kontoversi
mengenai ajaran islam. Pemerintah daerah kemudian berinisiatif memodifikasinya
dengan Larung berisalah doa. Hal itu juga sebagai salah satu upaya pemda untuk
menarik untuk menarik wisatawan datang ke Ngebel, karena Ngebel yang kaya
porensi wisatanya ini jarang jadi tempat tujuan wisata. Namun, kini beberapa
masyarakat sudah mulai tidak mempercayai hal-hal tersebut. Kini larung sesaji
telah dijadikan acara tahunan yang diselenggarakan untuk menyambut datangnya
tahun baru Hijriah.
Dalam acara larung sesaji ada dua
buah tupeng “Buceng Agung” (Tumpeng Raksasa) sebagai syarat dalam larung sesaji dan akan di arak keliling
telaga kemudian di larungkan ke tengah Telaga Ngebel. Tumpeng ini memiliki
tinggi sekitar 1,5 meter dan berisi nasi merah danlauk pauk yang kemudian di
perebutkan oleh masyarakat dan yang satunya di larung di tengah telaga. Tumpeng
yang satunya lagi di tenggelamkan dengan bantuan 8 buah kapal boat, dan 6
penyelam yang sudah terlatih.
3.3 Permasalahan kebudayaan yang terjadi
Dalam buku-buku bab Ponorogo
menyatakan bahwa, Batoro Katong (pendiri Ponorogo) adalah utusan Kerajaan Demak
untuk menyebarkan Islam di Ponorogo, serta beliau adalah saudara kandung tapi
lain ibu dari Raden Patah, Sultan Demak kala itu.
Bahkan banyak para mubaligh di
Ponorogo yg “memaksakan” kata WAROK yg berarti WARA, yg istilah dalam bahasa
arab artinya “orang yg menjaga dari hal-hal yg subhat”. Jadi memang tidaklah
berlebihan kalau Ponorogo menjadi sebuah ikon sebuah kota yg islami.
REYOG merupakan sebuah kesenian asli
dari Ponorogo yang bahkan menjadi icon pariwisata propinsi Jawa Timur. REYOG
tidak bisa dilepaskan dari Ponorogo, karena apabila orang menyebut REYOG yang
terlintas adalah Ponorogo dan demikian pula sebaliknya, kalau menyebut Ponorogo
yg ada dalam fikiran adalah REYOG.
Konon REYOG ini merupakan salah satu
media dakwah para da’i saat itu untuk memasukkan Islam ke tengah masyarakat.
Sekarang kita lihat “nafas” yang ada
di Ponorogo. Sejenak, kita tinggalkan pondok pesantren yang mempunyai ribuan
santri yang selalu dibanggakan oleh sebagian masyarakat Ponorogo. Kita lihat
acara Grebeg Suro yang menjadi agenda tahunan bagi pemerintah daerah dan masyarakat
Ponorogo.
Setiap perayaan Grebeg Suro yang
memakan waktu hampir 3 minggu di awali dengan pentas tari si POTRO yang
dilanjutkan dengan Simaan Al Qur’an dan Istigotsah yang dihadiri ribuan
masyarakat Ponorogo.
Hari-hari berikutnya diisi dengan
pameran-pameran industri, pangan atau pembangunan serta perlombaan-perlombaan
mulai dari bidang agama sampai dengan festival REYOG.
Acara-acara ini umumnya masih berupa
acara kesenian biasa yang merupakan produk budaya dari masyarakat. Tetapi yang
patut menjadi catatan disini adalah adanya sebuah ritual khusus, yaitu apa yang
disebut Kirab Pusaka dan Larung Risalah di Telaga Ngebel.
Kebiasaan tersebut, menurut
informasi yang saya terima tidak mempunyai latar belakang sejarah yang bisa
dipertanggung jawabkan. Kalau memang benar, bahwa Batoro Katong itu adalah
penyebar agama Islam, dan WAROK adalah alih bahasa dari WARA yg artinya menjaga
dari hal subhat, berarti kita harus bicara dalam konteks ajaran Islam yang
benar.
Ajaran Islam yang bagaimana yang
mengagung-agungkan pusaka atau senjata, sehingga harus di arak keliling kota.
Dan lagi, ajaran islam apa yang mengajarkan bahwa sebagai bukti syukur kita
kepada Tuhan itu adalah dengan cara “melarung ” tumpeng dan segala macam
makanan ke dalam telaga Ngebel ? Walaupun toh katanya, disamping tumpeng yang
dilarung juga ada risalah doa (rajah) yang ikut dilarung.
Bukannya rajah-rajah tersebut adalah
simbol kesyirikan yang para ulama sepakat bahwa hal tersbut adalah haram dan
yang melakukannya di cap sebagai musyrik.
Dari sini kita sudah mendapatkan
kerancuan tentang sejarah Ponorogo. Bisa jadi teori yang menyatakan bahwa
Batoro Katong adalah da’i yang ditugaskan untuk memasukkan Islam ke Ponorogo
hanyalah sebuah teori yang dipaksakan.
Bagaimana mungkin seorang da’i dan
seorang yang selalu menjaga hal-hal subh`t, menurunkan kebiaasaan “larung
tumpeng” (walaupun sekarang diganti menjadi larung risalah) yang tidak
ada penjelasan sedikitpun dari sumber-sumber Islam baik Sunnah Nabi maupun Al
Qur’an Karim.
Dan ada juga ritual khusus seperti
sesaji yang terdapat dala acara Grebeg Suro. Dan ini pun juga sangat jauh dari
ajaran agama islam. Sehingga sampai sakarang, ritual-ritual tersebut masih
selalu dilakukan ketika ada acara – acara besarseperti grebeg suro. Mereka yang
melakukan ini bertujuan bahwa agar selamat, rasa syukur kepada Sang Maha
pencipta dan lain sebagainya.
3.4 Penyebab Munculnya permasalahan Kebudayaan
Acara Grebeg Suro sudah menjamur di
kota Ponorogo. Dan ini merupakan kesenian dan budaya yang ada disana. Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa acara tersebut sangat menarik dan mengundang
berbagai masyarakat dan mancanegara. Tetapi disisi lain terdapat acara GREBEG
Suro terdapat ritual-ritual khusus yang tidak jelas asal-usulnya. Sebab dalam
sejarah berdirinya Ponorogo dimana dalam buku Babad Ponorogo karya Poerwowidjojo
(1997). Diceritakan, bahwa asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan
dalam musyawarah bersama Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan
Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat
sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Didalam musyawarah tersebut di
sepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan “Pramana Raga”yang akhirnya
lama-kelamaan berubah menjadi Ponorogo.
Pramana Raga terdiri dari dua kata:
Pramana yang berarti daya kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi sedangkan Raga
berarti badan atau jasmani. Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik
badan, wadak manusia tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin
yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah,
aluwamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin
yang mantap dan mapan akan mnempatkan diri dimanapun dan kapanpun berada.
Sehingga dari sini kita tahu bahwa tidak mungkin para tokoh yang sebagai
pencetus sejarah dan para tokoh tersebut juga sebagai kyai atau ahli agama,
mengajarkan hal-hal yang tidak ada dalam agama islam. Sehingga disini terdapat
tanda tanya besar, dari mana ritual-ritual
yang ada sekarang. Sehingga sampai sekarang permasalahan itu tetap timbul,
tetapi mungkin masyarakat sekarang hanya sebagai penerus budaya, dan mungkin
tidak tahu asul-asul ritual berasal dari mana. Sehingga terdapat dua perpsektif yang
sangat berbeda dengan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Dan sampai
sekarang pun, perbedaan itu tetap ada. Karena ritual-ritual khusus itu sudah
menjadi budaya dan sekarang masyarakat sudah pandai menganalisa suatu budaya
yang berbeda arah dengan agama islam. Seperti larungan tumpeng di Ponorogo,
bagi mereka yang menyakini acara larungan tumpeng harus dirayakan karena
sebagai simbul rasa syukur yang Tuhan limpahkan nikmat selama ini. Dan mereka
juga berkeyakinan acara tersebut juga membawa keselamatan unttk kehidupan masa
depan. Dan bagi masyarakat yang tidak menyakini hal-hal tersebut, sangat tidak
setuju akan kegiatan larung tumpeng. Karena didalam ajaran islam bersyukur
tidak diimplimentasikan dengan acara-acara atau ritual-ritual yang sakarang
masih terjadi. Islam mengajarkan bersyukur dengan etika dan cara yang sangat
baik. Jadi permasalahan sampai sekarang terjadi adalah ketidakserasian tentang
ritual-ritual dalam acara Grebeg Suro.
3.5 Dampak Masalah Kebudayaan dalam Kehidupan Masyarakat
Sampai saat ini, tidak ada masalah
tentang perbedaan pandang tentang Grebeg Suro. Karena setiap golongan mempunyai
cara-cara sendiri untuk memperingati dan melakukan aktivitas ketika bulan
Muharram atau Suro. Banyak orang Islam dan tahu tentang ajaran islam, tetapi
sampai saat ini budaya Ponorogo yang didalamnya juga terdapat ritual-ritual
khusus masih lestari. Seakan-akan hal tersebut benar. Sehingga semua orang
beranggapan bahwa itu memang sudah budaya. Jadi tidak bisa direvolusi lagi.
Tetapi sampai kapan hal-hal yang bertentang dengan ajaran agama seperti kirap
senjata dan larung risalah dimana acara tersebut penenggelaman tumpeng. Apakah
para tokoh yang membabat kota Ponorogo mengajarkan seperti itu. Dan lebih
bahayanya adalah pada anak cucu mereka. Mereka tidak tahu apa-apa dan mereka
hanya sebagai ahli waris budaya. Jadi, masalah terbesar sekarang adalah
menggadaian aqidah yang bisa menyengsarakan anak-anak mereka nanti, bahkan kita
sendiri di akherat kelak.
Menurut Ki Hajar Dewantara mengatakan kebudayaan
berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
Jika dikaitkan dengan unsur-unsur budaya yang
didalam ada tujuh unsur dan manusia sebagai pencipta kebudayaan karena manusia
dianugrahi akal dan budi daya. Dengan akal dan budi itu manusia menciptakan dan
mengembangkan kebudayaan. Sehingga ritual-ritual yang terdapat pada acara
Grebeg Suro merupakan hasil cipta manusia sekarang. Bisa disebut Invention yaitu kebudayaan tercipta karena suatu rancangan/
perencanaan kebudayaan dengan melalui suatu proses. Seperti larungan tumpeng yang terdapat
di Telaga Ngebel Ponorogo.
Menurut Bounded
et.al mengatakan kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan
transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya
simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan
keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang
kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan,
intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
Dalam acara Grebeg suro, sebagaian masyarakat Ponorogo yang terdiri dari
berbagai acara dan didalamnya juga terdapat ritual-ritual. Seperti halnya kirap
pusaka. Budaya ini sebagai simbol untuk mengenang jasa-jasa leluhur mereka.
Kemudian larungan tumpeng bertujuan sebagai simbol atau wujud rasa syukur
kepada Sang Maha Kuasa atas kenikmatan yang diberikan. Dengan mwngadakan acara
seperti ini akan mebawa berkah dan keselamatan masyarakat ponorogo.
Menurut RaphLinton kegiatan kebudayaan (cultural activity)
dibagi tiga salah satunya Cultural Universal pencaharian hidup dan
ekonomi, antara lain kegiatan-kegiatan pertanian, peternakan, sistem produksi
dan lain-lain. Kesenian misalnya, meliputi kegiatan-kegiatan seni tari, seni
rupa, seni suara dan lain-lain. Grebeg Suro di Ponorogo ini termasuk dalam cultural Universal karena didalam acara
Grebeg Suro ini salah satunya seni reog. Sehingga ini termasuk dalam kegiatan
kebudayaan. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Memang acara ini bukan dari leluhur mereka, tetapi diciptakan oleh
anak cucu leluhur yang bertujuan untuk mengenang jasa-jasa leluhur mereka.
Sehingga tidak heran kalau ini menyebabkan konflik antara masyarakat sendiri.
Menurut penulis, setiap hal-hal yang berkaitan dengan
kebudayaan adalah mitos belaka yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya dengan
berpikir secara rasional. Banyak yang meyakini adanya kirab pusaka disaat malam
1 suro itu membawa berkah. Sebenarnya, kita tidak boleh berpikiran seperti itu
karena dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang tidak
mengetahuinya. Mempercayai hal semacam itu sudah mendekati dengan kesyirikan.
Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa dan penerus bangsa kita harus
mempertahankan budaya kita sendiri dengan membandingkan pada agama sebagai
kdyakinan kita dalam menyingkapinya. Agar kita tidak jauh menyimpang dari
keyakinan kita sendiri. Kita harus bisa berpikir secara rasional dan mengurangi
hal-hal yang bersifat mistis atau syirik dalam upacara kirap pusaka tersebut.
Kirap pusaka bukanlah ajang untuk melakukan pemujaan, melainkan seuatu acara
yang mungkin mempunyai makna tersendiri. Tidak mungkin leluhur kita melakukan
upacara seperti itu untuk hal-hal yang menyesatkan. Kita harus menempatkan
tujuan utama dalam acara itu yakni intropeksi diri dan menjauhkan dari sifat
pemujaan, yang kini menjadi keyakinan mereka yang mengikutinya. Kemudian
tentang sesaji yang dilakukan di Telaga Ngebel. Itu suatu kegiatan yang sangat
jauh berbeda dengan ajaran islam. Bersyukur tidak harus dilakukan dengan cara
tumpeng di bawa ke tengah Telaga. Mengenang jasa leluhur tidak harus dengan
cara itu. Tidak mungkin leluhur kita mengejarkan seperti itu. Dan mungkin ini
dibuat atau diadakan oleh cucu leluhur. Sehingga kita harus tahu sejarah dan
mengapa itu dilakukan. Sebagai mahasisiwa kita harus tahu dan mengenal
sekaligus pelestari budaya, kita harus bias memilih budaya kita yang mana
bernilai baik dan sesuai ajaran agama. Sehingga kita tidak tersesat pada budaya
yang salah pengertian. Jadi selain menjadi penerus budaya, kita harus juga bisa
menganalisis budaya kita. Seandainya budaya kita tidak sesuai dengan ajaran
agama khususnya Islam, kita benahi dan kita serasikan dengan ajaran agama kita.
Sehingga kita menjadi manusia yang berbudaya dan bernuansa islam khususnya.
No comments:
Post a Comment