2.1
Pengertian Nilai Agama dalam Multikulturalisme
2.1.1 Pengertian Nilai Agama
Nilai
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-hal yang
penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007: 783). Nilai merupakan suatu yang
ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu
merasa bahwa sesuatu itu bernilai. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat
dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku (Iman dan Kholifah, 2009: 4).Sedangkan
agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang berakal, dengan jalan
memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di dalamnya mencakup
unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan. Agama juga diartikan sebagai segenap
kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Tim Penyusun, 2007:
10). Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilaiagama adalah suatu kandungan atau
isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat yang diterapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Multikulturalisme
Secara sederhana multikulturalisme berarti
“keberagaman budaya”. Istilah multikultural ini sering digunakan untuk
menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama,
ras, bahasa, dan budaya yang berbeda.
Pengertian dari
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun
kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman,
dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat
menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka
anut.
Pengertian multikulturalisme menurut beberapa ahli
“Multikulturalisme”
pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam
berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas
keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
Multikulturalisme
mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh
masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan
sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan
yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A.
Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).
Multikultural
dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan
sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang
memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan
kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat
tersebut.
Dari
sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme,
diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang
kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang
menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan
multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat
juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics
of recognition” (Azyumardi Azra, 2007).
Lawrence
Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman,
penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan
keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai
multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme
adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik
kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk
saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat.
Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa
membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Pada
dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut
kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut
dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat
tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu
saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan
beraneka ragam.
Dalam
konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat
yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan
nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam
pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya
multikulturalisme di masyarakat.
2.2
Bentuk Nilai Agama dan Multikulturalisme
2.2.1 Bentuk Nilai Agama dari beberapa agama
Pengartian
nilai agama dari beberapa agama adalah sebagai berikut :
1. Islam
“Tiada paksaan untuk (memeluk) agama (islam). Sesungguhnya
telah jelass jalan yang benar dari jalan yang sesat.” (Qs. Al-Baqarah [2]:256).
“Dan jikatuhanmu menghendaki, tentulah semua orang yang dimuka
bumi ini beriman. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya seluruh
mereka menjadi orang-orang yang beriman?.” (Qs. Yunus [10]:90)
2. Kristen
“Orang percaya harus menjadi manusia yang menghargai dan
menghormati sesamanya” (Matinus5:43-44)
“Manusiayang diselamatkan adalah manusia yang memiliki
kreativitas.” (Mazmur 8:7,10) manusia diperlengkapi dengan kemakuran dan
kemampuan untuk memperbaiki lingkungan hidupnya.
“Manusia yang diselamatkan adalah manusia yang memiliki
solidaritas. Memiliki kebersamaan dan ketergantungan satu sama lain. Karena
manusia di panggil untuk menciptakan kesejahteraan umum.” (Kejadian 1-2,
Yohanes 15)
3. Samjnanam nah svebhih, Samjnanam
aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni’acchalam. (Atharvaveda VII.52.1)
Artinya : semoga kami memiliki kerukunan
yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan akrab, semoga kami memiliki
kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga Engkau memberkahi kami
dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan).
4. Konghucu
Kongzi (confusius) mengajarkan tiga kebajikan utama yaitu
Zhi, Ren, Yong.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment (Bijaksana
dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu
menggunakan akal budinya, arip, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan mampu
mengenal orang lain.
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas pada orang
tua dan keluarga sedarah belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan
terdekat, masyarakat, bangsa, Negara, agama, dan umat manusia.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian. Yang dimaksud
dengan Keberanian disini adalah Berani karena Benar, Berani atas dasar aturan
atau Kesusilaan, Berani atas dasar rasa tahu Malu.
5. Budha
Landasan filosofi budhisme tentang penghargaan terhadap
keberagaman antara lain ada dalam:
1. Simsapa sutta (S.V.437) à banyaknya daun yang ada di hutan
lebih banyak dari pada yang ada di genggaman;
2. Upali sutta (M.I.371) à meski sudah pindah agama, tetap
menyokong dan menghormati guru yang lama;
3. Mahaparinibbana sutta (D.II.72) à menghormati tradisi/ tempat-tempat
yang dihormati masyarakat.
Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan nilai-nilai agamayang dapat diambil yaitu :
1. Toleransi
2. Saling
menghargai dan menghormati agama
3. Tidak
memaksakan kehendak
4. Solidaritas
5. Menjaga
kerukunan
6. Cinta
sesama
2.2.2 Bentuk Multikulturalisme
1. Multikulturalisme isolasionis,
mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup
secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu
masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan
akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat
ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan
yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas
untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya,
kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan
di beberapa negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis,
masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan
kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom
dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian
pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang
memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok
dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa
eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal atau
interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak
terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih
membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan
perspektif-perspektif distingtif mereka.
5. Multikulturalisme kosmopolitan,
berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah
masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu
dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural
dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat
kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan
istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai
sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka
mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat
tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas
dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya
masyarakat multikultural itu.
Multikultural
dapat terjadi di Indonesia karena: 1. Letak geografis indonesia 2. perkawinan
campur 3. iklim
2.3 Aplikasi
Dalam
pengaplikasian nilai agama dan multikulturalisme haruslah di lakukan pada anak
dimulai sejak anak masih anak-anak hingga anak dewasa atau dapat membedakan hal
yang baik dan buruk. Bila sejak awal mereka telah memiliki nilai-nilai
kebersamaan, toleran, cinta damai, dan menghargai perbedaan, maka nilai-nilai
tersebut akan tercermin pada tingkah-laku mereka sehari-hari karena terbentuk
pada kepribadiannya. Bila hal tersebut berhasil dimiliki para generasi muda,
maka kehidupan mendatang dapat diprediksi akan relatif damai dan penuh
penghargaan antara sesama dapat terwujud.
Membiasakan
bersahabat dan saling membantu dengan sesama warga yang ada di lingkungan kita,
seperti gotong royong akan dapat memudahkan tercapainya persatuan dan kesatuan
bangsa. Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa,
dan sehati dalam kekuatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan
satu kesatuan wilayah. Dalam mengembangkan sikap menghormati terhadap keragaman
suku bangsa, dapat terlihat dari sifat dan siksp dalam kehidupan sehari-hari,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kehidupan
bermasyarakat tercipta kerukunan seperti halnya dalam sebuah keluarga.
b. Antara
warga masyarakat terdapat semangat tolong menolong, kerjasama untuk
menyelesaikan suatu masalah, dan kerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
c. Dalam
menyelesaikan urusan bersama selalu diusahakan dengan melalui musyawarah.
d. Terdapat
kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
Sikap
dan keadaan seperti tersebut di atas harus dijunjung tinggi serta dilestarikan.
Untuk lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, kita dapat melaksanakan
pertukaran kesenian daerah dari seluruh pelosok tanah air. Dengan adanya
kegiatan pertukaran kesenian daerah tersebut dan memberikan manfaat bagi bangsa
Indonesia, antara lain:
·
Dapat saling pengertiaan
antarsuku bangsa.
·
Dapat lebih mudah mencapai
persatuan dan kesatuan
·
Dapat mengurangi prasangka
antar suku.
·
Dapat menimbulkan rasa
kecintaan terhadap tanah air dan bangsa
2.4 Permasalahan
1. Konflik
antar agama dan etnis di Sampit
a. Sebab konflik di sampit: konflik etnis yang terjadi di
Sampit dan sekitarnya adalah karena perumusuhan antar dua suku, yakni suku
Dayak (asli) dan suku Madura (pendatang). Dipicu oleh serangan yang dilakukan
kelompok suku Madura terhadap suku Dayak.
b. Akibat : Akibat dari penyerangan tersebut adalah
terjadinya serangan balas dari suku Dayak terhadap suku Madura yang mengakibatkan
87 orang meninggal, sebagian besar dari suku Madura. Selain itu 388 orang (164
diantaranya tanpa kepala) dari suku Madura dan dari suku Dayak hanya 16 orang
meninggal serta 2 orang suku Banjar. Sedangkan kerugian material sebanyak 1.234
rumah dibakar dan 748 rumah dirusak. Sedangkan untuk kendaraan, 16 unit mobil,
48 unit motor, dan 114 becak dibakar. Ditambah lagi sebuah pasar, 75 kios, 29
ruko, 14 gudang dirusak/dibakar.
c. Solusi : Polisi
mengamankan pemicu dari konflik tersebut. Dengan cara musyawarah dalam
menyelesaikannya. Memberi sosialisasi mengenai dampak dan akibat dari suatu
pertikaian serta menumbuhkan rasa saling tenggang rasa dan menghormati
perbedaan. Bukan berarti perbedaan membawa suatu pertikaian. Dengan perbedaan
seharusnya saling menghormati satu sama
lain dan saling melengkapi kekurangan masing-masing suku.
2.
Konflik
antar agama dan etnis di Poso
a.
Sebab:
permasalahan yang dihadapi sangat komplek dan terus berlangsung. Awal
konflik Poso terjadi setelah pemilihan bupati pada desember 1998. Ada sintimen
keagamaan yang melatarbelakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan
Piet I dan Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku.
Sebelum meletus konflik
Desember 1998 dan diikuti oleh beberapa peristiwa konflik lanjutan, sebenarnya
Poso pernah mengalami ketegangan hubungan antar komunitas keagamaan (Muslim dan
Kristen) yakni tahun 1992 dan 1995. Tahun 1992 terjadi akibat Rusli Lobolo
(seorang mantan Muslim, yang menjadi anak bupati Poso, Soewandi yang juga
mantan Muslim) dianggap menghujat Islam, dengan menyebut Muhammad nabinya orang
Islam bukanlah Nabi apalagi Rasul. Sedangkan peristiwa 15 Februari 1995 terjadi
akibat pelemparan masjid dan madrasah di desa Tegalrejooleh sekelompok pemuda
Kristen asal desa Mandale. Peristiwa ini mendapat perlawanan dan balasan pemuda
Islam asal Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan pengrusakan rumah di desa
Mandale.
b.
Akibat: Terjadinya
disintegrasi dalam masyarakat poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah
dan kelompok putih. Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat
terjdi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan
penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual. Runtuhnya
stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat kabupaten
poso. Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku.
c.
Solusi : adanya kerjasama
antara aparat dan masyrakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Dan
tidak hanya mengandalkan para petugas yang berwenang. Memberi penyuluhan dan
sosialisasi tentang indahnya hidup saling berdampingan dengan nyaman dan
tentram. Pencegahan sedini mungkin tindakan provokasi dan intimidasi diantara
masyarakat harus diutamakan. Terutama, perlunya kewaspadaan terhadap gerak-gerik
seseorang atau sekelompok orang yang berusaha bermain api dalam sekam.
3. Konflik
Suku Aceh dan Batak
a. Sebab:
perbedaan agama antara suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang
beragama Kristen. Kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan
dalam konflik fisik.
b. Akibat
: merugikan ketentraman dan keamanan
c. Solusi:
sebagai seseorang yang saling beragama selayaknya mereka saling mengamalkan
ajaran yang mereka peroleh. Hidup manusia harus saling berdampingan walau
dengan perbedaan. Perbedaan bukan penyebab suatu kehancuran yang merugikan
manusia itu sendiri. Lebih mengamalkan ajaran agama masing-masing, agar tumbuh
sikap saling menghormati, tenggang rasa, tolong menolong, dan mencintai sesame ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
No comments:
Post a Comment