Thursday, July 9, 2020

Nilai Agama dalam Multikulturalisme



2.1 Pengertian Nilai Agama dalam Multikulturalisme
2.1.1 Pengertian Nilai Agama
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007: 783). Nilai merupakan suatu yang ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa sesuatu itu bernilai. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku (Iman dan Kholifah, 2009: 4).Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang berakal, dengan jalan memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di dalamnya mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan. Agama juga diartikan sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Tim Penyusun, 2007: 10). Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilaiagama adalah suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Multikulturalisme
Secara sederhana multikulturalisme berarti “keberagaman budaya”.  Istilah multikultural ini sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda.
Pengertian dari Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Pengertian multikulturalisme menurut beberapa ahli
“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007).
Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

2.2 Bentuk Nilai Agama dan Multikulturalisme
2.2.1 Bentuk Nilai Agama dari beberapa agama
Pengartian nilai agama dari beberapa agama adalah sebagai berikut :
1.      Islam
“Tiada paksaan untuk (memeluk) agama (islam). Sesungguhnya telah jelass jalan yang benar dari jalan yang sesat.” (Qs. Al-Baqarah [2]:256).
“Dan jikatuhanmu menghendaki, tentulah semua orang yang dimuka bumi ini beriman. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya seluruh mereka menjadi orang-orang yang beriman?.” (Qs. Yunus [10]:90)
2.      Kristen
“Orang percaya harus menjadi manusia yang menghargai dan menghormati sesamanya” (Matinus5:43-44)
“Manusiayang diselamatkan adalah manusia yang memiliki kreativitas.” (Mazmur 8:7,10) manusia diperlengkapi dengan kemakuran dan kemampuan untuk memperbaiki lingkungan hidupnya.
“Manusia yang diselamatkan adalah manusia yang memiliki solidaritas. Memiliki kebersamaan dan ketergantungan satu sama lain. Karena manusia di panggil untuk menciptakan kesejahteraan umum.” (Kejadian 1-2, Yohanes 15)
3.      Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni’acchalam. (Atharvaveda VII.52.1) Artinya : semoga kami memiliki  kerukunan yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan akrab, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan).
4.      Konghucu
Kongzi (confusius) mengajarkan tiga kebajikan utama yaitu Zhi, Ren, Yong.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment (Bijaksana dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu menggunakan akal budinya, arip, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan mampu mengenal orang lain.
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas pada orang tua dan keluarga sedarah belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan terdekat, masyarakat, bangsa, Negara, agama, dan umat manusia.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian. Yang dimaksud dengan Keberanian disini adalah Berani karena Benar, Berani atas dasar aturan atau Kesusilaan, Berani atas dasar rasa tahu Malu.
5.      Budha
Landasan filosofi budhisme tentang penghargaan terhadap keberagaman antara lain ada dalam:
1.      Simsapa sutta (S.V.437) à banyaknya daun yang ada di hutan lebih banyak dari pada yang ada di genggaman;
2.      Upali sutta (M.I.371) à meski sudah pindah agama, tetap menyokong dan menghormati guru yang lama;
3.      Mahaparinibbana sutta (D.II.72) à menghormati tradisi/ tempat-tempat yang dihormati masyarakat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan nilai-nilai agamayang dapat diambil yaitu :
1.      Toleransi
2.      Saling menghargai dan menghormati agama
3.      Tidak memaksakan kehendak
4.      Solidaritas
5.      Menjaga kerukunan
6.      Cinta sesama

2.2.2  Bentuk Multikulturalisme
1.      Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2.      Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
3.      Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4.      Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5.      Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. 

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena: 1. Letak geografis indonesia 2. perkawinan campur 3. iklim

2.3  Aplikasi
Dalam pengaplikasian nilai agama dan multikulturalisme haruslah di lakukan pada anak dimulai sejak anak masih anak-anak hingga anak dewasa atau dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Bila sejak awal mereka telah memiliki nilai-nilai kebersamaan, toleran, cinta damai, dan menghargai perbedaan, maka nilai-nilai tersebut akan tercermin pada tingkah-laku mereka sehari-hari karena terbentuk pada kepribadiannya. Bila hal tersebut berhasil dimiliki para generasi muda, maka kehidupan mendatang dapat diprediksi akan relatif damai dan penuh penghargaan antara sesama dapat terwujud.
Membiasakan bersahabat dan saling membantu dengan sesama warga yang ada di lingkungan kita, seperti gotong royong akan dapat memudahkan tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa. Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan sehati dalam kekuatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah. Dalam mengembangkan sikap menghormati terhadap keragaman suku bangsa, dapat terlihat dari sifat dan siksp dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Kehidupan bermasyarakat tercipta kerukunan seperti halnya dalam sebuah keluarga.
b.      Antara warga masyarakat terdapat semangat tolong menolong, kerjasama untuk menyelesaikan suatu masalah, dan kerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
c.       Dalam menyelesaikan urusan bersama selalu diusahakan dengan melalui musyawarah.
d.      Terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Sikap dan keadaan seperti tersebut di atas harus dijunjung tinggi serta dilestarikan. Untuk lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, kita dapat melaksanakan pertukaran kesenian daerah dari seluruh pelosok tanah air. Dengan adanya kegiatan pertukaran kesenian daerah tersebut dan memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, antara lain:
·         Dapat saling pengertiaan antarsuku bangsa.
·         Dapat lebih mudah mencapai persatuan dan kesatuan
·         Dapat mengurangi prasangka antar suku.
·         Dapat menimbulkan rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa

2.4  Permasalahan
1.      Konflik antar agama dan etnis di Sampit
a.       Sebab konflik di sampit: konflik etnis yang terjadi di Sampit dan sekitarnya adalah karena perumusuhan antar dua suku, yakni suku Dayak (asli) dan suku Madura (pendatang). Dipicu oleh serangan yang dilakukan kelompok suku Madura terhadap suku Dayak.
b.       Akibat : Akibat dari penyerangan tersebut adalah terjadinya serangan balas dari suku Dayak terhadap suku Madura yang mengakibatkan 87 orang meninggal, sebagian besar dari suku Madura. Selain itu 388 orang (164 diantaranya tanpa kepala) dari suku Madura dan dari suku Dayak hanya 16 orang meninggal serta 2 orang suku Banjar. Sedangkan kerugian material sebanyak 1.234 rumah dibakar dan 748 rumah dirusak. Sedangkan untuk kendaraan, 16 unit mobil, 48 unit motor, dan 114 becak dibakar. Ditambah lagi sebuah pasar, 75 kios, 29 ruko, 14 gudang dirusak/dibakar.
c.       Solusi : Polisi  mengamankan pemicu dari konflik tersebut. Dengan cara musyawarah dalam menyelesaikannya. Memberi sosialisasi mengenai dampak dan akibat dari suatu pertikaian serta menumbuhkan rasa saling tenggang rasa dan menghormati perbedaan. Bukan berarti perbedaan membawa suatu pertikaian. Dengan perbedaan seharusnya saling menghormati satu  sama lain dan saling melengkapi kekurangan masing-masing suku.
2.      Konflik antar agama dan etnis di Poso
a.       Sebab: permasalahan yang dihadapi sangat komplek dan terus berlangsung. Awal konflik Poso terjadi setelah pemilihan bupati pada desember 1998. Ada sintimen keagamaan yang melatarbelakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan Piet I dan Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku.
Sebelum meletus konflik Desember 1998 dan diikuti oleh beberapa peristiwa konflik lanjutan, sebenarnya Poso pernah mengalami ketegangan hubungan antar komunitas keagamaan (Muslim dan Kristen) yakni tahun 1992 dan 1995. Tahun 1992 terjadi akibat Rusli Lobolo (seorang mantan Muslim, yang menjadi anak bupati Poso, Soewandi yang juga mantan Muslim) dianggap menghujat Islam, dengan menyebut Muhammad nabinya orang Islam bukanlah Nabi apalagi Rasul. Sedangkan peristiwa 15 Februari 1995 terjadi akibat pelemparan masjid dan madrasah di desa Tegalrejooleh sekelompok pemuda Kristen asal desa Mandale. Peristiwa ini mendapat perlawanan dan balasan pemuda Islam asal Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan pengrusakan rumah di desa Mandale.
b.       Akibat: Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih. Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat terjdi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual. Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat kabupaten poso. Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku.
c.       Solusi : adanya kerjasama antara aparat dan masyrakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Dan tidak hanya mengandalkan para petugas yang berwenang. Memberi penyuluhan dan sosialisasi tentang indahnya hidup saling berdampingan dengan nyaman dan tentram. Pencegahan sedini mungkin tindakan provokasi dan intimidasi diantara masyarakat harus diutamakan. Terutama, perlunya kewaspadaan terhadap gerak-gerik seseorang atau sekelompok orang yang berusaha bermain api dalam sekam.
3.      Konflik Suku Aceh dan Batak
a.       Sebab: perbedaan agama antara suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen. Kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik.
b.      Akibat : merugikan ketentraman dan keamanan
c.       Solusi: sebagai seseorang yang saling beragama selayaknya mereka saling mengamalkan ajaran yang mereka peroleh. Hidup manusia harus saling berdampingan walau dengan perbedaan. Perbedaan bukan penyebab suatu kehancuran yang merugikan manusia itu sendiri. Lebih mengamalkan ajaran agama masing-masing, agar tumbuh sikap saling menghormati, tenggang rasa, tolong menolong, dan mencintai sesame ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

No comments:

Post a Comment