Legenda Tentang Panku Menciptakan Dunia, di dalam Mitologi China
(Sumber/ Source: Collier, Irene Dea.2011.Chinese Mythology.Jakarta:Enslow Publisher Inc.)
(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta.2014. please follow blog/ silahkan ikuti blog: www.ithinkeducation.blogspot.com or www.ithinkeducation.wordpress.com)
Dalam naskah China awal
terdapat banyak mitos tentang para penguasa yang menakjubkan di masa
kuno. Namun, tidak ditemukan kisah tentang penciptaan di sana. Kisah
tentang Panku kemungkinan adalah mitos yang paling mendekati tentang
kisah penciptaan dalam versi China. Kisah itu muncul pertama kali pada
masa kekuasaan dinasti Han (206 SM-220 M), ratusan tahun setelah ksiah
pertama tentang jaman kuno yang diceritakan.
Banyak ahli percaya bahwa
kisah tentang Panku dibentuk dan dipengaruhi oleh serombongan saudagar
yang melintasi gurun dan pegunungan di Timur Tengah, India, Afrika dan
China, yang membawa sutra, rempah, dan barang dagangan berharga lainnya.
Kisah ini memperkenalkan
pentingnya konsep Yin dan Yang. Energy yang bertentangan ini, yang ada
dalam setiap sesuatu di alam, tidak tampak seperti baik dan buruk, namun
seperti gelap dan terang, laki-laki dan perempuan, bumi dan surga.
Sesuatu hal tidak bisa ada tanpa yang lainnya.
Dalam kisah ini, Panku
dikisahkan sebagai seorang raksasa. Dalam versih lain, ia muncul sebagai
manusia yang lemah, berpakaian kulit beruang dan dedaunan.
Pada sesuatu ketika, dunia
adalah pusaran kegelapan yang sangat besar. Tidak ada kayangan. Tidak
ada bumi. Semua kekuatan di alam semesta terjerat dalam sebuah telur
kecil, berguling dan berputar dalam kekacauan.
Di dalam telur itu ada makhul
kecil bernama Panku. Ia tidur lelap, tidak terganggu oleh kekacauan di
sekitarnya. Selama tidur, Panku tumbuh, dan telur itu juga tumbuh
bersamanya. Panku tidur selama delapan belas ribu tahun dengan tenang,
hingga ia tumbuh menjadi bentuknya yang sempurna, raksasa berkumis dan
tinggi tubuhnya mencapai 90000 li (sekitar 30000 mil). Dengan tubuh
Panku sempurna, telur itu pun melar dan tagang, membawa raksasa yang
berkembang dan gas bumi yang bergolak dalam keterbatasannya.
Suatu hari, ketika alam
semesta sudah benar-benar tidak stabil, Panku terbangun. Ia tidak
melihat apapun di sekitarnya selain kegelapan dan kekacauan. Awalnya ia
tertarik dengan ritme dunia yang tak teratur. Ia melihat, terkagum
dengan putaran partikel yang meledak dan berserakan di sekitarnya. Ia
belajar dengan cepat untuk mengelak dari ledakkan gas dengan melompat
gesit dari satu sisi ke sisi lainnya.
Setelah beberapa saat, bagaimanapun juga, ia mulai kelelahan dengan
semua keributan dan kekacauan. Keributan yang terus menerus itu membuat
sarafnya tegang. Hiruk pikuk itu membuat telinganya berdenging, dan itu
membuatnya sangat cepat marah. Semakin lama ia melihat kekacauan itu,
semakin ia merindukan kedamaian tidurnya yang nyenyak. Kekacauan itu
mengganggunya, namun yang lebih penting, Panku tahu bahwa tempurung alam
semesta yang rapuh ini bisa pecah kapan saja.
Panku tahu ia harus bertindak;
ia menunggu hingga dunia tenang dan merebut sebuah meteor yang panjang.
Ia melempar meteor itu seperti melempar sebuah kapak dan mengayunkannya
turun dengan segenap kekuatannya. Kapak itu tepat mengenal pusat telur
dan meledak sangat dahsyat. Suara dentuman bergema ke seluruh penjuru
dunia dan merobek semua partikel dan gas yang ada di alam semesta
menjadi dua bagian. Cahaya, kekuatan murni dunia, mengapung dan
membentuk awan biru. Kejahatan, kekuatan gelap dari alam semesta,
tenggelam dan membentuk tanah yang subur.
Panku sangat gembira dengan
dunia barunya. Dunia itu menjadi indah, tentram, dan damai. Untuk
memelihara keadaan itu, ia menopang langit dengan lengannya yang kuat,
menjepit tubuhnya antara kayangan dan bumi. Setiap hari langit tumbah
setinggi sepuluh li, dan Panku menopangnya dengan semakin tinggi.
Selama ribuan tahun, ia
menyangga kayangan tanpa mengeluh, memutuskan bahwa dunia tidak boleh
kembali pada kekacauan. Seiring waktu berlalu, ia pun letih, sedangkan
kumisnya menjejali dunia. Selama berabad-abad, Panku mendorong dengan
setiap sendi, kumis, dan tulang yang kesakitan. Ia berteriak minta
tolong, tapi suaranya hanya bergema dalam kesunyian. Tak ada makhluk
lain yang tinggal di sekitarnya. Setiap hari ia menunggu pertolongan,
namun setiap hari juga tidak ia tidak mendapatkan apapun. Ia berjuang
selama puluhan ribu tahun hingga kayangan dan dunia tak saling mengingat
lagi, dan keduanya terpisah menjadi kekuatan yin (kegelapan) dan yang
(cahaya).
Ketika langit sudah sangat
sedikit dengan kayangan, dan dunia jatuh denga keras, Panku akhirnya
kehilangan keteguhannya. Perlahan ia menjadi lemah dan tua. Tubuhnya
berangsur keriput dan menyusut. Kumisnya mulai rontok dan nafasnya
tersengal-sengal. Setelah berabad-abad memulur dan menegang, raksasa
yang handal ini jatuh ke tanah, lelah dan kehausan.
Tubuhnya yang besar dan layu itu menutupi
bumi dengan rapat seperti karpet. Dagingnya remuk dan menyebarkan
kesuburan dan bau manis tanah di tanah yang gersang. Titik keringatan
menjadi titik hujan dan embun di tanah yang lembut dan subur. Rambut dan
jenggotnya yang kusut menjadi ranting pohon dan semak-semak yang keras.
Rambut di lengannya menjadi dedaunan, tumbuhan merambat dan bunga yang
lembut. Gigi dan tulang belulangnya patah menjadi logam yang bersinar-
emas, perak, dan tembaga, yang masuk ke dalam tanah. Tulang sumsumnya
mengeras dan berwarna krem, permata transparan yang yang berwarna ungu,
hijauh dan putih. Darahnya menetap mengaliri tanah menjadi genangan yang
luas dan sungai yang deras. Suaranya, mesk lemah, menciptakan guntur
yang bergemuruh dan halilintar yang meretih. Nafas kematiannya membentuk
angin yang bertiup dan awan yang menggembung. Akhirnya, terbebaskan
dari penderitaannya, air mata Panku dari tangis syukurnya jatuh
berkilauan, menjadi air yang banyak menjadi lautan.
Akhirnya tugas Panku selesai dan Panku, sang pencipta, telah mati. Di
tempatnya, ia meninggalkan dunia yang berkilauan dan bersinar dengan
percikan warna biru cerah, hijau ceria, coklat kehitaman dan jernih, air
dingin yang gemercik.
No comments:
Post a Comment