PRINSIP PENGENDALIAN DAN PENINGKATAN MUTU
Berwick
(1992) merumuskan 8 prinsip untuk perbaikan mutu di pelayanan kesehatan, sebagai
berikut:
1 . Keinginan Untuk Berubah
Agar terjadi perbaikan, maka harus ada
keinginan untuk berubah. Pimpinan organisasi harus menyatakan secara terbuka
keinginan untuk bekerja sama dengan bawahannya untuk meningkatkan
pelayanan. Hal ini juga menuntut untuk
menghentikan sikap menyalahkan orang lain. Perlu perencanaan yang memungkinkan
keterlibatan setiap orang.
Keinginan untuk berubah harus didasari dengan
keinginan luhur untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan.
Meningkatkan tingkat kesadaran bawahan tentang pentingnya dan bernilainya tujuan
yang akan dicapai, membuat bawahan meleburkan self interest pribadi bawahan untuk kepentingan organisasi.
Dengan demikian harus dibangun motivasi dari
semua pegawai dan harus fokus untuk mencapai tujuan utama yaitu memberikan pelayanan
yang bermutu.
Ada 2 jenis peran anggota di FKTP dalam
menciptakan perubahan organisasi:
1.
Sebagai Agen
Perubahan (Change Agent) yang
berperan sebagai pemrakarsa dan memimpin organisasi untuk mempertahankan mutu
pelayanan dan perubahan-perubahan yang terjadi yang berpengaruh pada mutu
pelayanan kesehatan
2.
Sebagai
Fasilitator Perubahan (Change Facilitator)
sebagai inisiator yang mendukung dan memandu proses perubahan yang berlangsung
di organisasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan
2 . Mendefinisikan Mutu
Dalam manajemen mutu
modern, mutu didefinisikan berdasarkan pengalaman orang yang dilayani. Dalam pelayanan kesehatan, mutu merupakan
kumpulan hasil pelayanan kesehatan yang diinginkan setiap orang yang bergantung
pada sistem layanan kesehatan kita. Apa yang diinginkan dapat berbeda antara
pasien, keluarga, tenaga kesehatan dan pemilik.
Contoh adanya perbedaan
persepsi antara pasien, perawat, dan dokter mengenai mutu dapat dilihat pada
hasil penelitian berikut. Penelitian ini mencoba mengetahui bagaimana pasien,
perawat dan dokter mendefinisikan perilaku perhatian segera perawat (prompt attention). Hasil penelitian
tersebut sebagai berikut:
Tabel 3.1 Persepsi Perhatian Segera Perawat Menurut
Pasien, Perawat, dan Dokter
Petugas
|
Persepsi Perhatian Segera (prompt attention)
|
Pasien
|
- Perawat memberi salam
- Perawat tersenyum dan mengenalkan diri
- Perawat memanggil pasien dengan nama yang
disukai oleh pasien
- Jika perawat tidak bisa melayani, sebaiknya
perawat mencari petugas lain yang dapat membantu
|
Perawat
|
- Perawat memberi salam, tersenyum, menjaga
kenyamanan, dan bersikap saling mengormati
- Perawat selalu siap untuk memberikan
bantuan
|
Dokter
|
- Perawat memberi salam, tersenyum, menjaga
kenyamanan, dan bersikap saling mengormati serta bersikap profesional
- Perawat menjawab segera panggilan telepon
- Perawat mengenalkan diri
|
Sumber : Leebov, W dan
Ersoz, C.J. The health care manager’s
guide to continuous quality improvement. AHA Publication. 1991
3. Pengukuran Mutu
Untuk melakukan pengendalian
dan peningkatan mutu, perlu diperoleh informasi yang obyektif atas proses
pelayanan yang diberikan mulai dari awal hingga akhir perlayanan, informasi
mengenai kebutuhan pasien dan keluarganya, kualitas sumber daya dan
perlengkapan yang digunakan, dan tingkat kompetensi petugas yang terlibat.
Harus jelas cara mengukur, informasi apa yang dibutuhkan, dan kapan pengukuran
dilakukan.
Langkah awal pengukuran
mutu dengan menggali informasi atas
kepuasan pelanggan misal melalui kotak saran, survei kecil atau melalui
diskusi kelompok terarah (FGD, focus
group discussion). Informasi yang didapat mungkin perlu diverifikasi dengan
melakukan pengamatan. Untuk itu perlu dikembangkan instrumen pengukuran yang
sesuai apakah berupa kuesioner atau daftar tilik.
4. Memahami Saling Ketergantungan
Pengendalian dan peningkatan mutu yang
efektif membutuhkan pengetahuan dan bekerja dalam sebuah sistem yang saling
ketergantungan. Petugas harus menumbuhkan budaya kerja untuk melakukan 3T
yaitu: Tidak melakukan kesalahan, Tidak menerima produk yang salah dan Tidak
memberikan produk yang salah kepada petugas yang lain. Sebagai contoh, penanggung
jawab program imunisasi sebuah Puskesmas, bertanggung jawab dalam membuat/menerbitkan
laporan kegiatan. Seharusnya Penanggung jawab program tidak membuat kesalahan dalam
penyusunan laporan. Jika menerima data cakupan imunisasi yang salah dari petugas imunisasi, maka penanggung
jawab program tidak langsung memasukkan data ke dalam laporan dan tidak
menyerahkan laporan yang salah tersebut kepada pengelola laporan di Puskesmas.
Dengan demikian penanggung jawab program harus dapat memastikan bahwa laporan
cakupan dari petugas imunisasi harus akurat.
5. Memahami Sistem
Pengendalian dan peningkatan mutu akan lebih
efektif dalam sistem yang lebih baik, bukan insentif yang lebih besar. Bila
terjadi kesalahan, pimpinan harus meyakini bahwa 85% kesalahan disebabkan karena
sistem dan 15% kesalahan karena faktor manusia. Dengan demikian, pimpinan tidak
tergesa-gesa untuk mencari ‘kambing hitam’ atas kejadian yang tidak diinginkan.
Pimpinan harus terlebih dahulu mengevaluasi kenapa orang melakukan kesalahan.
Harus dapat dipastikan penyebab kesalahan tersebut dikarenakan standar
operasional yang tidak tepat, karena lemahnya supervisi atasan, karena
pekerjaan yang berlebih (overload),
atau petugas tersebut memang tidak kompeten.
6 . Investasi Dalam Belajar
Pembelajaran artinya “menemukan penyebab dan
mencoba untuk menyelesaikan”. Situasi yang kondusif untuk pembelajaran tidak akan timbul dalam lingkungan yang “menakutkan”. Jika petugas melakukan kesalahan, maka petugas
tersebut harus dibimbing bagaimana agar tidak melakukan kesalahan di lain waktu
jika menghadapi situasi yang serupa. Perlu diberikan kesempatan untuk
memperbaiki diri. Pimpinan tidak perlu menyalah-nyalahkan petugas yang
melakukan kekeliruan. Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk
memikirkan kembali cara kerja mereka, untuk mencari cara-cara baru dalam
melaksanakan tugas, dan merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsikan
tugas-tugas.
7 . Mengurangi Biaya
Dalam upaya perbaikan mutu, pasti memerlukan biaya. Secara umum
ada dua jenis biaya yaitu biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable cost) dan biaya yang dapat
dihindari (avoidable cost). Contoh biaya
yang tidak dapat dihindari adalah menjamin pasokan listrik selama di Puskesmas
dalam keadaan aliran listrik PLN tidak ada, Puskesmas harus memiliki genset.
Oleh karena itu, penyediaan genset ini adalah upaya pengendalian dan
peningkatan mutu terhadap biaya-biaya yang bisa dihindari, misal jadi tidak
perlu ada pengulangan pembelian obat dan vaksin yang pemeliharaannya
membutuhkan pasokan listrik 24 jam.
8 Komitmen Kepemimpinan
Pengendalian dan peningkatan mutu membutuhkan
keteladanan pemimpin. Satu perbuatan keteladanan dapat mengalahkan seribu
perkataan. Pemimpin harus
dapat berperan sebagai guru, praktisi dan pendukung setiap upaya perbaikan mutu.
Bentuk komitmen pemimpin selain dinyatakan dalam pertemuan terbuka juga perlu
diwujudkan dalam sebuah aksi meskipun bersifat sederhana. Pemimpin harus mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya dan memberikan
keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Sebagai contoh dalam sebuah upaya pengendalian dan
peningkatan mutu, salah satu keberhasilan dari upaya tersebut adalah petugas
meyakini bahwa pimpinan peduli dengan pekerjaan mereka yang dibuktikan dengan membaca dan memberikan masukan atas laporan yang mereka
buat.
No comments:
Post a Comment